Magelang, 28 Agustus 2025 – Merokok sudah lama menjadi fenomena yang melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Negara ini bahkan menempati posisi ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia setelah Tiongkok dan India. Tidak hanya remaja, kebiasaan merokok juga kuat di kalangan dewasa awal, yakni kelompok usia 18 hingga 39 tahun yang sedang berada pada fase penting dalam hidupnya.
Fenomena inilah yang mendorong Hasnaa ‘ Zahuna Nayu, mahasiswi Fakultas Psikologi dan Humaniora Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Tingkat Religiusitas terhadap Perilaku Merokok pada Dewasa Awal”. Penelitian ini berangkat dari kegelisahan bahwa pada usia produktif, banyak orang justru mulai terjebak dalam kebiasaan merokok, padahal fase dewasa awal seharusnya menjadi masa membangun kemandirian, kesehatan, dan arah hidup.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat religiusitas berpengaruh terhadap perilaku merokok pada dewasa awal. Hasna menyoroti bahwa individu pada rentang usia ini sering menghadapi tekanan, pilihan hidup, dan tantangan baru sehingga cenderung mencari pelarian, salah satunya melalui rokok. Sementara itu, religiusitas diyakini dapat menjadi faktor internal yang menahan seseorang dari perilaku merokok karena nilai-nilai agama menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang membahayakan.
Metode Penelitian
Menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini melibatkan 180 responden dewasa awal yang berusia 18–39 tahun dan merupakan perokok aktif. Data dikumpulkan melalui angket online yang menilai dua hal: tingkat religiusitas dan perilaku merokok.
Religiusitas diukur berdasarkan lima dimensi menurut Glock & Stark, yaitu ritual, keyakinan, penghayatan, pengetahuan agama, dan konsekuensi. Sementara perilaku merokok dinilai melalui durasi, frekuensi, dan intensitas merokok. Analisis dilakukan menggunakan regresi linier sederhana dengan bantuan software SPSS versi 25.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara tingkat religiusitas terhadap perilaku merokok pada dewasa awal. Nilai korelasi sebesar -0,358 menandakan bahwa semakin tinggi religiusitas, semakin rendah kecenderungan merokok. Lebih jauh, nilai R Square = 0,128 menunjukkan bahwa religiusitas menyumbang 12,8% pengaruh terhadap perilaku merokok.
Artinya, meski kontribusinya relatif kecil, religiusitas terbukti menjadi faktor penting yang dapat membantu menekan perilaku merokok. Adapun sisanya, yaitu 87,2%, dipengaruhi faktor lain seperti lingkungan sosial, stres, kebiasaan, maupun faktor psikologis pribadi.
Kesimpulan dan Implikasi
Penelitian ini menegaskan bahwa tingkat religiusitas berpengaruh terhadap perilaku merokok pada dewasa awal. Meski bukan faktor dominan, religiusitas terbukti mampu menahan atau mengurangi intensitas merokok. Dengan demikian, upaya meningkatkan religiusitas, baik melalui pendidikan agama, pembiasaan ibadah, maupun penguatan nilai-nilai spiritual, dapat menjadi salah satu strategi dalam menurunkan angka perokok di kalangan dewasa muda.
Implikasinya, tokoh agama, pendidik, dan pemerintah dapat memanfaatkan temuan ini untuk merancang program pencegahan merokok yang lebih komprehensif. Religiusitas bukan hanya menyentuh ranah spiritual, tetapi juga dapat berfungsi sebagai pedoman hidup sehat.
Penutup
Penelitian Hasnaa ‘ Zahuna Nayu membuka pemahaman baru bahwa perilaku merokok di kalangan dewasa awal tidak semata-mata dipengaruhi lingkungan atau tekanan sosial, melainkan juga dipengaruhi oleh kualitas religiusitas individu. Dengan memperkuat aspek religius, diharapkan dewasa awal mampu menjaga pola hidup sehat, menghindari kecanduan, dan mempersiapkan diri menjadi generasi produktif yang lebih baik.(ed : fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA