Menelisik Faktor Penentu Keberhasilan Surgical Safety Checklist di Ruang Operasi
15 August 2025

mimin

Magelang, 15 Agustus 2025 – Keselamatan pasien di ruang operasi kembali menjadi sorotan serius dunia medis. Di balik dinding steril ruang bedah, keberhasilan prosedur pembedahan bukan hanya soal keterampilan ahli bedah, tetapi juga kepatuhan terhadap protokol keselamatan yang terstandar. Salah satu protokol penting tersebut adalah Surgical Safety Checklist (SSC), daftar periksa yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 2008 untuk memastikan pasien menjalani operasi dengan aman.

Sayangnya, di Indonesia, tingkat kepatuhan terhadap SSC masih tergolong rendah. Padahal, data WHO membuktikan bahwa penerapan SSC secara konsisten dapat menurunkan komplikasi pascaoperasi hingga hampir setengahnya dan mengurangi angka kematian pasien hingga 47 persen. Fakta ini menjadi titik awal penelitian yang dilakukan oleh Setiadi Nugroho, mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Melalui kajian literatur dari 13 jurnal terbitan 2020–2023, Setiadi mengupas tuntas faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan SSC di ruang operasi.

Mengapa SSC Begitu Penting?
Dalam prosedur pembedahan, risiko kesalahan medis bukanlah hal sepele. Kesalahan identitas pasien, salah lokasi operasi, keterlambatan pemberian antibiotik, hingga peralatan yang tidak steril dapat memicu infeksi, komplikasi serius, bahkan kematian. SSC dirancang untuk mencegah semua kemungkinan tersebut melalui tiga tahap utama: Sign In (sebelum pembiusan), Time Out (sebelum sayatan), dan Sign Out (sebelum pasien keluar dari ruang operasi).

Di negara-negara yang menerapkannya dengan disiplin, SSC terbukti efektif. Sebaliknya, penelitian di beberapa rumah sakit Indonesia menunjukkan masih banyak tenaga medis yang belum sepenuhnya patuh, dengan tingkat kepatuhan bervariasi antara 62 hingga 93 persen.

Faktor Penentu Kepatuhan
Penelitian Setiadi menemukan sejumlah faktor kunci yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan SSC. Dari 13 artikel yang dianalisis, faktor pengetahuan muncul sebagai yang paling dominan, memengaruhi kepatuhan di 8 artikel. Pengetahuan yang baik memungkinkan tenaga medis memahami urgensi setiap langkah SSC dan dampaknya terhadap keselamatan pasien.

Motivasi menjadi faktor kedua yang signifikan, muncul di 5 artikel. Tenaga medis yang memiliki dorongan kuat—baik karena kesadaran profesional maupun dukungan lingkungan kerja—cenderung lebih konsisten dalam mengisi dan menerapkan SSC.

Pendidikan formal juga memainkan peran, tercatat pada 4 artikel. Mayoritas tenaga medis dalam kajian ini memiliki latar belakang pendidikan D-III Keperawatan, dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diasosiasikan dengan penerimaan dan penerapan protokol yang lebih baik.

Faktor lain seperti usia, lama kerja, sikap positif, dan beban kerja tinggi juga ditemukan memengaruhi, meskipun hanya pada satu atau dua artikel. Menariknya, jenis kelamin tidak memiliki hubungan signifikan dengan kepatuhan.

Kepatuhan Tim Bedah Masih Beragam
Dari sisi hasil kepatuhan, 10 dari 13 artikel menunjukkan tim bedah berada dalam kategori patuh terhadap pelaksanaan SSC. Namun, angka ini belum ideal. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) bahkan mengharuskan penerapan SSC mencapai 100 persen untuk setiap tindakan operasi.

Penelitian ini juga menyoroti adanya hambatan di lapangan, seperti persepsi berbeda antaranggota tim bedah terhadap waktu pelaksanaan Sign Out, keterbatasan sosialisasi, hingga tingginya beban kerja yang dapat mengurangi fokus pada prosedur administratif.

Implikasi untuk Dunia Medis
Temuan Setiadi memberi gambaran jelas bahwa peningkatan pengetahuan dan motivasi tenaga medis menjadi kunci keberhasilan penerapan SSC. Pelatihan rutin, sosialisasi berkala, dan dukungan manajemen rumah sakit sangat diperlukan untuk memastikan setiap prosedur SSC dijalankan secara konsisten.

Selain itu, strategi manajemen sumber daya manusia yang memperhatikan beban kerja juga penting. Beban kerja berlebih berpotensi membuat tenaga medis mengabaikan langkah-langkah administratif yang dianggap memakan waktu, padahal langkah-langkah tersebut krusial untuk mencegah kesalahan fatal.

Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan bahwa pelaksanaan Surgical Safety Checklist bukan hanya formalitas, melainkan garis pertahanan terakhir bagi keselamatan pasien di ruang operasi. Pengetahuan, motivasi, dan pendidikan tenaga medis adalah fondasi utamanya, sementara faktor pendukung seperti sikap positif dan pengalaman kerja turut memperkuat kepatuhan.

Dengan komitmen kuat dari seluruh tim bedah dan dukungan penuh dari manajemen rumah sakit, SSC dapat menjadi senjata ampuh untuk menekan angka komplikasi dan kematian akibat pembedahan. Di tengah tuntutan layanan kesehatan yang semakin kompleks, menjaga keselamatan pasien adalah kewajiban moral dan profesional yang tak bisa ditawar. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut