Rebusan Daun Seledri, Solusi Alami untuk Kendalikan Hipertensi
12 August 2025

mimin

Magelang, 12 Agustus 2025 – Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Data Riskesdas 2018 mencatat prevalensi hipertensi mencapai 55,2%, meningkat tajam dibandingkan tahun 2013. Kondisi ini tidak hanya berisiko menimbulkan komplikasi seperti stroke dan serangan jantung, tetapi juga menjadi “silent killer” karena sering tidak menimbulkan gejala awal yang jelas. Meski obat-obatan antihipertensi tersedia, banyak masyarakat mencari alternatif non-farmakologis yang lebih aman, terjangkau, dan minim efek samping.

Salah satu tanaman yang menarik perhatian peneliti adalah seledri (Apium graveolens). Tanaman ini mengandung senyawa apigenin, flavonoid, vitamin C, kalsium, dan magnesium yang diketahui dapat membantu menurunkan tekanan darah. Bahkan, masyarakat Tiongkok telah lama memanfaatkan seledri sebagai herbal antihipertensi. Penelitian terdahulu juga menunjukkan, rebusan daun seledri dapat menurunkan tekanan darah sistolik hingga 19,5 mmHg dan diastolik rata-rata 12,5 mmHg.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun seledri pada penderita hipertensi, sekaligus melihat dampak terapinya dalam asuhan keperawatan.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Magelang dengan desain studi kasus deskriptif. Subjek penelitian adalah dua pasien berusia 40–55 tahun yang didiagnosis hipertensi. Prosedur pemberian terapi dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP): daun seledri sebanyak 40 gram direbus dengan 400 ml air hingga tersisa 200 ml, lalu diminum 100 ml pagi dan 100 ml sore selama tujuh hari. Tekanan darah diukur sebelum dan sesudah konsumsi setiap harinya, disertai pengkajian kondisi fisik dan keluhan pasien.

Hasilnya cukup menjanjikan.
Pada pasien pertama, tekanan darah awal tercatat 165/89 mmHg. Setelah tujuh hari rutin mengonsumsi rebusan daun seledri, tekanan darahnya menurun menjadi 140/90 mmHg. Keluhan pusing, nyeri kepala, dan pegal pada tengkuk juga berangsur hilang. Pasien kedua mengalami penurunan serupa, dari tekanan darah awal 160/90 mmHg menjadi 135/85 mmHg pada akhir terapi, disertai berkurangnya rasa tidak nyaman dan peningkatan kualitas tidur.

Peneliti mencatat bahwa penurunan tekanan darah terjadi secara bertahap, dengan perubahan signifikan mulai terlihat pada hari ketiga hingga kelima pemberian. Selain itu, tidak ditemukan efek samping berat, kecuali peningkatan frekuensi buang air kecil yang memang menjadi efek diuretik alami seledri.

Dari segi keperawatan, terapi ini mendukung pencapaian tujuan intervensi, yaitu perbaikan perfusi serebral, penurunan keluhan nyeri, dan peningkatan toleransi aktivitas pasien. Edukasi pembuatan rebusan kepada pasien juga berjalan baik, bahkan mereka mampu membuat sendiri di rumah.

Penelitian ini menegaskan bahwa rebusan daun seledri dapat menjadi terapi komplementer efektif bagi penderita hipertensi, terutama bagi mereka yang ingin mengurangi ketergantungan pada obat kimia. Meski demikian, peneliti mengingatkan bahwa penderita dengan gangguan ginjal, kehamilan, atau pengguna obat pengencer darah harus berhati-hati karena seledri memiliki efek diuretik kuat dan potensi interaksi obat.

Dengan hasil positif ini, diharapkan tenaga kesehatan, khususnya perawat, dapat memanfaatkan terapi herbal seperti seledri dalam asuhan keperawatan untuk hipertensi. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel lebih besar dan durasi lebih panjang diperlukan untuk memperkuat bukti ilmiah dan menilai efek jangka panjangnya. (ed. Sulistya NG)

Sumber : repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut