Magelang, 22 Agustus 2025 – Stunting masih menjadi momok kesehatan yang serius di Indonesia. Meski angka prevalensinya menurun dari tahun ke tahun, jumlah balita yang tumbuh tidak sesuai dengan usianya masih tergolong tinggi. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada fisik anak, tetapi juga pada kecerdasan, kesehatan metabolisme, hingga produktivitas mereka ketika dewasa nanti.
Hal itulah yang mendorong Safania Indra Rukmana, mahasiswi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk melakukan penelitian bertajuk “Efektivitas Pencegahan Stunting: Literature Review”. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan atas banyaknya program pemerintah yang sudah berjalan, tetapi efektivitasnya masih belum optimal.
Stunting Jadi Ancaman
Stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan asupan gizi, penyakit infeksi berulang, serta pola asuh yang tidak memadai menjadi penyebab utama. Data Kementerian Kesehatan tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting nasional masih berada di angka 21,6 persen, dengan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi tertinggi.
Dampak yang ditimbulkan tidak main-main. Anak stunting lebih rentan sakit, memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah, dan berisiko menderita penyakit kronis ketika dewasa. Bahkan, masalah gizi ini diperkirakan menyumbang kerugian ekonomi berupa hilangnya 2–3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya.
Safania ingin menjawab satu pertanyaan penting: seberapa efektif upaya pencegahan stunting yang sudah dilakukan selama ini, khususnya melalui intervensi gizi? Untuk itu, ia melakukan literature review dengan menelaah berbagai penelitian relevan dari tahun 2019 hingga 2023. Dari ratusan artikel yang ia telusuri lewat Google Scholar dan PubMed, akhirnya terpilih lima artikel utama yang sesuai dengan kriteria.
Metode yang digunakan dalam artikel-artikel tersebut umumnya berupa quasi experiment, dengan responden balita usia di bawah lima tahun. Bentuk intervensi yang diteliti pun beragam, mulai dari pemberian ikan mujair, ikan kakap, ikan kembung, hingga nugget ikan yang diperkaya dengan zinc.
PMT Efektif Cegah Stunting
Hasil kajian Safania menunjukkan satu benang merah yang konsisten: pemberian Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terbukti efektif dalam mencegah stunting.
- Ikan Mujair dan Zinc
Salah satu penelitian di Kebumen menemukan adanya peningkatan tinggi badan signifikan pada balita stunting setelah rutin diberi ikan mujair dan suplemen zinc. - Nugget Ikan Diperkaya Zinc
Penelitian di Jakarta Selatan memberikan nugget ikan ditambah suplemen zinc selama enam minggu. Hasilnya, ada peningkatan tinggi badan yang terukur pada kelompok perlakuan dibandingkan kontrol. - Biskuit Ikan Kakap
Balita stunting yang diberi biskuit berbahan dasar ikan kakap menunjukkan pertambahan tinggi badan lebih baik dibandingkan sebelum intervensi. - Biskuit Daun Kelor dan Ikan Kembung
Di penelitian lain, kombinasi daun kelor dan ikan kembung tidak hanya menambah tinggi badan tetapi juga meningkatkan berat badan balita stunting. - Pemberian Tablet Zinc
Suplemen zinc yang diberikan dua kali seminggu selama tiga bulan juga memberikan hasil positif terhadap pertumbuhan anak.
Dari kelima artikel tersebut, semuanya menyimpulkan hal serupa: intervensi berupa makanan tambahan bergizi mampu memperbaiki status gizi balita, khususnya dalam indikator tinggi badan menurut umur (TB/U).
Penelitian Safania memberi pesan penting bagi pemerintah daerah maupun tenaga kesehatan. Selama ini, program gizi memang sudah berjalan, namun banyak yang belum tepat sasaran atau tidak dilakukan secara konsisten. Misalnya, distribusi tablet tambah darah untuk ibu hamil yang seharusnya 90 tablet, tetapi mayoritas hanya menerima kurang dari sepertiganya.
Dengan bukti bahwa intervensi PMT mampu menekan angka stunting, perlu ada upaya lebih serius dalam memastikan ketersediaan, distribusi, serta kualitas makanan tambahan yang diberikan pada ibu hamil, balita, maupun anak usia dini.
Selain itu, penelitian ini juga menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi. Pencegahan stunting tidak bisa hanya mengandalkan sektor kesehatan. Perlu sinergi dengan sektor pendidikan, ketahanan pangan, dan sanitasi. Edukasi tentang ASI eksklusif, MP-ASI yang tepat, hingga penyediaan air bersih dan sanitasi layak harus berjalan beriringan dengan intervensi gizi.
Safania berharap hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, terutama di tingkat lokal. Kabupaten dan kota yang masih memiliki angka stunting tinggi bisa menggunakan temuan ini untuk memperkuat program PMT di posyandu maupun sekolah.
Lebih jauh, ia juga menekankan perlunya penelitian lanjutan dengan cakupan yang lebih luas. Sebab, meski PMT terbukti efektif, efektivitasnya bisa berbeda tergantung kondisi sosial ekonomi, budaya, maupun ketersediaan sumber pangan di tiap daerah.
Stunting bukan sekadar masalah kesehatan anak, melainkan persoalan pembangunan manusia. Melalui kajian literatur ini, terbukti bahwa solusi sederhana seperti pemberian makanan tambahan yang tepat dapat membawa perubahan besar pada tumbuh kembang anak. Jika diterapkan secara konsisten dan terintegrasi, bukan tidak mungkin Indonesia bisa mengejar target penurunan stunting secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. (ed. Sulistya NG)
sumber: repositori UNIMMA