Magelang, 28 Agustus 2025 – Pendidikan karakter telah lama menjadi sorotan di dunia pendidikan Indonesia, terutama sejak pemerintah mencanangkan Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Namun bagaimana praktiknya di sekolah dasar, khususnya yang berbasis keagamaan, menjadi fokus penelitian Yusuf Effendi, mahasiswa pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dalam tesis berjudul Model Pengelolaan Pendidikan Berbasis Program Penguatan Pendidikan Karakter di SD Muhammadiyah Sudagaran Wonosobo (2022), Yusuf menggali secara mendalam model pengelolaan, tujuan, hingga hasil nyata dari penerapan PPK di sekolah tersebut.
Pendidikan Karakter Sebagai Jawaban Zaman
Menurut Yusuf, sekolah saat ini tidak bisa lagi hanya menekankan aspek akademik. “Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan,” tulisnya dalam latar belakang penelitian. Ia menegaskan, pendidikan karakter dapat mencegah degradasi moral sekaligus meningkatkan prestasi akademik siswa.
SD Muhammadiyah Sudagaran dipilih karena sekolah ini dikenal sebagai rujukan pendidikan karakter di Wonosobo. Sekolah tersebut bahkan telah meraih berbagai predikat, mulai dari Sekolah Berbudaya Mutu Tingkat Nasional hingga Sekolah Berkarakter Muhammadiyah.
Tujuan Penelitian
Dalam penjelasannya, Yusuf menyebutkan tiga tujuan utama penelitiannya. “Pertama, menganalisis konsep pengelolaan pendidikan berbasis pada program penguatan karakter. Kedua, mengkaji implementasinya di SD Muhammadiyah Sudagaran. Dan ketiga, menganalisis implikasinya terhadap peserta didik maupun sekolah,” ungkapnya.
Bagi Yusuf, pendidikan karakter di sekolah dasar bukan sekadar teori. “Ia harus menjadi praktik nyata yang membentuk pribadi siswa agar beriman, berakhlak, disiplin, mandiri, dan bertanggung jawab,” tulisnya.
Model Pengelolaan
Hasil penelitian menunjukkan ada lima model pengelolaan yang diterapkan sekolah, meskipun dalam praktiknya merujuk pada tiga integrasi utama. Pertama, melalui kurikulum, di mana nilai-nilai karakter disisipkan dalam setiap mata pelajaran. Kedua, lewat kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, tahfidz, dan olahraga. Ketiga, melalui budaya sekolah yang konsisten, misalnya pembiasaan salat berjamaah, salam-senyum-sapa, hingga kebiasaan menjaga kebersihan.
“Pendidikan karakter tidak bisa hanya dipahami sebagai mata pelajaran tambahan,” tulis Yusuf. “Ia harus meresapi iklim sekolah, kurikulum, dan hubungan antarwarga sekolah.”
Hasil yang Terlihat
Dari penelitian ini, Yusuf menyimpulkan bahwa penerapan model pengelolaan pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Sudagaran membawa hasil signifikan. Siswa terbiasa disiplin, menjaga kebersihan, serta menunjukkan kepedulian sosial. Mereka juga lebih sadar dalam menjalankan ibadah serta terbiasa bersikap jujur dan bertanggung jawab.
“Budaya sekolah yang religius membuat proses belajar tidak hanya kognitif, tetapi juga afektif,” tulis Yusuf. Guru, siswa, hingga orang tua membangun ikatan emosional yang mendukung terciptanya lingkungan pendidikan yang kondusif.
Tantangan dan Kendala
Meski demikian, penelitian ini juga menemukan beberapa hambatan. “Kendala internal yang dihadapi dalam program penguatan karakter ini adalah sarana prasarana, konsistensi guru, dan keterbatasan dana,” ungkap Yusuf. Ia menambahkan, hambatan tersebut dapat diatasi melalui kerja sama antara sekolah, orang tua murid, dan komite sekolah.
Relevansi Lebih Luas
Bagi Yusuf, apa yang dilakukan SD Muhammadiyah Sudagaran adalah contoh nyata bahwa pendidikan karakter tidak bisa berjalan sendiri. “Keberhasilan pendidikan karakter harus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam komunitas sekolah,” tulisnya.
Ia menekankan, penelitian ini bukan hanya sumbangan akademis, tetapi juga inspirasi praktis bagi sekolah lain. “Pendidikan karakter adalah investasi jangka panjang bangsa. Ia menyiapkan generasi yang tidak sekadar cerdas, tetapi juga bermoral,” tutupnya. Editor : Yunda
Sumber : Repositori UNIMMA