Magelang, 01 September 2025 – Matematika kerap menjadi momok bagi siswa sekolah dasar. Anggapan bahwa mata pelajaran ini sulit dan membosankan membuat banyak anak kurang bersemangat saat belajar. Kondisi inilah yang mendorong Aditya Kurniawan, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang, melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Pembelajaran Team Games Tournament Terhadap Hasil Belajar Matematika (Penelitian pada Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Inovatif Mertoyudan)”.
Dalam penelitiannya, Aditya melihat langsung bagaimana suasana kelas yang cenderung monoton berpengaruh pada rendahnya hasil belajar siswa. Guru masih banyak menggunakan metode konvensional seperti ceramah, sementara siswa hanya mencatat. Hal ini membuat interaksi di kelas kurang hidup dan siswa enggan untuk bertanya maupun menjawab. Akibatnya, nilai matematika pun belum mencapai hasil maksimal.
Berangkat dari kenyataan tersebut, Aditya mencoba menghadirkan pendekatan yang lebih segar dan menyenangkan, yakni model pembelajaran Team Games Tournament (TGT). Model ini adalah salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang dikembangkan David DeVries dan Keith Edwards. TGT menggabungkan kerja sama tim dengan suasana kompetisi melalui permainan edukatif berbentuk turnamen. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar memahami materi, tetapi juga berlatih bekerja sama, berkompetisi sehat, dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya.
Penelitian Aditya bertujuan untuk menguji sejauh mana penerapan TGT mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Muhammadiyah Inovatif Mertoyudan. Subjek penelitian melibatkan 20 siswa yang seluruhnya dijadikan sampel dengan teknik sampling jenuh.
Aditya menggunakan desain penelitian pra-eksperimen dengan model One Group Pretest-Posttest. Artinya, siswa terlebih dahulu diberi tes awal (pretest), kemudian mendapat perlakuan berupa pembelajaran dengan model TGT, dan akhirnya mengikuti tes akhir (posttest). Instrumen tes berupa soal pilihan ganda, yang disusun dan divalidasi sebelumnya untuk mengukur ranah kognitif siswa.
Hasil penelitian menunjukkan temuan yang cukup mencolok. Rata-rata nilai pretest siswa hanya 64, sedangkan rata-rata posttest setelah penerapan TGT naik menjadi 86. Dengan demikian terdapat selisih peningkatan sebesar 22 poin. Uji statistik menggunakan Wilcoxon test menghasilkan nilai signifikansi 0,00, yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan nilai sebelum dan sesudah perlakuan adalah signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model TGT berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.
Lebih jauh, penerapan TGT tidak hanya berdampak pada nilai semata, tetapi juga pada dinamika kelas. Suasana belajar menjadi lebih hidup karena siswa dilibatkan aktif dalam kelompok dan termotivasi oleh adanya permainan turnamen. Mereka tidak hanya bersaing, tetapi juga saling mendukung dalam tim untuk memahami materi. Hal ini berbeda dengan metode ceramah yang selama ini cenderung pasif dan membuat siswa cepat jenuh.
Dalam kesimpulannya, Aditya menegaskan bahwa model pembelajaran TGT layak dijadikan alternatif strategi pengajaran matematika di sekolah dasar. Ia juga menyampaikan sejumlah saran, terutama kepada para pendidik agar tidak ragu mencoba metode inovatif. Menurutnya, guru perlu lebih kreatif dalam mengelola kelas agar siswa merasa senang sekaligus termotivasi untuk belajar.
Penelitian ini memberikan manfaat praktis tidak hanya bagi guru dan siswa, tetapi juga bagi sekolah. Bagi pendidik, hasil penelitian bisa dijadikan acuan untuk merancang langkah pembelajaran berikutnya yang lebih efektif. Bagi siswa, pengalaman belajar dengan TGT memberikan kesempatan untuk belajar sambil bermain, sehingga matematika tidak lagi dipandang menakutkan. Sedangkan bagi lembaga pendidikan, temuan ini dapat menjadi dasar pengembangan model pembelajaran yang lebih variatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Karya Aditya Kurniawan ini sekaligus memperkaya khazanah penelitian pendidikan di Indonesia, khususnya pada pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar. Penelitiannya menunjukkan bahwa inovasi dalam metode pembelajaran sangat penting untuk menjawab tantangan rendahnya minat belajar siswa. Melalui pendekatan yang tepat, mata pelajaran yang selama ini dianggap sulit justru bisa menjadi menyenangkan dan meningkatkan prestasi belajar.
Dengan hasil yang menjanjikan ini, besar harapan agar model TGT dapat lebih banyak diterapkan oleh para guru di berbagai sekolah. Pada akhirnya, pendidikan bukan hanya tentang menyampaikan materi, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan suasana belajar yang membuat siswa antusias, aktif, dan mampu meraih prestasi terbaiknya. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA