Magelang, 13 Agustus 2025 – Menjaga kebersihan gigi dan mulut bagi pasien yang tidak sadar di ruang perawatan intensif kerap menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga medis. Pasien dalam kondisi ini tidak mampu membersihkan mulutnya sendiri, sementara risiko penumpukan plak, infeksi bakteri, hingga pneumonia aspirasi mengintai setiap saat.
Berangkat dari permasalahan tersebut, Eli Kusumawati, mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, melakukan penelitian bertajuk “Penggunaan Suction Toothbrush untuk Oral Hygiene Pasien Tidak Sadar: Literature Review”. Penelitian yang berlangsung Februari hingga Mei 2024 ini bertujuan mengevaluasi efektivitas suction toothbrush—alat pembersih gigi yang dilengkapi fungsi penghisap—sebagai solusi perawatan kebersihan mulut pasien tidak sadar.
Menurut Eli, metode pembersihan tradisional seperti sikat gigi manual atau spons sering kali kurang efektif untuk pasien di ICU, terutama yang menggunakan ventilator. “Banyak pasien tetap mengalami masalah kebersihan mulut walau telah mendapatkan perawatan, sehingga risiko infeksi seperti pneumonia aspirasi tetap tinggi,” ungkapnya.
Melalui tinjauan pustaka terhadap enam artikel ilmiah terbitan 2019–2024 yang memenuhi kriteria inklusi, penelitian ini mengungkap bahwa suction toothbrush mampu membersihkan plak dan sisa makanan secara lebih efektif dibanding metode konvensional. Keunggulannya terletak pada kombinasi sikat lembut dengan sistem hisap yang mengeluarkan air liur, debris, dan cairan pembersih langsung dari rongga mulut. Mekanisme ini meminimalkan risiko aspirasi, yang sering menjadi penyebab infeksi paru pada pasien kritis.
Hasil penelitian yang dianalisis menunjukkan bahwa pasien tidak sadar yang mendapatkan perawatan dengan suction toothbrush mengalami peningkatan signifikan dalam kebersihan mulut. Plak berkurang drastis, kesehatan gusi membaik, dan bau mulut berkurang. Bahkan, penggunaan alat ini terbukti membantu menurunkan angka kejadian pneumonia terkait ventilator (VAP) di ICU.
Menariknya, efektivitas alat ini dapat meningkat bila dipadukan dengan larutan antiseptik chlorhexidine gluconate. Kombinasi keduanya tidak hanya mengurangi plak dan bakteri, tetapi juga mempercepat penyembuhan luka di mulut. Studi internasional yang ditinjau dalam penelitian ini menyebutkan bahwa pasien ICU yang dirawat dengan suction toothbrush plus chlorhexidine memiliki risiko infeksi mulut lebih rendah dibanding yang menggunakan metode pembersihan biasa.
Namun, penelitian ini juga menyoroti beberapa kendala di lapangan. Di banyak rumah sakit daerah, suction toothbrush belum digunakan secara luas. Alasan utamanya adalah harga yang relatif mahal dan keterbatasan anggaran. Selain itu, sebagian tenaga kesehatan masih belum familiar dengan prosedur penggunaannya, sehingga diperlukan pelatihan dan pembaruan standar operasional.
Eli menekankan bahwa meskipun memiliki keterbatasan, suction toothbrush menawarkan manfaat signifikan bagi pasien tidak sadar, baik yang menggunakan alat bantu napas maupun tidak. “Kunci keberhasilan terletak pada pemahaman prosedur, pengaturan posisi pasien yang tepat, serta pengawasan selama proses pembersihan,” ujarnya.
Penelitian ini merekomendasikan agar rumah sakit mulai mempertimbangkan penggunaan suction toothbrush sebagai bagian dari protokol perawatan mulut di ICU dan bangsal perawatan pasien tidak sadar. Selain itu, perlu adanya panduan nasional yang memuat prosedur, frekuensi, dan kombinasi penggunaan dengan larutan antiseptik untuk hasil optimal.
Dengan semakin banyaknya bukti ilmiah, suction toothbrush dipandang sebagai inovasi yang tidak hanya meningkatkan kualitas kebersihan mulut pasien, tetapi juga berkontribusi pada pencegahan infeksi, pemulihan lebih cepat, dan pengurangan lama rawat inap.
Eli berharap hasil penelitiannya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan di bidang pelayanan kesehatan. “Perawatan mulut bukan sekadar menjaga senyum indah, tapi juga menyelamatkan nyawa, terutama bagi pasien yang tak mampu melakukannya sendiri,” pungkasnya. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA