Magelang, 22 Agustus 2025 – Di balik merdunya alunan gitar yang lahir dari tangan-tangan perajin Desa Ngrombo, Jiken, Kabupaten Blora, tersimpan sebuah kenyataan yang jarang disorot: bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Prabowo mengangkat isu penting ini, menyoroti potensi risiko yang dihadapi para pekerja industri kerajinan gitar yang selama ini menjadi kebanggaan daerah.
Tujuan penelitian ini cukup jelas: mengidentifikasi potensi bahaya yang timbul dalam proses produksi gitar serta memberikan rekomendasi pengendalian agar industri rumahan ini tidak hanya menghasilkan instrumen berkualitas, tetapi juga melindungi kesejahteraan para perajinnya. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif, melalui observasi langsung dan wawancara dengan pekerja di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tahapan produksi gitar menyimpan risiko tersendiri. Dari awal proses pemilihan kayu, para pekerja sudah berhadapan dengan bahaya fisik berupa serpihan kayu, kebisingan mesin, hingga debu halus yang berpotensi mengganggu pernapasan. Proses pemotongan dan pembentukan kayu dengan gergaji mesin menghadirkan risiko kecelakaan kerja akibat kelalaian atau kurangnya perlindungan diri.
Bahaya kimia juga menjadi sorotan. Penggunaan lem, cat, hingga bahan pelapis gitar ternyata menimbulkan ancaman serius jika terhirup dalam jangka panjang. Pekerja umumnya tidak menggunakan masker standar, sehingga risiko gangguan pernapasan, iritasi kulit, hingga penyakit akibat paparan bahan kimia berbahaya terbuka lebar. Bahkan, dalam tahap finishing, bau menyengat dari cat dan pelarut sering kali menjadi “teman kerja” sehari-hari yang diam-diam mengikis kesehatan mereka.
Dari sisi ergonomi, penelitian menemukan bahwa sebagian besar pekerja bekerja dengan posisi tubuh membungkuk dalam waktu lama, tanpa meja kerja yang sesuai standar. Akibatnya, keluhan pegal-pegal, nyeri pinggang, hingga masalah otot dan tulang menjadi hal yang wajar ditemui di kalangan perajin. Faktor ini jarang dianggap serius, padahal dalam jangka panjang bisa menurunkan produktivitas bahkan mengancam kelangsungan mata pencaharian mereka.
Menariknya, penelitian ini juga menyoroti rendahnya kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan kerja. Peralatan pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, masker, atau kacamata pelindung nyaris tidak digunakan, bukan hanya karena keterbatasan biaya, tetapi juga karena dianggap merepotkan. Minimnya pengetahuan tentang bahaya bahan kimia dan risiko ergonomi membuat para pekerja merasa kondisi tersebut “biasa saja.”
Sigit Prabowo dalam penelitiannya menekankan bahwa upaya pengendalian bahaya sangat mungkin dilakukan, bahkan dengan cara sederhana. Misalnya, menyediakan ventilasi yang lebih baik di ruang kerja, menggunakan masker yang sesuai standar, serta menata ulang meja dan kursi agar lebih ergonomis. Selain itu, penting juga adanya pelatihan dan sosialisasi tentang bahaya kesehatan serta cara pencegahannya. Dengan langkah-langkah tersebut, industri gitar Ngrombo bisa tetap berkembang tanpa mengorbankan kesehatan para perajinnya.
Penelitian ini membuka mata kita bahwa di balik produk kerajinan yang mengharumkan nama daerah, ada pekerjaan berat yang penuh risiko. Jika dibiarkan, bahaya-bahaya tersebut bisa mengurangi usia produktif para perajin, bahkan mengancam keberlanjutan industri itu sendiri.
Pada akhirnya, karya Sigit bukan hanya sebuah penelitian akademis, tetapi juga seruan moral agar semua pihak – mulai dari perajin, pemerintah daerah, hingga konsumen – lebih peduli terhadap keselamatan kerja di sektor industri kecil. Dengan demikian, gitar-gitar indah dari Ngrombo tidak hanya akan dikenal karena kualitas nadanya, tetapi juga karena lahir dari lingkungan kerja yang sehat dan manusiawi. (ed. Sulistya NG)
sumber: repositori UNIMMA