Magelang, 01 September 2025 – Pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal 2020 telah memaksa dunia pendidikan melakukan lompatan besar: dari kelas nyata menuju ruang virtual. Perubahan mendadak itu tidak hanya menuntut kesiapan siswa, tetapi terutama menguji kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran daring. Hal inilah yang menjadi perhatian seorang peneliti muda, Rida Nurachman, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Kompetensi Guru dalam Pembelajaran Daring pada Masa Pandemik Covid-19 di MI Nurul Yaqin Podosoko Candimulyo”, Rida menyoroti bagaimana guru-guru madrasah di daerah pedesaan beradaptasi dengan tantangan belajar jarak jauh. Penelitian ini tidak hanya menelisik kualitas pembelajaran, melainkan juga menggali faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi selama pandemi.
Tujuan Penelitian
Ada dua hal pokok yang ingin dijawab oleh Rida. Pertama, sejauh mana kompetensi guru di MI Nurul Yaqin dalam menjalankan pembelajaran daring. Kedua, faktor apa saja yang menjadi penopang maupun penghambat proses belajar mengajar berbasis digital tersebut.
Dengan pendekatan kualitatif studi kasus, Rida melibatkan guru kelas 4, 5, dan 6 sebagai subjek utama, serta siswa yang mengikuti pembelajaran daring. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian divalidasi dengan teknik triangulasi.
Kompetensi Guru yang Teruji
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para guru di MI Nurul Yaqin tetap mampu memenuhi empat standar kompetensi utama sebagaimana diamanatkan undang-undang: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
- Kompetensi pedagogik tercermin dari upaya guru memanfaatkan berbagai media daring, mulai dari aplikasi WhatsApp, Google Classroom, hingga video pembelajaran dari YouTube. Mereka tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga berusaha mengenali karakter siswa melalui asesmen sederhana dan pendekatan personal.
- Kompetensi kepribadian dijaga dengan menampilkan sikap konsisten sebagai teladan, menjaga norma dan etika, serta memberi contoh nyata meski proses belajar berlangsung jarak jauh.
- Kompetensi sosial tampak dalam komunikasi yang intens dengan siswa dan orang tua. Guru tidak segan menjalin dialog melalui grup pesan instan agar kebutuhan belajar anak tetap terpenuhi. Bahkan, kerja sama antar guru juga semakin erat, saling berbagi ide demi menutupi kekurangan masing-masing.
- Kompetensi profesional terlihat dari penguasaan materi pelajaran tematik yang disesuaikan dengan konteks pembelajaran daring. Guru di MI Nurul Yaqin tetap menyusun materi sesuai standar, lalu menyesuaikannya dengan media digital agar mudah dipahami siswa.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Penelitian Rida juga menemukan dua faktor pendukung utama. Pertama, adanya kerja sama erat antara guru dan orang tua, yang membantu siswa belajar mandiri di rumah. Kedua, pemanfaatan gawai dan media daring yang berhasil menjembatani jarak fisik antara guru dan murid.
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Hambatan utama justru datang dari persoalan klasik: keterbatasan ekonomi dan akses teknologi. Banyak siswa kesulitan membeli paket data internet secara rutin, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki gawai. Kondisi ini membuat sebagian siswa tertinggal dalam mengikuti pembelajaran online. Selain itu, keterbatasan jaringan di wilayah pedesaan Candimulyo juga menambah rumit pelaksanaan sekolah daring.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa kompetensi guru MI Nurul Yaqin tetap terjaga dengan baik meskipun harus mengajar dari balik layar. Guru berhasil menyesuaikan diri dengan situasi darurat, membuktikan dedikasi mereka terhadap dunia pendidikan. Akan tetapi, Rida menekankan pentingnya dukungan lebih lanjut, terutama dalam penyediaan sarana teknologi dan subsidi kuota internet, agar hambatan yang dialami siswa tidak semakin memperlebar kesenjangan pendidikan.
Skripsi Rida Nurachman ini tidak hanya menjadi syarat akademis, tetapi juga potret nyata perjuangan guru di garis depan pendidikan dasar. Di tengah pandemi yang serba terbatas, para pendidik tetap berusaha menjaga kualitas belajar dengan segala daya dan upaya. Kisah dari MI Nurul Yaqin ini sekaligus menjadi pengingat bahwa teknologi hanyalah alat; kunci keberhasilan pendidikan tetap terletak pada komitmen dan kompetensi sang guru. (ed. Wied)