Terobosan Lembut untuk Meredakan Halusinasi Pendengaran: Kisah Kesembuhan Lewat Cerita
7 August 2025

mimin

Magelang, 07 Agustus 2025 – Di tengah meningkatnya angka gangguan jiwa di Indonesia, terutama skizofrenia dengan gejala halusinasi pendengaran, sebuah pendekatan sederhana namun penuh makna muncul dari tangan seorang mahasiswa keperawatan. Windria Kusuma Dewi, dari Universitas Muhammadiyah Magelang, mengangkat metode “bercerita” sebagai teknik distraksi dalam upaya menangani pasien dengan halusinasi pendengaran. Hasilnya? Lebih dari sekadar pengalihan perhatian – ini tentang mengembalikan harapan.

Gangguan jiwa bukan lagi isu pinggiran. Data Riskesdas 2018 mencatat lonjakan signifikan prevalensi gangguan jiwa dari 1,7% menjadi 7%. Halusinasi pendengaran, salah satu gejala utama skizofrenia, menempatkan individu dalam kondisi yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Respons sistem saraf terhadap rangsangan palsu seolah nyata menjadi mimpi buruk yang membelenggu keseharian pasien.

Dari fenomena tersebut, Windria melihat peluang untuk membawa pendekatan humanis ke dalam dunia medis. Bercerita – suatu aktivitas yang sering dianggap remeh – disulapnya menjadi terapi penuh empati. Bukan hanya untuk mengalihkan perhatian pasien dari suara-suara yang menghantui, tetapi juga untuk membangun kembali koneksi antara pasien dengan realitas.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara langsung bagaimana teknik distraksi dengan cara bercerita dapat diterapkan pada pasien dengan halusinasi pendengaran. Fokus utamanya adalah melihat apakah teknik ini benar-benar efektif dalam membantu pasien mengontrol gejala yang mereka alami. Tak hanya itu, Windria juga ingin mengetahui bagaimana dampak dari intervensi ini terhadap peningkatan kualitas hidup pasien secara umum.

Secara khusus, penelitian ini berupaya mengkaji setiap tahap keperawatan mulai dari pengkajian awal, diagnosa keperawatan, hingga evaluasi setelah intervensi diberikan. Penilaian dilakukan menggunakan skala Auditory Hallucination Rating Scale (AHRS), untuk memantau penurunan tingkat keparahan halusinasi dari waktu ke waktu.

Studi ini menggunakan pendekatan studi kasus terhadap dua pasien perempuan, Ny.I (45 tahun) dan Ny.C (34 tahun), yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Soerojo, Magelang. Keduanya mengalami halusinasi pendengaran selama bertahun-tahun dan sudah menjalani pengobatan medis secara rutin.

Windria kemudian mengimplementasikan teknik distraksi bercerita selama tiga hari berturut-turut, masing-masing dalam sesi selama 20–30 menit. Aktivitas dilakukan dalam suasana terapeutik, di mana pasien diminta untuk membaca cerita atau buku, dan kemudian mendiskusikan isinya bersama perawat. Selain itu, pasien diajak melakukan percakapan ringan untuk memindahkan fokus dari suara halusinatif ke komunikasi nyata.

Evaluasi setelah tiga sesi intervensi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Skor AHRS pasien Ny.I menurun drastis dari 32 menjadi 10, sementara Ny.C mengalami penurunan dari 36 menjadi 14. Pasien yang semula mendengar suara menyuruh bunuh diri atau melarang minum obat, kini mulai mampu membedakan mana suara nyata dan mana yang tidak. Mereka juga belajar untuk “menghardik” suara halusinatif, serta menggantinya dengan percakapan bersama orang lain.

Tak hanya secara angka, perubahan juga terlihat dalam perilaku sehari-hari. Pasien mulai lebih rapi, aktif mengikuti kegiatan sosial, dan menunjukkan respons emosional yang lebih stabil. Mereka juga mulai memasukkan aktivitas membaca dan bercakap-cakap dalam rutinitas harian, sebagai cara preventif untuk menangkal kemunculan halusinasi.

Penelitian Windria menyimpulkan bahwa teknik distraksi bercerita sangat efektif dalam membantu mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien gangguan jiwa. Intervensi ini memberikan hasil yang signifikan, bahkan dalam jangka pendek. Tak hanya itu, metode ini tergolong murah, non-invasif, dan dapat dilakukan oleh perawat atau keluarga pasien di lingkungan rumah.

Lebih dari itu, teknik ini membuka ruang dialog antara pasien dan dunia luar. Di balik setiap cerita yang dibacakan, tersembunyi benih-benih kesadaran diri, koneksi sosial, dan mungkin – jalan pulang menuju kehidupan yang lebih baik. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut