Magelang, 11 Agustus 2025 – Tren kecantikan dengan kulit putih cerah masih menjadi standar populer di kalangan masyarakat, terutama remaja. Sayangnya, demi mendapatkan hasil instan, banyak konsumen yang tergiur menggunakan produk pemutih tanpa memperhatikan kandungan di dalamnya. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Saniya Puspa Fasya, mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang, mengungkap fakta mengejutkan tentang keberadaan bahan berbahaya dalam krim malam yang beredar di kota ini.
Penelitian bertajuk “Analisis Kadar Hidrokuinon dalam Skincare dengan Bentuk Sediaan Krim Malam yang Beredar di Magelang dengan Metode Spektrofotometri UV” ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan hidrokuinon, sebuah bahan aktif pemutih kulit yang sebenarnya dilarang penggunaannya dalam kosmetik bebas dengan konsentrasi tinggi. Menurut regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hidrokuinon hanya boleh digunakan pada kadar sangat rendah dan dalam produk tertentu yang diaplikasikan oleh tenaga profesional.
Mengapa Hidrokuinon Berbahaya?
Hidrokuinon dikenal efektif memutihkan kulit karena mampu menghambat produksi melanin. Namun, penggunaan berlebihan atau dalam jangka panjang dapat memicu efek samping serius seperti iritasi, rasa terbakar, hingga kondisi permanen seperti okronosis eksogen, yaitu perubahan warna kulit menjadi cokelat kebiruan. Bahkan, dalam dosis tinggi, hidrokuinon juga dapat menimbulkan risiko kesehatan lainnya, termasuk gangguan pada mata dan elastisitas kulit.
Untuk mengungkap kandungan ini, Saniya mengumpulkan empat sampel krim malam dari klinik kecantikan berbeda di Magelang. Penelitian dilakukan di laboratorium kampus pada periode Agustus 2023 hingga Februari 2024. Tahapan analisis dilakukan dalam dua tahap:
- Uji kualitatif menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mendeteksi ada tidaknya hidrokuinon.
- Uji kuantitatif menggunakan Spektrofotometri UV-Vis untuk mengukur kadar hidrokuinon secara tepat.
Sebelum analisis, semua sampel diuji secara organoleptis – yaitu pengamatan bentuk, warna, dan bau. Hasilnya, ketiga sampel berwarna kuning pucat, sementara satu sampel berwarna kuning pekat.
Temuan Mengejutkan
Hasil uji KLT menunjukkan bahwa satu dari empat sampel memiliki nilai Rf yang identik dengan standar hidrokuinon, menandakan kandungan zat tersebut di dalamnya. Sampel ini diberi kode “D”.
Langkah selanjutnya adalah pengujian kuantitatif dengan Spektrofotometri UV-Vis. Dari pengukuran absorbansi dan perhitungan menggunakan kurva standar, diperoleh kadar hidrokuinon pada sampel D sebesar 1,9%. Angka ini jauh melebihi batas aman yang ditetapkan BPOM untuk penggunaan kosmetik umum, yang seharusnya maksimal hanya 0,02% dan tidak boleh digunakan bebas pada produk pemutih wajah.
Penemuan ini mengindikasikan adanya praktik penggunaan bahan kimia berbahaya oleh produsen atau peracik kosmetik di klinik kecantikan. Dengan kadar 1,9%, krim malam tersebut berisiko tinggi menimbulkan efek samping jika digunakan secara rutin dalam jangka panjang. Masyarakat yang tergoda oleh janji kulit putih cepat perlu menyadari bahwa dampaknya bisa lebih besar daripada manfaat yang dirasakan.
Pentingnya Edukasi dan Pengawasan
Penelitian ini menegaskan perlunya edukasi kepada konsumen agar lebih kritis dalam memilih produk skincare, terutama yang digunakan secara rutin seperti krim malam. Label komposisi harus dibaca dengan teliti, dan produk sebaiknya hanya dibeli dari sumber resmi yang memiliki izin edar BPOM. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi studi lanjutan untuk memeriksa kandungan berbahaya lain, seperti merkuri atau asam retinoat, yang juga kerap ditemukan dalam kosmetik ilegal.
Saniya menyimpulkan bahwa dari empat sampel yang diuji, satu di antaranya positif mengandung hidrokuinon dengan kadar berbahaya. Ia menyarankan agar penelitian berikutnya memperluas pengujian pada bahan berbahaya lain serta memperbanyak jumlah sampel untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang keamanan kosmetik di pasaran.
Temuan ini menjadi pengingat bahwa di balik kemasan menarik dan janji hasil cepat, ada potensi bahaya yang tidak terlihat. Konsumen diharapkan lebih waspada, sementara pihak berwenang perlu meningkatkan pengawasan terhadap produk kosmetik, terutama yang diracik dan dijual di luar pengawasan ketat.
Dengan maraknya tren kecantikan instan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk lebih mengutamakan kesehatan kulit dan keselamatan jangka panjang, bukan hanya penampilan sesaat. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA