Kolaborasi Lintas Profesi di IGD RSUD Tidar: Kunci Keselamatan Pasien yang Belum Optimal
13 August 2025

mimin

Magelang, 13 Agustus 2025 – Dalam dunia layanan kesehatan, Instalasi Gawat Darurat (IGD) ibarat pintu depan rumah sakit. Di sinilah pasien dengan kondisi kritis ditangani, mulai dari korban kecelakaan hingga pasien dengan serangan penyakit mendadak. Namun, di balik kerja cepat yang terlihat, ada dinamika kolaborasi lintas profesi yang ternyata belum sepenuhnya berjalan mulus.

Penelitian terbaru dari Christina Diah Ikawati Karaeng, mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, mengupas secara rinci praktik kolaborasi interprofesional di IGD RSUD Tidar Kota Magelang. Kolaborasi interprofesional yang dimaksud adalah kerja sama antara berbagai tenaga kesehatan – mulai dari dokter, perawat, bidan, radiografer, analis laboratorium, hingga apoteker – yang memiliki peran berbeda namun saling melengkapi demi keselamatan dan kualitas perawatan pasien.

Christina mengungkapkan bahwa IGD merupakan unit yang penuh tekanan, dengan mobilitas tinggi dan aliran informasi yang deras. Kondisi ini menuntut koordinasi yang cepat, akurat, dan tepat sasaran. Sayangnya, di banyak tempat, termasuk RSUD Tidar, komunikasi yang kurang efektif dan ketidakjelasan pembagian peran sering menjadi penghambat. Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan, sebagian perawat masih memandang kolaborasi dengan dokter sebatas “membantu” saja, bukan sebagai mitra sejajar.

Dampaknya, pasien dan keluarga terkadang tidak mendapatkan informasi lengkap tentang kondisi kesehatan, biaya perawatan, atau prosedur lanjutan. Hal ini menjadi sinyal bahwa praktik kolaborasi perlu dievaluasi secara serius.


Penelitian ini bertujuan menggambarkan kondisi nyata kolaborasi interprofesional di IGD RSUD Tidar, dengan fokus pada tiga aspek utama: kemitraan, kerjasama, dan koordinasi. Christina juga ingin melihat bagaimana latar belakang profesi, usia, dan pengalaman kerja memengaruhi kualitas kolaborasi ini.


Menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan desain cross-sectional, penelitian ini melibatkan 105 responden dari berbagai profesi di IGD. Instrumen yang digunakan adalah Assessment of Interprofessional Team Collaboration Scale (AITCS) yang menilai tingkat kemitraan, kerjasama, dan koordinasi dengan skala 1–5. Hasilnya dikategorikan menjadi “Perlu Kolaborasi” (1.0–2.9), “Menuju Kolaborasi” (3.0–3.9), dan “Kolaborasi Baik” (4.0–5.0).

Menuju Kolaborasi
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik kolaborasi interprofesional di IGD RSUD Tidar berada pada kategori “Menuju Kolaborasi”.

  • Kemitraan rata-rata mendapat skor 3,89. Angka ini menunjukkan sudah ada upaya untuk membangun hubungan sejajar antarprofesi, tetapi belum sepenuhnya konsisten.

  • Kerjasama mencatat skor rata-rata 3,87. Artinya, sebagian besar tenaga kesehatan mampu bekerja sama, namun masih ada ruang perbaikan dalam mendengarkan, menghargai pendapat, dan berbagi tanggung jawab.

  • Koordinasi memperoleh skor tertinggi, 3,94. Meski demikian, koordinasi lintas profesi tetap memerlukan sistem dan prosedur yang lebih jelas agar setiap tindakan pasien dapat berjalan lebih sinkron.

Dari segi latar belakang profesi, dokter cenderung memberikan skor kolaborasi lebih tinggi dibanding profesi lain. Sementara itu, perawat – yang menjadi mayoritas responden – memberikan penilaian lebih kritis, khususnya pada aspek kemitraan. Responden dengan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun umumnya menunjukkan penilaian kolaborasi yang lebih baik dibanding tenaga kesehatan yang baru bekerja.

PR Besar di Komunikasi dan Peran
Hasil ini menegaskan bahwa kolaborasi di IGD RSUD Tidar sudah berada di jalur yang benar, tetapi belum mencapai tingkat optimal. Komunikasi efektif dan kejelasan peran menjadi dua kunci utama yang perlu diperkuat. Kurangnya kebijakan tertulis tentang kolaborasi interprofesional di RSUD Tidar juga disebut sebagai salah satu penyebab tidak seragamnya pemahaman dan pelaksanaan di lapangan.

Christina menilai, rumah sakit perlu menetapkan pedoman kolaborasi yang tegas, melakukan pelatihan lintas profesi, serta mendorong budaya saling menghormati di semua lini. Dengan begitu, setiap tenaga kesehatan dapat melihat rekan dari profesi lain bukan hanya sebagai “pembantu tugas”, melainkan mitra sejajar dalam misi menyelamatkan pasien.

Penelitian ini memberikan gambaran jelas bahwa peningkatan kolaborasi interprofesional bukan hanya soal kebijakan di atas kertas, tetapi juga perubahan pola pikir dan kebiasaan kerja sehari-hari. Dengan memperbaiki komunikasi, memperjelas peran, dan memperkuat koordinasi, IGD RSUD Tidar dapat meningkatkan keselamatan pasien, kualitas perawatan, dan kepuasan kerja tenaga kesehatan itu sendiri.

Christina berharap temuannya dapat menjadi bahan evaluasi sekaligus pijakan bagi RSUD Tidar dan rumah sakit lain di Indonesia untuk membangun kolaborasi lintas profesi yang lebih solid. Sebab, di dunia gawat darurat, setiap detik yang dihemat dan setiap informasi yang tepat bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut