Magelang – Persoalan kelebihan kapasitas (overcapacity) di lembaga pemasyarakatan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Lapas Kelas IIA Magelang, misalnya, yang seharusnya hanya menampung 221 orang, pada 2021 dihuni lebih dari 550 narapidana. Situasi ini menimbulkan berbagai persoalan mulai dari kesehatan, keamanan, hingga efektivitas pembinaan. Kondisi inilah yang mendorong Damar Aji Sura, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk melakukan penelitian berjudul “Implementasi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam Menanggulangi Overcapacity di Lapas Kelas IIA Magelang.”
Tema Penelitian
Tema utama penelitian Damar adalah penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam tata kelola lembaga pemasyarakatan. Ia menyoroti pentingnya asas transparansi, akuntabilitas, profesionalitas, dan keadilan dalam pelayanan publik, termasuk di dalam lapas. Menurutnya, narapidana memang kehilangan kebebasan fisik, tetapi mereka tetap berhak atas pelayanan yang manusiawi dan bermartabat.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitiannya, Damar menetapkan tiga tujuan pokok:
- Menganalisis implementasi asas pemerintahan yang baik dalam menghadapi overcapacity di Lapas Magelang.
- Mengidentifikasi kendala dan hambatan yang dialami petugas maupun institusi.
- Merumuskan solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembinaan dan pelayanan warga binaan.
Dengan tujuan ini, penelitian tidak hanya membahas teori hukum, tetapi juga menggambarkan praktik nyata di lapangan.
Hasil Penelitian
Melalui pendekatan yuridis empiris, Damar menemukan bahwa implementasi AAUPB di Lapas Magelang masih menghadapi banyak tantangan. Beberapa temuan utamanya antara lain:
-
Transparansi belum optimal. Masih ada keluhan terkait pungutan liar dan pelayanan yang tidak merata.
-
Keterbatasan SDM. Jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah penghuni, sehingga pembinaan tidak maksimal.
-
Fasilitas minim. Hak dasar narapidana, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan kerja, tidak terpenuhi secara memadai.
-
Program reformasi birokrasi seperti Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) belum berjalan efektif.
Selain itu, pandemi Covid-19 memperparah keadaan. Kegiatan pembinaan yang seharusnya menjadi sarana rehabilitasi sosial terpaksa dibatasi, membuat fungsi lapas sebagai tempat pembinaan tidak berjalan optimal.
Damar juga menekankan bahwa masalah overcapacity bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut kebijakan hukum pidana yang masih berorientasi pada hukuman penjara. Tanpa adanya alternatif pemidanaan, masalah ini akan terus berulang.
Kesimpulan
Penelitian Damar Aji Sura menyimpulkan bahwa implementasi asas-asas pemerintahan yang baik di Lapas Magelang belum terlaksana dengan maksimal akibat keterbatasan sumber daya, minimnya fasilitas, dan lemahnya pengawasan. Namun demikian, ia memberikan sejumlah rekomendasi, seperti peningkatan pengawasan internal, penerapan sistem penghargaan dan sanksi bagi petugas, serta pemanfaatan teknologi daring untuk kegiatan pembinaan.
Damar juga menegaskan pentingnya kerjasama lintas lembaga dan keberanian negara untuk membuka opsi pemidanaan alternatif sebagai solusi jangka panjang. Baginya, penerapan AAUPB adalah kunci agar lembaga pemasyarakatan bisa kembali pada fungsi utamanya: membina, bukan sekadar menghukum. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA