Magelang, 12 Agustus 2025 – Sebuah penelitian yang dilakukan di SD Muhammadiyah 1 Muntilan mengungkapkan bahwa penerapan model pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila. Hasil ini menjadi angin segar bagi upaya perbaikan kualitas pembelajaran, khususnya dalam materi yang sering dianggap berat dan kurang diminati siswa.
Pendidikan abad ke-21 menuntut generasi muda memiliki keterampilan berpikir kritis, yakni kemampuan menganalisis, menilai, dan mengolah informasi secara objektif untuk memecahkan masalah. Namun, hasil observasi awal di kelas IV SD Muhammadiyah 1 Muntilan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum mampu menginterpretasikan soal cerita, menganalisis permasalahan, atau memberikan kesimpulan dan penjelasan yang tepat dalam soal esai. Keaktifan siswa dalam bertanya atau menjawab pertanyaan pun masih terbatas, dan nilai ujian Pendidikan Pancasila banyak yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKTP) 75.
Berangkat dari permasalahan ini, penelitian yang dipimpin oleh Lestiarini Isnani mencoba menguji efektivitas model pembelajaran TAI sebagai alternatif metode pengajaran. TAI adalah model pembelajaran kooperatif yang menggabungkan kerja sama kelompok dan pembelajaran individual. Dalam penerapannya, siswa dibagi ke dalam kelompok heterogen beranggotakan 4–6 orang. Setiap anggota bertanggung jawab membantu satu sama lain memahami materi, menyelesaikan tugas, serta mencapai target belajar.
Keunggulan TAI terletak pada fleksibilitasnya. Siswa dengan kemampuan berbeda tetap dapat berkembang sesuai kecepatannya masing-masing, sambil memanfaatkan diskusi kelompok untuk memperdalam pemahaman. Kegiatan pembelajaran dirancang berjenjang mulai dari placement test (tes awal), penjelasan materi singkat (teaching group), pengerjaan tugas kelompok (student creative dan team study), kuis cepat (facts test), hingga pemberian penghargaan pada kelompok dengan kinerja terbaik (team recognition).
Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental design dengan desain nonequivalent control group. Sebanyak 64 siswa kelas IV menjadi responden, dibagi dalam kelompok eksperimen yang menggunakan TAI dan kelompok kontrol yang tetap menggunakan metode konvensional. Instrumen pengumpulan data berupa pretest dan posttest terkait materi Sejarah Perumusan Pancasila, yang divalidasi oleh ahli dan diuji reliabilitasnya menggunakan IBM SPSS 23.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kemampuan berpikir kritis siswa yang belajar dengan TAI. Nilai rata-rata pretest siswa adalah 53, sedangkan rata-rata posttest mencapai 64, atau naik 11 poin. Analisis statistik menggunakan uji Mann Whitney menghasilkan nilai signifikansi 0,003, jauh di bawah ambang batas 0,05. Hal ini menandakan bahwa perbedaan hasil belajar antara sebelum dan sesudah penerapan TAI bukanlah kebetulan, melainkan akibat dari intervensi metode tersebut.
Peningkatan ini terjadi pada enam aspek kemampuan berpikir kritis yang diukur, yakni interpretasi, analisis, kesimpulan, evaluasi, penjelasan, dan penguatan diri. Melalui kerja kelompok dan diskusi aktif, siswa lebih terlatih mengajukan pertanyaan, mempertanyakan informasi, memberikan alasan logis, dan mencari solusi bersama. Keaktifan mereka juga meningkat karena setiap anggota merasa memiliki peran penting dalam keberhasilan kelompok.
Guru yang terlibat dalam penelitian ini mengaku bahwa TAI membantu mereka memantau perkembangan siswa secara lebih menyeluruh. “Model ini mendorong siswa saling membantu dan memotivasi, sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup. Siswa yang awalnya pasif mulai berani berbicara dan mengemukakan pendapat,” ungkap salah satu guru kelas IV.
Meski demikian, peneliti juga mencatat beberapa tantangan dalam penerapan TAI, seperti potensi ketidakseimbangan kontribusi dalam kelompok dan perlunya pengawasan ekstra agar diskusi tetap fokus. Namun, tantangan ini dapat diatasi dengan bimbingan intensif dari guru dan pembagian tugas yang jelas di antara anggota kelompok.
Penelitian ini menegaskan bahwa inovasi pembelajaran seperti TAI patut dipertimbangkan untuk mengatasi rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, terutama pada mata pelajaran yang dianggap sulit. Dengan kombinasi kerja tim dan pembelajaran individual, siswa tidak hanya memahami materi lebih baik, tetapi juga mengasah keterampilan sosial, komunikasi, dan pemecahan masalah—bekal penting untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Seiring tuntutan zaman yang kian kompleks, langkah seperti ini menjadi bukti bahwa pendidikan dasar di Indonesia mampu beradaptasi dan mencari strategi efektif demi membentuk generasi yang kritis, kolaboratif, dan siap bersaing di era global. (ed. Sulistya NG)
Sumber : repositori UNIMMA