Membendung Laju Kereta Kelinci: Peran Krusial Dinas Perhubungan Magelang dalam Penegakan Keselamatan Jalan
6 August 2025

mimin

Magelang, 06 Agustus 2025 – Di tengah geliat kreativitas masyarakat dalam memodifikasi kendaraan untuk kebutuhan hiburan dan transportasi murah, hadir sebuah tantangan besar bagi pemerintah: pengoperasian kereta kelinci. Fenomena ini tidak hanya menyedot perhatian karena bentuknya yang unik dan menghibur anak-anak, namun juga karena statusnya yang tidak sesuai dengan standar keselamatan lalu lintas. Hal inilah yang mendorong Mutiara Dewi Ananda, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk mengangkat persoalan ini dalam penelitiannya.

Penelitian yang diselesaikan pada tahun 2023 ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana peran Dinas Perhubungan Kabupaten Magelang dalam mengawasi serta menertibkan keberadaan kereta kelinci—kendaraan modifikasi yang kerap digunakan secara ilegal di jalan raya, dan berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

Kereta kelinci, secara teknis, merupakan kendaraan hasil modifikasi dari kendaraan bermotor biasa yang tidak menjalani uji tipe ulang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kendaraan ini kerap digunakan untuk mengangkut penumpang dalam berbagai kegiatan masyarakat seperti rekreasi, pengajian, hingga arak-arakan pengantin. Sayangnya, daya tariknya yang besar tidak sebanding dengan jaminan keselamatan yang ditawarkan.

Data dari berbagai daerah menunjukkan bahwa kereta kelinci telah beberapa kali terlibat dalam kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Di Kabupaten Magelang sendiri, walaupun belum ada kejadian fatal, beberapa insiden nyaris terjadi, seperti insiden rem blong dan kendaraan melorot di jalanan menanjak.

Hasil penelitian Ananda mengungkap bahwa peran Dinas Perhubungan Magelang dibagi dalam tiga pilar utama: pengawasan, pembinaan, dan penertiban. Dalam aspek pengawasan, Dishub menerima laporan dari masyarakat atau pihak paguyuban angkutan yang merasa terganggu oleh keberadaan kereta kelinci. Pelaporan ini kemudian menjadi dasar untuk melakukan koordinasi dengan kepolisian sebagai lembaga yang berwenang melakukan penindakan hukum.

Untuk aspek pembinaan, Dishub secara aktif melakukan sosialisasi kepada pengusaha kereta kelinci dan masyarakat umum. Tujuannya adalah membangun kesadaran hukum bahwa pengoperasian kereta kelinci di jalan raya melanggar peraturan dan membahayakan keselamatan. Namun, tantangan utama justru datang dari masyarakat sendiri. Biaya sewa yang murah dan kapasitas penumpang yang besar membuat masyarakat masih gemar menggunakan kereta kelinci untuk kebutuhan transportasi jarak pendek, meskipun sadar akan risikonya.

Dari sisi penertiban, Dinas Perhubungan bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam bentuk operasi gabungan untuk menghentikan operasional kereta kelinci ilegal. Selain itu, Dishub juga melakukan pendekatan langsung ke bengkel-bengkel pembuat kereta kelinci dan terus mendorong perlunya regulasi khusus untuk kendaraan angkutan wisata.

Hal menarik yang digarisbawahi dalam penelitian ini adalah adanya dilema antara kebutuhan ekonomi dan keselamatan hukum. Banyak pengusaha kereta kelinci yang menyadari bahwa kendaraan mereka tidak layak jalan dan melanggar hukum, namun tetap beroperasi karena tingginya permintaan dan kebutuhan hidup. Bahkan, beberapa sekolah pernah menyewa kereta kelinci untuk kegiatan luar kelas, meskipun telah ada larangan dari Dinas Pendidikan.

Penelitian ini menyarankan perlunya regulasi yang lebih tegas dan kampanye kesadaran hukum yang meluas di kalangan masyarakat. Dinas Perhubungan diharapkan tidak hanya menjadi pengawas, tetapi juga pembina yang mampu menggandeng seluruh pemangku kepentingan, mulai dari sekolah, bengkel, hingga komunitas pengusaha transportasi, untuk menciptakan lalu lintas yang aman dan tertib.

Sebagaimana disampaikan Ananda, keselamatan di jalan raya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat secara kolektif. Penegakan hukum terhadap kereta kelinci bukan semata untuk membatasi kreativitas, melainkan bentuk perlindungan terhadap hak hidup dan keselamatan semua pengguna jalan. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut