Magelang, 13 Agustus 2025 – Kabupaten Magelang memiliki barisan petugas pemadam kebakaran yang tak kenal lelah berjibaku melawan api, mengevakuasi korban, hingga menghadapi berbagai bencana lain yang mengancam nyawa. Namun di balik keberanian itu, mereka kerap dihadapkan pada risiko tinggi, minimnya perlengkapan, serta perlindungan hukum yang belum sepenuhnya memadai.
Penelitian yang dilakukan Sigit Korniawan ini bertujuan mengungkap bagaimana pemerintah daerah berupaya menjamin keselamatan dan memberikan perlindungan hukum kepada para petugas pemadam kebakaran, serta mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam proses tersebut.
Petugas pemadam kebakaran di Magelang, yang berada di bawah naungan Unit Pelaksana Teknis Penanggulangan Kebakaran (UPT PK) Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Kebakaran, bukan hanya memadamkan api. Mereka juga mengevakuasi korban kecelakaan, menangani bencana alam, hingga melakukan animal rescue. Tugas-tugas ini menempatkan mereka dalam situasi berisiko tinggi: mulai dari tertimpa bangunan runtuh, terpapar asap beracun, sengatan listrik, hingga ancaman lalu lintas saat mobil melaju menuju lokasi kejadian.
Peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dan Permendagri No. 114 Tahun 2018, sudah mengatur standar keselamatan, sarana-prasarana, serta hak-hak pekerja. Namun, implementasinya di lapangan kerap menemui hambatan. Salah satu contoh nyata adalah kasus kecelakaan mobil pemadam di Jalan Urip Sumoharjo yang hingga kini belum tuntas penyelesaiannya karena belum ada kejelasan hukum. Penelitian ini memfokuskan dua hal utama:
- Mengidentifikasi bentuk perlindungan hukum yang sudah dan seharusnya diberikan kepada petugas pemadam kebakaran di Kabupaten Magelang.
- Menganalisis faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan perlindungan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah melakukan beberapa langkah untuk melindungi petugas pemadam kebakaran, antara lain:
-
Pengadaan sarana dan prasarana sesuai standar, seperti mobil pemadam, alat pelindung diri, dan perlengkapan penyelamatan.
-
Peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan dan pembinaan, agar petugas memiliki keterampilan teknis dan kesiapan mental.
-
Pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan, termasuk pendaftaran petugas sebagai peserta BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Namun, berbagai kendala masih menjadi batu sandungan. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan anggaran, jumlah personel yang belum ideal, serta sarana yang belum sepenuhnya memenuhi standar. Perlindungan hukum pun belum maksimal, terutama saat petugas menghadapi masalah hukum akibat kecelakaan atau insiden di lapangan.
Dinamika di Lapangan
UPT PK Kabupaten Magelang memiliki 243 personel, sebagian besar berstatus Non-PNS. Mereka bertugas dalam sistem piket 24 jam, siap siaga di kantor pusat maupun pos-pos Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK). Tugas harian dimulai dengan apel pagi, pengecekan menyeluruh mobil dan peralatan, lalu menjaga kesiapan hingga panggilan tugas datang.
Misi mereka jelas: menciptakan rasa aman dan tenteram masyarakat dari ancaman kebakaran. Namun, realisasinya membutuhkan dukungan penuh, bukan hanya dari sisi teknis dan anggaran, tetapi juga perlindungan hukum yang jelas dan tegas.
Sigit Korniawan menyimpulkan bahwa meski sudah ada upaya nyata dari pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada petugas pemadam kebakaran, masih banyak celah yang perlu diperbaiki. Sarana-prasarana dan kesejahteraan harus ditingkatkan, pelatihan diperluas, serta mekanisme perlindungan hukum diperkuat. Perlindungan yang komprehensif bukan hanya akan menjaga keselamatan petugas, tetapi juga meningkatkan kecepatan dan kualitas layanan mereka kepada masyarakat.
Harapan ke Depan
Petugas pemadam kebakaran adalah garda terdepan yang rela mengorbankan nyawa demi keselamatan orang lain. Penelitian ini menjadi pengingat bahwa keberanian mereka harus dibalas dengan jaminan keselamatan kerja dan perlindungan hukum yang setara. Dukungan regulasi, anggaran, dan kesadaran masyarakat menjadi kunci agar para “pahlawan merah” ini dapat terus menjalankan tugas mulianya tanpa dibayangi rasa khawatir akan nasib sendiri. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA