Fenomena Bullwhip Effect di Industri Herbal Magelang: Tantangan dan Solusi untuk Rantai Pasok yang Lebih Efisien
7 August 2025

mimin

Magelang, 07 Agustus 2025 — Industri pengolahan herbal tradisional di Indonesia terus berkembang pesat, namun di balik pertumbuhannya tersimpan tantangan serius dalam hal distribusi dan manajemen persediaan. Salah satu contoh nyatanya terjadi di CV. Herbal Indo Utama (HIU), perusahaan besar berbasis di Kabupaten Magelang yang memproduksi lebih dari seratus item produk herbal dengan peredaran nasional. Studi terbaru dari Universitas Muhammadiyah Magelang mengungkapkan permasalahan distribusi serius yang terjadi di tubuh perusahaan ini, yaitu fenomena bullwhip effect.

Penelitian yang dilakukan oleh Aji Cahyono, mahasiswa Program Studi Teknik Industri, menyoroti persoalan klasik dalam rantai pasokan yang berpotensi meningkatkan biaya, menurunkan efisiensi, hingga menyebabkan penumpukan barang di gudang. Fenomena ini dikenal sebagai bullwhip effect, yaitu kondisi ketika fluktuasi permintaan di tingkat konsumen akhir diperbesar secara berlebihan saat diteruskan ke tingkat-tingkat sebelumnya dalam rantai pasokan, mulai dari distributor, produsen, hingga pemasok bahan baku.

Studi ini tidak hanya mendokumentasikan permasalahan, tetapi juga menawarkan solusi berbasis data dan pendekatan ilmiah. Menggunakan metode time series dan pengukuran variabilitas permintaan, peneliti menganalisis sepuluh produk fast-moving milik HIU dalam periode satu tahun (Juni 2023–Mei 2024). Produk-produk seperti Gastrohiu, Diacarehiu, hingga Prosamura menjadi fokus dalam pengolahan data.

Hasilnya cukup mengejutkan: lima dari sepuluh produk menunjukkan nilai bullwhip effect di atas ambang parameter 1,01 yang digunakan sebagai tolok ukur efisiensi rantai pasok. Produk Spirunila, misalnya, mencatat nilai bullwhip effect tertinggi sebesar 1,49. Angka ini menunjukkan adanya pembesaran fluktuasi permintaan yang cukup signifikan, sehingga perusahaan memproduksi lebih banyak daripada yang sebenarnya dibutuhkan pasar. Hal ini sejalan dengan data penumpukan barang di gudang HIU, yang secara rata-rata mencapai 9,7% dalam periode pengamatan.

Sementara lima produk lainnya menunjukkan nilai bullwhip effect di bawah parameter 1,01, yang berarti bahwa jumlah permintaan dari pasar justru lebih tinggi dari jumlah yang diproduksi. Ini menunjukkan ketidakseimbangan pada sisi lain: potensi kekosongan stok atau stockout, yang pada akhirnya dapat menurunkan tingkat kepuasan pelanggan.

Yang menarik dari penelitian ini bukan hanya identifikasi masalahnya, tetapi juga pemetaan penyebab secara sistematis. Melalui diagram Fishbone, Cahyono mengungkap empat penyebab utama bullwhip effect di CV. HIU: peramalan permintaan yang tidak akurat (demand forecasting), pembelian dalam jumlah besar secara berkala (order batching), fluktuasi harga karena promosi, dan kesalahan persepsi pasar yang mengarah pada shortage gaming. Dua penyebab utama yang paling menonjol adalah forecasting dan pencatatan data manual, yang kerap menyebabkan miskomunikasi antar bagian.

Untuk mengatasi hal ini, peneliti merekomendasikan beberapa langkah strategis. Pertama, perusahaan perlu melakukan perbaikan pada sistem pencatatan dan perekapan data, seperti penggunaan sistem digitalisasi berbasis real-time untuk memantau stok dan permintaan di setiap titik distribusi. Kedua, perlu adanya pemahaman yang lebih baik terhadap pola musiman dan segmentasi pasar agar proyeksi permintaan dapat lebih akurat. Ketiga, perusahaan disarankan untuk meninjau ulang kebijakan harga dan promosi agar tidak menciptakan fluktuasi permintaan yang bersifat artifisial.

Penelitian ini juga menyertakan analisis metode peramalan yang paling akurat untuk digunakan dalam konteks CV. HIU. Dari tiga metode yang diuji — Simple Moving Average, Exponential Smoothing, dan Trend Linier — metode Exponential Smoothing dengan koefisien 0,2 terbukti paling efektif dengan tingkat kesalahan terendah (MAPE 0,73%).

Dari sisi praktis, hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan langsung oleh manajemen CV. HIU untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap sistem manajemen rantai pasok yang digunakan. Terlebih, dengan status perusahaan sebagai produsen berskala besar yang mempekerjakan lebih dari 100 karyawan dan memiliki lebih dari 165 izin edar produk, efisiensi dalam rantai pasok menjadi hal yang sangat krusial untuk memastikan daya saing dan keberlanjutan operasional.

Lebih luas lagi, penelitian ini menunjukkan bahwa masalah bullwhip effect bukan hanya persoalan matematis atau teknis, tetapi juga menyangkut koordinasi antar unit kerja, strategi pemasaran, serta kebijakan perusahaan dalam merespons dinamika pasar. Sebuah pelajaran berharga bagi pelaku industri lainnya, khususnya di sektor manufaktur dan distribusi produk konsumsi. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut