Magelang, 28 Agustus 2025 – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) kian merambah ke berbagai bidang, termasuk dunia botani. Salah satu penelitian yang menarik perhatian datang dari Ahmad Nurul Furqon, mahasiswa yang menekuni bidang informatika. Dalam penelitiannya, ia mencoba menjawab tantangan besar di dunia botani: bagaimana cara mengenali dan mengklasifikasi jenis anggrek secara otomatis dengan bantuan teknologi Convolutional Neural Network (CNN).
Penelitian ini berangkat dari fenomena sederhana namun nyata: banyaknya varietas anggrek di Indonesia yang kerap sulit dikenali, terutama oleh masyarakat umum. Anggrek, sebagai tanaman hias populer, memiliki keragaman bentuk, warna, dan pola yang menakjubkan. Namun, kekayaan morfologi ini justru menjadi tantangan bagi upaya identifikasi manual. Furqon menangkap peluang tersebut dengan mencoba menghadirkan solusi digital.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah membangun model kecerdasan buatan yang mampu mengenali spesies anggrek berdasarkan citra. Ia memanfaatkan CNN—salah satu algoritma deep learning yang dikenal handal dalam pengolahan citra. Tidak berhenti di situ, Furqon juga menguji dua pendekatan berbeda, yaitu CNN yang dibangun dari nol serta CNN yang memanfaatkan arsitektur VGG-16 melalui metode transfer learning. Dengan begitu, ia dapat membandingkan seberapa efektif masing-masing model dalam menjalankan tugas klasifikasi.
Dalam prosesnya, Furqon menyusun dataset gambar anggrek yang mewakili beragam jenis. Setiap citra melewati tahap preprocessing, termasuk normalisasi ukuran dan augmentasi gambar, untuk memastikan data yang masuk ke model cukup bervariasi dan mampu meningkatkan performa. Setelah itu, model CNN dilatih secara intensif, dengan menyesuaikan jumlah epoch, batch size, serta parameter optimasi.
Hasil penelitian menunjukkan temuan yang cukup mencolok. CNN yang dibangun dari nol memang mampu mengenali pola dasar, namun tingkat akurasi yang dicapai masih terbatas. Sementara itu, model dengan arsitektur VGG-16 menghasilkan performa jauh lebih unggul. Berdasarkan pengujian, model VGG-16 berhasil mencatat akurasi hingga 91% dalam mengklasifikasi jenis anggrek. Angka ini menjadi bukti bahwa transfer learning mampu memberikan lompatan besar dibanding pelatihan model dari nol, terutama ketika data yang tersedia tidak terlalu banyak.
Keberhasilan ini sekaligus mempertegas peran penting teknologi deep learning di bidang botani. Dengan akurasi setinggi itu, Furqon menilai teknologi ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendukung identifikasi cepat di lapangan, misalnya oleh petani, kolektor, hingga peneliti tanaman. Selain itu, sistem semacam ini bisa menjadi basis bagi aplikasi mobile yang memungkinkan masyarakat umum mengenali anggrek hanya dengan sekali jepret kamera.
Menariknya, Furqon juga menekankan bahwa penelitian ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah peluang besar. Masih ada ruang luas untuk perbaikan, baik dari sisi jumlah data yang digunakan, variasi arsitektur CNN yang diuji, hingga pengembangan antarmuka pengguna yang ramah. Namun, capaian yang diraihnya sudah cukup membuktikan bahwa AI dapat menjadi mitra andal dalam dunia konservasi dan pengenalan tanaman.
Secara keseluruhan, penelitian Ahmad Nurul Furqon ini memberikan gambaran jelas bagaimana teknologi informasi bisa bersinergi dengan ilmu biologi. Dengan memanfaatkan CNN dan arsitektur VGG-16, ia berhasil menghadirkan sistem yang mampu mengklasifikasi anggrek dengan tingkat akurasi tinggi. Temuan ini tidak hanya bermanfaat bagi dunia akademik, tetapi juga memiliki implikasi nyata dalam praktik sehari-hari.
Jika kelak teknologi ini benar-benar diwujudkan dalam bentuk aplikasi, maka proses identifikasi anggrek tidak lagi rumit dan memakan waktu. Cukup dengan kamera ponsel, masyarakat bisa mengenali jenis anggrek yang mereka temui. Dengan begitu, penelitian ini bukan hanya menambah khazanah ilmu pengetahuan, tetapi juga membuka jalan bagi pemanfaatan AI yang lebih luas di sektor agrikultur dan konservasi hayati. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA