Magelang, 11 Agustus 2025 – Sebuah penelitian yang dilakukan di Desa Hardimulyo, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, mengungkap hubungan erat antara intensitas kunjungan rumah oleh perawat dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) dan perilaku masyarakat dalam menggunakan jamban sehat. Hasilnya menunjukkan, semakin sering perawat melakukan kunjungan, semakin tinggi pula tingkat penggunaan jamban sehat di masyarakat.
Program PISPK merupakan salah satu strategi Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dasar. Salah satu bentuknya adalah kunjungan rumah, di mana perawat dan kader desa mendatangi keluarga untuk melakukan kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Di Kaligesing, kegiatan ini tak hanya menyasar penyakit umum, tetapi juga fokus pada perbaikan sanitasi, termasuk mengedukasi warga soal pentingnya jamban sehat.
Permasalahan Sanitasi Masih Ada
Meski capaian sanitasi di Jawa Tengah tergolong tinggi, dengan 97,9 persen rumah tangga memiliki jamban sehat, Desa Hardimulyo justru mencatat angka yang cukup memprihatinkan: hanya 36 persen keluarga yang memiliki jamban sehat. Sebagian warga masih memanfaatkan sungai atau kubangan untuk buang air besar, terutama saat musim kemarau. Kondisi geografis wilayah yang berupa pegunungan dengan akses transportasi terbatas membuat program edukasi dan pendampingan sering terkendala.
Peneliti mencatat bahwa dari total 21 desa di wilayah kerja Puskesmas Kaligesing, masih ada dua desa yang belum berstatus ODF (Open Defecation Free), yakni Hardimulyo dan Somongari. Minimnya kepemilikan jamban sehat menjadi indikator bahwa intervensi kesehatan lingkungan belum optimal.
Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh mana frekuensi kunjungan rumah PISPK oleh perawat berpengaruh terhadap penggunaan jamban sehat di Desa Hardimulyo. Selain itu, peneliti ingin memotret karakteristik warga, menggambarkan kualitas kunjungan rumah, dan mengukur tingkat pemanfaatan jamban sehat di desa tersebut.
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan 77 keluarga sebagai sampel dari total 331 KK. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang memuat pertanyaan tentang frekuensi kunjungan rumah oleh perawat serta kebiasaan penggunaan jamban sehat. Frekuensi kunjungan dikategorikan menjadi “kurang” (0–1 kali), “cukup” (2–3 kali), dan “baik” (≥4 kali).
Ada Hubungan Nyata
Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (71,1%), dengan tingkat pendidikan didominasi lulusan SD dan SMP. Sebagian besar termasuk keluarga inti dan memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang. Dari sisi ekonomi, 55,8 persen responden memiliki pendapatan di bawah UMR.
Terkait kualitas kunjungan rumah PISPK oleh perawat, 37,7 persen responden menilai kunjungan berada dalam kategori baik, 33,8 persen cukup, dan 28,6 persen kurang. Sementara itu, 63,6 persen warga telah menggunakan jamban sehat, dan sisanya (36,4 persen) masih belum memanfaatkannya.
Uji Chi-Square membuktikan adanya hubungan signifikan antara frekuensi kunjungan perawat dan penggunaan jamban sehat (p=0,005). Warga yang mendapat kunjungan lebih sering tercatat memiliki persentase penggunaan jamban sehat yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang jarang dikunjungi.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya peran perawat dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat terkait sanitasi. Kunjungan rumah memungkinkan perawat memberikan edukasi langsung, memantau kondisi lingkungan, dan memotivasi keluarga untuk membangun serta memanfaatkan jamban sehat. Tidak hanya itu, kolaborasi dengan kader desa membantu memperluas jangkauan program, terutama di wilayah yang sulit diakses.
Menurut peneliti, peningkatan frekuensi kunjungan rumah dapat menjadi strategi efektif untuk mempercepat pencapaian target ODF di Desa Hardimulyo. Hal ini juga selaras dengan tujuan PISPK untuk mendukung pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan menekan penyakit berbasis lingkungan.
Meski demikian, implementasi program di lapangan masih menemui hambatan. Jumlah perawat yang terbatas, medan geografis yang sulit, serta mobilitas penduduk yang tinggi menjadi faktor penghambat. Selain itu, kebiasaan buang air besar sembarangan yang sudah mengakar di sebagian masyarakat memerlukan pendekatan kultural dan edukasi berkelanjutan.
Rekomendasi Peneliti
Peneliti merekomendasikan agar Puskesmas meningkatkan frekuensi kunjungan rumah, memperkuat kerja sama dengan pemerintah desa, serta mengadakan program edukasi intensif terkait sanitasi. Bantuan teknis dan finansial untuk pembangunan jamban sehat juga dianggap penting, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi puskesmas, masyarakat, dan kalangan akademisi. Bagi puskesmas, hasil penelitian bisa menjadi dasar kebijakan untuk memaksimalkan kunjungan rumah. Bagi masyarakat, temuan ini menjadi pengingat bahwa sanitasi yang baik adalah kunci kesehatan. Sedangkan bagi dunia pendidikan dan penelitian, studi ini membuka peluang kajian lanjutan tentang intervensi kesehatan lingkungan yang lebih efektif di wilayah perdesaan.
Dengan temuan ini, diharapkan Desa Hardimulyo dapat segera mengejar ketertinggalannya dalam penggunaan jamban sehat, demi terciptanya lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan bebas dari penyakit berbasis lingkungan. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA