Magelang, 05 Agustus 2025 – Di tengah tantangan dunia pendidikan abad ke-21, muncul kebutuhan mendesak untuk membekali siswa dengan keterampilan berpikir kritis. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Afifah Zahra Arinda Ramadhanti, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Magelang, menghadirkan pendekatan segar melalui integrasi metode pembelajaran STEAM—Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics—untuk meningkatkan daya analitis dan kemampuan menyelesaikan masalah siswa.
Penelitian ini dilakukan di MI Tarbiyatussibyan 1 Sidosari, tepatnya pada siswa kelas V. Latar belakang penelitian ini didasarkan pada rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa yang terlihat dari dominasi metode ceramah dalam kegiatan belajar mengajar, minimnya interaksi aktif antara guru dan siswa, serta pandangan siswa terhadap pelajaran IPA sebagai materi yang membosankan.
STEAM sendiri merupakan pendekatan pembelajaran lintas disiplin yang dirancang untuk melatih siswa berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif. Dalam penerapannya, STEAM mendorong integrasi antara ilmu pengetahuan alam, teknologi, teknik, seni, dan matematika dalam menyelesaikan persoalan nyata di kehidupan sehari-hari.
Afifah menggarisbawahi bahwa tujuan utama dari penelitiannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pendekatan STEAM berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan model One Group Pretest-Posttest Design. Sebanyak 20 siswa dijadikan sebagai subjek dalam kelas eksperimen. Instrumen penelitian berupa soal uraian yang dirancang untuk mengukur enam indikator berpikir kritis menurut Facione, yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan, dan regulasi diri.
Sebelum intervensi dilakukan, siswa diberi pretest untuk mengukur kemampuan awal mereka. Selanjutnya, guru mengimplementasikan pembelajaran berbasis STEAM dalam tema zat tunggal dan campuran dalam pelajaran IPA. Setelah proses pembelajaran berlangsung selama beberapa kali pertemuan, siswa kembali diberikan posttest.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil uji statistik Paired Sample T-Test, diketahui bahwa nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) sebesar 0,000, yang berarti lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pendekatan STEAM dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Peningkatan tersebut terlihat dari perbandingan skor rata-rata pretest dan posttest yang menunjukkan lonjakan tajam. Sebelum intervensi, mayoritas siswa berada pada kategori kurang kritis, namun setelah implementasi pembelajaran STEAM, banyak di antara mereka yang berhasil naik ke kategori cukup hingga kritis. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang dirancang dengan integrasi interdisipliner memiliki potensi besar dalam meningkatkan daya pikir analitis siswa.
Menariknya, pendekatan STEAM juga terbukti mengubah persepsi siswa terhadap pelajaran IPA. Jika sebelumnya siswa menganggap materi IPA—terutama topik zat tunggal dan campuran—sebagai materi yang abstrak dan sulit, setelah proses pembelajaran berbasis STEAM, siswa menjadi lebih antusias, terlibat aktif, dan mampu mengaitkan konsep ilmiah dengan realitas sehari-hari. Proyek-proyek kecil berbasis STEAM membantu siswa mengkonkretkan konsep melalui kegiatan eksploratif dan kreatif.
Guru juga memainkan peranan penting dalam keberhasilan pendekatan ini. Dalam penelitian, guru bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam setiap tahapan pembelajaran STEAM: mulai dari observasi, pencarian ide baru, inovasi, kreasi, hingga evaluasi sosial. Setiap tahap tersebut memiliki kaitan erat dengan indikator berpikir kritis yang dikembangkan dalam kerangka teori Facione.
Dari hasil penelitiannya, Afifah memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, pendekatan STEAM sangat layak untuk diterapkan secara luas di jenjang sekolah dasar karena terbukti dapat mengembangkan keterampilan abad 21. Kedua, guru perlu mendapatkan pelatihan untuk mendalami metode ini agar mampu mengelola kelas yang kreatif dan partisipatif. Ketiga, pendekatan ini juga dapat dijadikan salah satu solusi dalam menghadapi perubahan paradigma pembelajaran menuju Merdeka Belajar yang menekankan pada keaktifan dan kemandirian siswa.
Bagi siswa, pendekatan STEAM tak hanya meningkatkan kemampuan kognitif, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri, rasa ingin tahu, serta kemampuan berkolaborasi. Sementara bagi sekolah dan pembuat kebijakan, penelitian ini memberikan bukti empiris tentang efektivitas integrasi lintas disiplin dalam membentuk siswa yang lebih siap menghadapi tantangan masa depan.
Sebagai penutup, penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan yang dirancang dengan pendekatan kreatif dan inovatif seperti STEAM bukan hanya mampu meningkatkan hasil belajar, tetapi juga membentuk karakter siswa sebagai pemikir kritis dan pembelajar sepanjang hayat. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA