Magelang, 29 Agustus 2025 – Kasus korupsi dana desa masih menjadi persoalan serius di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Magelang. Dalam periode 2019 hingga 2022, sejumlah desa di wilayah ini terseret kasus penyalahgunaan anggaran, dengan kerugian yang mencapai miliaran rupiah. Fenomena tersebut mendorong Dewi Ayu Safitri, mahasiswi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk meneliti lebih jauh faktor-faktor yang dapat mencegah terjadinya kecurangan dalam pengelolaan dana desa.
Skripsi yang diselesaikan pada tahun 2024 ini mengangkat judul: “Pengaruh Sistem Pengendalian Internal, Kompetensi Aparatur Desa, dan Budaya Organisasi terhadap Pencegahan Kecurangan dalam Pengelolaan Dana Desa dengan Moralitas sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Pemerintah Desa di Kecamatan Windusari)”. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan atas meningkatnya kasus penyalahgunaan dana desa di Jawa Tengah, di mana Kabupaten Magelang bahkan menempati posisi dengan kerugian yang cukup tinggi akibat korupsi dana desa.
Dalam penelitian ini, Dewi Ayu menyoroti tiga faktor utama: sistem pengendalian internal, kompetensi aparatur desa, dan budaya organisasi, dengan tambahan variabel moderasi berupa moralitas. Melalui pendekatan kuantitatif dengan metode survei, Dewi menyebarkan kuesioner kepada 73 responden yang terdiri dari kepala desa, sekretaris, bendahara, dan kepala urusan perencanaan di Kecamatan Windusari. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan regresi linear berganda dengan perangkat lunak SPSS versi 26.
Tujuan penelitian ini jelas: untuk menguji apakah sistem pengendalian internal yang kuat, kompetensi aparatur desa yang memadai, serta budaya organisasi yang baik mampu mencegah terjadinya kecurangan dana desa. Selain itu, Dewi juga ingin melihat sejauh mana moralitas dapat memperkuat atau justru memperlemah pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap pencegahan kecurangan.
Hasil penelitian memberikan gambaran yang menarik sekaligus mengejutkan. Pertama, sistem pengendalian internal terbukti berpengaruh positif terhadap pencegahan kecurangan. Artinya, desa dengan mekanisme pengawasan yang ketat cenderung mampu menekan potensi penyalahgunaan anggaran. Temuan ini sejalan dengan teori bahwa pengendalian internal yang efektif menjadi benteng pertama dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Namun, hal berbeda ditemukan pada faktor kedua. Kompetensi aparatur desa justru berpengaruh negatif terhadap pencegahan kecurangan. Temuan ini cukup kontras dengan anggapan umum bahwa semakin tinggi kemampuan aparatur, semakin baik pula kinerja pengelolaan dana desa. Dewi menduga, kompetensi yang dimiliki sebagian aparatur belum sepenuhnya diimbangi dengan integritas, sehingga justru bisa membuka celah penyalahgunaan kewenangan.
Sementara itu, faktor ketiga, yakni budaya organisasi, tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pencegahan kecurangan. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai-nilai budaya organisasi yang ada di desa-desa Windusari belum mampu membentuk perilaku kolektif yang menolak praktik curang.
Variabel moderasi moralitas memberikan hasil yang berlapis. Moralitas ternyata memperlemah pengaruh sistem pengendalian internal terhadap pencegahan kecurangan. Dengan kata lain, sekalipun prosedur pengawasan sudah berjalan, rendahnya moralitas aparatur dapat mengurangi efektivitasnya. Sebaliknya, moralitas memperkuat pengaruh kompetensi aparatur desa. Jika aparatur memiliki kemampuan yang baik dan dibarengi moralitas yang tinggi, peluang melakukan kecurangan bisa ditekan secara signifikan. Namun, moralitas tidak terbukti memoderasi hubungan antara budaya organisasi dengan pencegahan kecurangan.
Melalui temuannya, Dewi Ayu Safitri menegaskan bahwa upaya mencegah kecurangan dana desa tidak cukup hanya dengan memperbaiki sistem administrasi atau meningkatkan keterampilan aparatur. Moralitas tetap menjadi faktor penentu yang bisa memperkuat atau justru melemahkan mekanisme pengawasan.
Penelitian ini memberikan kontribusi praktis bagi pemerintah desa, khususnya di Kecamatan Windusari. Hasil riset dapat dijadikan acuan dalam memperbaiki sistem pengendalian internal, meningkatkan pembinaan moral aparatur, serta membangun budaya organisasi yang lebih transparan. Lebih jauh, temuan ini juga menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah maupun pusat dalam menyusun strategi pencegahan korupsi dana desa secara menyeluruh.
Dengan demikian, skripsi Dewi Ayu Safitri bukan hanya sekadar pemenuhan syarat akademik, tetapi juga tawaran solusi nyata bagi masalah yang kerap menggerogoti pembangunan desa. Ia mengingatkan bahwa dana desa, yang sejatinya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, harus benar-benar dikelola secara bersih. Untuk itu, pengawasan ketat, aparatur yang kompeten, serta moralitas tinggi menjadi kunci agar cita-cita membangun desa yang mandiri dan sejahtera dapat terwujud. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA