Magelang, 12 Agustus 2025 – Asap rokok di dalam rumah bukan hanya sekadar masalah bau atau kenyamanan, tetapi juga ancaman serius bagi kesehatan balita. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh Ryanda Fikri Husein dari Universitas Muhammadiyah Magelang mengungkap adanya hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi rokok anggota keluarga di rumah dengan tingkat keparahan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak di bawah lima tahun (balita). Penelitian ini berfokus di wilayah kerja Puskesmas Paron 1, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Ancaman di Masa Emas Balita
Masa balita, yang sering disebut golden age, adalah periode krusial dalam tumbuh kembang anak. Namun, pada fase ini, sistem kekebalan tubuh anak belum sempurna, sehingga mereka rentan terkena berbagai penyakit, termasuk ISPA. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa pada 2019, ISPA menjadi penyakit dengan jumlah kasus tertinggi, mencapai 130.464 kasus. Lebih memprihatinkan lagi, di Desa Tempuran—wilayah kerja Puskesmas Paron 1—perilaku merokok di rumah masih sangat tinggi, meskipun angka ISPA pada balita di desa tersebut termasuk yang paling tinggi di wilayah tersebut.
Mengungkap Fakta Melalui Penelitian Lapangan
Penelitian ini melibatkan 64 responden yang merupakan keluarga dengan balita penderita ISPA. Metode yang digunakan adalah analitik korelatif dengan pendekatan cross-sectional, dan pengolahan data dilakukan menggunakan uji chi-square. Responden mengisi kuesioner terkait jumlah rokok yang dihisap anggota keluarga setiap hari dan tingkat keparahan ISPA pada balita.
Hasilnya, analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan nilai signifikansi 0,000, arah korelasi positif, dan kekuatan korelasi sedang (r = 0,533). Artinya, semakin banyak rokok yang dihisap anggota keluarga di rumah, semakin tinggi tingkat keparahan ISPA yang dialami balita.
Gambaran Pola Merokok di Rumah
Data penelitian memotret kebiasaan merokok keluarga sebagai berikut:
-
Konsumsi rokok ringan (1–12 batang/hari)
-
Konsumsi rokok sedang (12–36 batang/hari)
-
Konsumsi rokok berat (>36 batang/hari)
Balita dari keluarga dengan konsumsi rokok berat cenderung mengalami ISPA yang lebih parah dibandingkan mereka yang tinggal di rumah tanpa paparan rokok atau dengan konsumsi rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menegaskan bahwa paparan asap rokok di dalam rumah meningkatkan risiko gangguan pernapasan pada anak, bahkan hingga 13 kali lipat.
Dampak Nyata di Lapangan
Berdasarkan catatan Puskesmas Paron 1, tahun 2023 terdapat 2.607 balita yang berobat dengan keluhan ISPA—setara 5% dari total populasi balita di wilayah tersebut. Desa Tempuran, dengan tingkat perilaku merokok di rumah yang tinggi, mencatat angka kejadian ISPA paling banyak. Rendahnya kesadaran akan bahaya perokok pasif, khususnya terhadap balita, menjadi salah satu faktor penghambat penurunan kasus.
Implikasi Kesehatan dan Sosial
Penelitian ini menegaskan bahwa intervensi kesehatan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada pengobatan ISPA, tetapi juga harus menyasar perubahan perilaku merokok di rumah. Edukasi tentang bahaya perokok pasif, kebijakan kawasan tanpa rokok, serta dorongan untuk menciptakan lingkungan rumah yang bebas asap menjadi langkah strategis untuk memutus mata rantai penyakit ini.
Pesan Penting untuk Keluarga
Bagi para orang tua dan anggota keluarga, penelitian ini menjadi pengingat bahwa asap rokok tidak mengenal batas usia. Balita, dengan sistem kekebalan tubuh yang masih berkembang, adalah korban paling rentan. Setiap batang rokok yang dihisap di rumah berpotensi memperburuk kondisi kesehatan mereka, dari ISPA ringan hingga pneumonia berat yang mengancam nyawa.
Penelitian Ryanda Fikri Husein ini menjadi bukti ilmiah yang memperkuat seruan untuk melindungi anak-anak dari paparan asap rokok di rumah. Sebab, rumah seharusnya menjadi tempat aman untuk tumbuh kembang, bukan medan perang melawan penyakit akibat rokok. (ed. Sulistya NG)
Sumber : repositori UNIMMA