Potret Kesehatan Mental Pasien di Klinik Umi Wijaya: 1 dari 5 Pasien Alami Gangguan Emosional
11 August 2025

mimin

Magelang, 11 Agustus 2025 – Kesehatan mental kini menjadi salah satu isu penting dalam dunia medis, seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keseimbangan jiwa dan raga. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rizki Agustina Fauziah dari Universitas Muhammadiyah Magelang mengungkap gambaran kondisi mental emosional pasien di Klinik Umi Wijaya, Kecamatan Pakis, Magelang. Penelitian ini menunjukkan fakta mengejutkan: 20 persen pasien yang berkunjung teridentifikasi mengalami gangguan mental emosional (GME).

Penelitian yang berlangsung Maret hingga Juni 2024 ini memiliki tujuan utama untuk mengetahui kondisi mental emosional pasien, sekaligus memetakan karakteristik mereka. Dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, peneliti mengandalkan Self Reporting Questionnaire (SRQ-20), sebuah instrumen yang umum dipakai untuk mendeteksi gangguan mental emosional. Sebanyak 110 pasien dewasa hingga lansia, dengan rentang usia 18–60 tahun, menjadi responden.

Hasilnya, 22 pasien (20%) dinyatakan mengalami GME. Mayoritas penderita adalah perempuan (82%), dengan kelompok usia 51–60 tahun mendominasi. “Temuan ini menguatkan hasil riset nasional yang menunjukkan bahwa perempuan lebih rentan terhadap gangguan mental emosional, dan risiko meningkat seiring bertambahnya usia,” tulis peneliti dalam laporannya.

Gangguan mental emosional sendiri mencakup gejala depresi, kecemasan, keluhan somatik, penurunan kemampuan kognitif, hingga berkurangnya energi. Data yang dikumpulkan menunjukkan pola yang menarik. Pada gejala depresi, 59 persen responden mengaku merasa tidak bahagia, 50 persen kehilangan minat dalam banyak hal, dan 45 persen lebih sering menangis. Meski demikian, tak ada satupun responden yang mengaku memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup.

Kecemasan juga menjadi keluhan utama. Sebanyak 91 persen responden yang mengalami GME melaporkan gangguan tidur, 59 persen merasa cemas dan tegang, serta 36 persen mudah merasa takut. Keluhan fisik pun tak kalah menonjol: 86 persen sering sakit kepala, 77 persen kehilangan nafsu makan, dan 64 persen mengalami gangguan pencernaan.

Dalam aspek kognitif, 59 persen responden sulit berpikir jernih, sementara pada gejala penurunan energi, 82 persen mudah lelah dan 59 persen merasa lelah sepanjang waktu. Data ini mengindikasikan bahwa gangguan mental emosional tidak hanya berdampak pada perasaan dan pikiran, tetapi juga memengaruhi kesehatan fisik secara signifikan.

Peneliti juga menyoroti hubungan antara kondisi medis dengan GME. Pasien dengan penyakit hipertensi ternyata memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mental emosional dibandingkan mereka yang menderita penyakit lain seperti influenza atau gastritis. Temuan ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan penyakit kronis dapat memperburuk kondisi psikologis penderitanya.

Selain memotret kondisi pasien, penelitian ini memberikan rekomendasi langkah penanganan. Tiga pendekatan utama yang disarankan adalah perubahan pola hidup (olahraga teratur, pengaturan pola makan, rekreasi, dan doa), terapi psikologis (psikoterapi atau konseling kelompok), serta pengobatan medis melalui psikiater. Peneliti juga menekankan pentingnya peran keluarga dalam mengenali tanda-tanda awal gangguan mental emosional, sehingga intervensi bisa dilakukan lebih cepat.

Meski penelitian ini dilakukan di satu klinik pratama yang belum memiliki layanan kesehatan mental khusus, hasilnya memberikan gambaran yang cukup representatif mengenai tantangan kesehatan jiwa di layanan kesehatan dasar. Klinik Umi Wijaya, yang selama ini fokus pada pelayanan medis umum, ternyata juga menjadi tempat pasien dengan keluhan psikis mencari pertolongan.

“Harapannya, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi klinik dan tenaga kesehatan untuk memperhatikan aspek kesehatan jiwa pasien, tidak hanya keluhan fisik semata,” ujar Rizki Agustina Fauziah dalam penutup laporannya.

Penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan holistik di dunia medis. Dengan meningkatnya kasus gangguan mental emosional di berbagai lapisan masyarakat, tenaga kesehatan dituntut mampu mengenali gejala awal dan memberikan penanganan atau rujukan yang tepat. Mengingat prevalensi nasional GME yang mencapai hampir 10 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas, hasil riset ini menjadi peringatan bahwa masalah kesehatan jiwa tidak bisa lagi diabaikan.

Kondisi mental yang sehat adalah fondasi bagi produktivitas dan kualitas hidup. Sebagaimana ditekankan peneliti, kesehatan mental yang terganggu akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan—mulai dari hubungan sosial, kemampuan bekerja, hingga kesehatan fisik. Oleh sebab itu, layanan kesehatan, baik di tingkat klinik pratama maupun rumah sakit, diharapkan dapat memperkuat layanan skrining, edukasi, dan intervensi terkait kesehatan mental.

Dengan kata lain, temuan di Klinik Umi Wijaya menjadi cermin bagi situasi yang mungkin juga terjadi di fasilitas kesehatan lainnya. Satu dari lima pasien yang datang membawa “luka” yang tak terlihat—bukan pada tubuh, melainkan pada jiwa. Dan untuk menyembuhkan luka itu, dibutuhkan kepedulian, penanganan profesional, serta dukungan dari lingkungan sekitar. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut