Magelang, 05 Agustus 2025 – Di tengah tantangan peningkatan mutu pendidikan, terutama dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Magelang, Tri Amalia, mengangkat sebuah inovasi dalam metode pembelajaran yang terbukti mampu meningkatkan kemampuan berpikir ilmiah siswa sekolah dasar.
Penelitian ini difokuskan pada siswa kelas V SDN Dawung, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, dengan menguji efektivitas model Direct Instruction atau pembelajaran langsung terhadap pengembangan keterampilan berpikir ilmiah siswa dalam pembelajaran IPA, khususnya materi tentang sifat-sifat bunyi.
Melalui metode kuantitatif eksperimen one group pre-test post-test design, Tri Amalia melibatkan sepuluh siswa sebagai subjek penelitian. Mereka diberi pre-test terlebih dahulu untuk mengukur kemampuan awal, kemudian menjalani proses pembelajaran dengan model Direct Instruction, dan akhirnya diberikan post-test untuk melihat peningkatan kemampuan.
Hasilnya cukup mencengangkan. Rata-rata nilai pretest siswa adalah 62, sedangkan posttest melonjak menjadi 81, menunjukkan peningkatan sebesar 30,64%. Uji statistik menggunakan paired sample t-test menunjukkan nilai signifikansi 0,000, jauh di bawah batas 0,05, yang menandakan bahwa peningkatan ini signifikan secara statistik.
Temuan ini memberikan gambaran bahwa model pembelajaran langsung memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan berpikir ilmiah siswa. Model ini mendorong siswa untuk lebih aktif, memahami konsep secara bertahap, dan mempraktikkan langsung materi yang diajarkan—berbeda dari metode konvensional yang cenderung berpusat pada guru dan penekanan hafalan.
Mengapa Kemampuan Berpikir Ilmiah Penting di SD?
Pendidikan IPA di tingkat dasar bukan sekadar pengenalan konsep sains, melainkan juga ajang pembentukan cara berpikir yang kritis, logis, dan analitis. IPA mengajarkan siswa untuk melakukan pengamatan, menyusun hipotesis, menguji kebenaran melalui eksperimen, dan menarik kesimpulan. Inilah inti dari berpikir ilmiah.
Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan berpikir ilmiah siswa Indonesia masih lemah. Dalam asesmen internasional PISA tahun 2015, Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara dengan nilai rata-rata sains sebesar 403, jauh di bawah rata-rata dunia. Hal ini menjadi perhatian serius para pendidik.
Melalui wawancara dan observasi yang dilakukan di SDN Dawung, ditemukan bahwa banyak siswa belum mampu mengaitkan konsep IPA dengan kehidupan sehari-hari, kesulitan menyusun kesimpulan, bahkan masih bingung dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah. Ini menjadi bukti bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan selama ini belum mampu membangun keterampilan ilmiah yang diharapkan.
Model pembelajaran langsung mengedepankan struktur yang jelas dan terarah. Dalam model ini, guru memberikan penjelasan secara langsung, disertai demonstrasi, latihan terbimbing, hingga siswa melakukan latihan mandiri. Lima fase utama dalam Direct Instruction adalah: orientasi, presentasi materi, latihan terstruktur, latihan terbimbing, dan latihan mandiri.
Kelebihan model ini tidak hanya pada keteraturan penyampaian materi, tetapi juga pada kemampuannya melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga diminta untuk melakukan, menyimpulkan, bahkan menyampaikan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis.
Tri Amalia juga menggunakan media pembelajaran yang disesuaikan dengan materi bunyi, sehingga pembelajaran menjadi lebih konkret dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang abstrak.
Penelitian ini tidak hanya menunjukkan data angka, tetapi juga perubahan nyata dalam sikap belajar siswa. Mereka menjadi lebih antusias, lebih percaya diri saat menjawab pertanyaan, dan mampu menjelaskan fenomena ilmiah dengan cara yang runtut. Keberanian untuk mengemukakan pendapat pun meningkat.
Tak hanya itu, guru pun merasa terbantu dengan adanya struktur yang jelas dalam model Direct Instruction. Mereka dapat memantau kemajuan belajar siswa dengan lebih mudah dan memberikan umpan balik yang tepat sasaran.
Penelitian ini memberikan harapan dan contoh konkret bahwa inovasi pembelajaran yang sederhana namun tepat guna dapat membawa perubahan besar. Di tengah era kurikulum merdeka yang menuntut fleksibilitas dan kreativitas guru, model Direct Instruction tetap relevan sebagai pendekatan yang mampu membangun fondasi berpikir ilmiah sejak dini.
Tri Amalia menutup penelitiannya dengan harapan agar temuan ini bisa menjadi referensi bagi guru-guru SD lainnya dalam menyusun strategi pembelajaran IPA yang lebih bermakna. Sekolah dan dinas pendidikan juga diharapkan memberikan pelatihan terkait model pembelajaran ini, agar semakin banyak siswa yang merasakan manfaatnya. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA