Magelang, 12 Agustus 2025 – Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, terus menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit yang kerap dijuluki “The Silent Killer” ini sering kali tidak menunjukkan gejala hingga mencapai tahap komplikasi, seperti stroke, gagal ginjal, atau serangan jantung. Data Riskesdas 2018 mencatat prevalensi hipertensi nasional mencapai 34,1% pada usia ≥18 tahun, meningkat dari 25,8% pada 2013. Di Jawa Tengah, angkanya bahkan lebih tinggi, yakni 37,57%, dengan jumlah kasus di Kabupaten Magelang melonjak dari 43.053 jiwa pada 2021 menjadi 79.933 jiwa pada 2022.
Fenomena ini juga terlihat jelas di wilayah kerja Puskesmas Mertoyudan II. Berdasarkan studi pendahuluan, 25,66% penduduk usia dewasa di wilayah ini menderita hipertensi, dengan angka pada laki-laki (26,38%) sedikit lebih tinggi daripada perempuan (24,96%). Peneliti Rahayu Gustiana menemukan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga gaya hidup sehat, pola makan seimbang, dan pemanfaatan fasilitas kesehatan menjadi penyebab utama kasus yang terus meningkat.
Menariknya, penelitian ini menyoroti faktor yang kerap luput dari perhatian: peran keluarga. Menurut teori keperawatan keluarga, terdapat lima tugas utama yang dapat memengaruhi kesehatan anggotanya, yakni mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan tindakan yang tepat, merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan agar mendukung kesehatan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia. Keluarga bukan sekadar pihak yang memberikan dukungan moral, melainkan juga menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan penyakit.
Sayangnya, di Puskesmas Mertoyudan II, tugas-tugas ini belum dijalankan secara optimal. Hasil wawancara dengan petugas setempat mengungkap banyak keluarga yang tidak mengenali tanda-tanda hipertensi pada anggotanya, tidak segera mengambil langkah medis saat tekanan darah tinggi terdeteksi, serta kurang memodifikasi lingkungan dan gaya hidup untuk mendukung kesehatan. Akibatnya, penderita sering datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi sudah parah atau dengan komplikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pelaksanaan tugas keperawatan kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa. Menggunakan desain cross sectional dan metode survei deskriptif, peneliti mengambil sampel warga usia 22–59 tahun yang menderita hipertensi (pra-hipertensi, hipertensi tingkat 1, tingkat 2, hingga krisis hipertensi) dan tinggal bersama keluarga. Sebanyak 52 responden mengisi kuesioner berisi 22 pernyataan yang mengukur sejauh mana keluarga melaksanakan tugas-tugas kesehatan tersebut.
Hasil analisis statistik Chi Square menunjukkan nilai signifikansi p = 0,01, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan tugas keperawatan kesehatan keluarga dengan kejadian hipertensi. Nilai koefisien korelasi r = 0,434 mengindikasikan hubungan berada pada kategori sedang. Dengan kata lain, semakin baik keluarga menjalankan tugas-tugas kesehatannya, semakin kecil kemungkinan anggota keluarga mengalami hipertensi atau kondisi ini menjadi semakin parah.
Temuan ini menegaskan bahwa peran keluarga bukan sekadar pelengkap, melainkan komponen vital dalam pengendalian hipertensi. Peneliti menyoroti bahwa keterlibatan keluarga dapat dimulai dari langkah sederhana, seperti rutin memeriksa tekanan darah anggota keluarga, mengatur pola makan rendah garam dan tinggi serat, mendorong aktivitas fisik teratur, serta menciptakan lingkungan rumah yang mendukung gaya hidup sehat. Lebih jauh lagi, keluarga yang sadar akan gejala dan faktor risiko hipertensi akan lebih cepat mengambil tindakan medis yang tepat, sehingga risiko komplikasi dapat ditekan.
Penelitian ini juga membuka peluang bagi Puskesmas untuk mengembangkan program intervensi berbasis keluarga. Edukasi kesehatan tidak hanya difokuskan pada penderita, tetapi juga pada seluruh anggota keluarga. Pendekatan ini diyakini akan lebih efektif karena perubahan perilaku tidak lagi menjadi tanggung jawab individu semata, melainkan menjadi kesepakatan bersama di dalam rumah tangga.
Selain itu, temuan ini relevan bagi kebijakan kesehatan daerah. Dengan mengintegrasikan konsep tugas keperawatan keluarga ke dalam program pencegahan dan penanganan hipertensi, diharapkan angka kejadian dapat ditekan. Program posbindu PTM, kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan, hingga pelatihan kader kesehatan dapat diperkuat dengan materi khusus tentang peran keluarga.
Kesimpulan penelitian ini jelas: Keluarga memiliki peran signifikan dalam mencegah dan mengendalikan hipertensi pada usia dewasa. Optimalisasi lima tugas keperawatan kesehatan keluarga dapat menjadi strategi efektif untuk menurunkan angka kasus, meningkatkan kualitas hidup penderita, dan mengurangi beban layanan kesehatan akibat komplikasi.
Harapannya, kesadaran ini tidak berhenti pada lingkup penelitian, tetapi benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sebab, seperti diungkapkan peneliti, “Kesehatan keluarga adalah fondasi kesehatan masyarakat. Jika keluarga sehat, masyarakat pun akan kuat.” (ed. Sulistya NG)
Sumber : repositori UNIMMA