Magelang – Di tengah suasana tegang menjelang tindakan operasi, senyum dan tawa anak-anak ternyata bisa menjadi “obat” mujarab. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Lail Musfiroh, mahasiswa Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, mengungkap bahwa terapi bermain dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia pra sekolah yang akan menjalani pembedahan.
Penelitian ini mengangkat fakta bahwa hospitalisasi – terlebih pembedahan – sering menjadi pengalaman yang penuh tekanan bagi anak pra sekolah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, kelompok usia 0-9 tahun menjadi yang paling banyak mengalami rawat inap. Anak pada rentang usia ini sangat rentan mengalami stres karena lingkungan rumah sakit yang asing, prosedur medis yang menakutkan, serta perpisahan dari orang tua.
Bagi anak, operasi bukan sekadar prosedur medis. Ada ketakutan akan rasa sakit, kekhawatiran terhadap “cedera” tubuh, hingga bayangan berpisah dari orang tua. Peneliti yang sehari-hari bertugas di ruang operasi RSUD Tidar Magelang mengaku sering melihat pasien anak yang menangis, berontak, dan enggan berpisah dari orang tuanya. Bahkan, sedasi sering digunakan untuk mempermudah pemisahan sebelum operasi. Dari sinilah ide penelitian ini lahir.
Menelisik Terapi Bermain Lewat Literatur
Alih-alih melakukan penelitian lapangan, Lail Musfiroh memilih metode literature review. Dengan memanfaatkan pedoman PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analyses), ia menyeleksi ribuan artikel dari database internasional seperti PubMed, Google Scholar, dan Science Direct. Dari 3.325 artikel awal, hanya lima yang memenuhi kriteria inklusi, yakni fokus pada pasien anak pra sekolah, intervensi terapi bermain, dan desain penelitian yang kuat seperti randomized controlled trial atau quasi experiment.
Kelima jurnal yang dianalisis menunjukkan konsistensi: terapi bermain menurunkan kecemasan anak secara signifikan. Bentuk permainannya bervariasi — mulai dari video game, storytelling, bermain boneka, menonton animasi, hingga mewarnai buku gambar.
Dalam salah satu studi, kelompok anak yang bermain video game menunjukkan penurunan tingkat kecemasan dari kategori “di atas rata-rata” menjadi “ringan” sepenuhnya. Penelitian lain menemukan bahwa menonton pertunjukan boneka mampu menurunkan skor kecemasan lebih efektif dibanding menonton animasi atau tanpa intervensi. Bahkan, aktivitas sederhana seperti mewarnai terbukti menurunkan kecemasan dari kategori “berat” menjadi “ringan” atau bahkan hilang sama sekali.
Menariknya, penurunan kecemasan terjadi baik pada intervensi yang melibatkan teknologi modern maupun permainan tradisional. Faktor kuncinya terletak pada keterlibatan anak secara aktif, distraksi dari suasana tegang, serta perasaan aman yang muncul ketika bermain.
Implikasi untuk Layanan Kesehatan
Penelitian ini menegaskan bahwa terapi bermain bukan hanya hiburan, melainkan intervensi terapeutik yang memiliki dasar ilmiah. Manfaatnya meliputi pengurangan stres, pengalihan perhatian dari rasa takut, peningkatan interaksi sosial, hingga memperbaiki persepsi anak terhadap prosedur medis.
Bagi rumah sakit, hasil ini membuka peluang untuk mengintegrasikan program terapi bermain dalam standar pelayanan, terutama di ruang tunggu pra operasi. Perawat dan tenaga kesehatan diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang ramah anak, menyediakan fasilitas bermain sederhana, serta melibatkan orang tua dalam proses tersebut.
Peneliti juga menekankan pentingnya kreativitas tenaga kesehatan. Tidak semua intervensi membutuhkan biaya besar; boneka tangan, alat mewarnai, atau permainan peran sederhana dapat menjadi sarana yang efektif.
Perlu Riset Lanjutan
Meskipun hasil penelitian ini menjanjikan, Lail Musfiroh mengingatkan bahwa penelitian lebih lanjut tetap diperlukan. Faktor seperti durasi bermain, jenis permainan paling efektif, dan perbedaan respons berdasarkan karakter anak masih perlu dieksplorasi.
Namun satu hal jelas: di tengah hiruk pikuk persiapan operasi, bermain bukan sekadar kegiatan pengisi waktu. Bagi anak pra sekolah, bermain adalah bahasa mereka untuk memahami, mengatasi, dan meredakan rasa takut. Dan bagi dunia kesehatan, bermain adalah jembatan menuju perawatan yang lebih manusiawi.
Dengan temuan ini, diharapkan rumah sakit di seluruh Indonesia, termasuk RSUD Tidar Magelang, mulai mempertimbangkan penerapan terapi bermain secara terstruktur. Sebab, di balik tawa kecil seorang anak, tersimpan kekuatan besar untuk melawan rasa cemas — bahkan sebelum jarum suntik menyentuh kulit mereka. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA