Magelang, 02 September 2025 – Sampah masih menjadi salah satu persoalan klasik di perkotaan maupun pedesaan. Volume yang kian menumpuk setiap harinya memaksa para peneliti untuk mencari solusi praktis, cerdas, sekaligus berkelanjutan. Salah satu terobosan datang dari Afif Hanifudin, peneliti yang menggagas penerapan metode forward chaining berbasis pemrograman Prolog untuk membantu masyarakat memilah dan mengolah sampah dengan lebih efektif.
Penelitian yang digarap Afif berangkat dari kenyataan bahwa masyarakat sering kesulitan membedakan sampah organik dan anorganik. Padahal, pembedaan itu sangat penting karena menentukan metode pengolahan selanjutnya. Sampah organik bisa diolah menjadi pupuk kompos, sementara sampah anorganik perlu didaur ulang atau dimanfaatkan kembali sesuai jenis materialnya. “Tujuan utama kami adalah memberikan panduan yang jelas, sistematis, dan berbasis teknologi bagi masyarakat dalam memilah sampah sehari-hari,” ungkap Afif dalam laporan risetnya.
Untuk mencapai tujuan itu, Afif menggunakan metode forward chaining—sebuah teknik dalam sistem pakar yang bekerja dengan menelusuri fakta-fakta yang diketahui, lalu secara bertahap menghasilkan kesimpulan. Proses penelusuran ini dibangun menggunakan bahasa pemrograman Prolog, yang terkenal kuat dalam menangani logika dan aturan-aturan berlapis. Dengan demikian, sistem dapat memberikan saran otomatis kepada pengguna terkait kategori sampah dan cara penanganannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini mampu bekerja secara akurat dalam menentukan klasifikasi sampah. Sistem akan menanyakan beberapa ciri, misalnya “Apakah sampah berasal dari sisa makanan?” atau “Apakah bahan terbuat dari plastik?” Dari jawaban yang diberikan, mesin Prolog menelusuri aturan yang sudah dimasukkan ke dalam basis pengetahuan hingga akhirnya memberikan keputusan: organik atau anorganik, sekaligus saran pengolahan yang sesuai.
Menariknya, penerapan metode ini tidak sekadar berhenti pada proses identifikasi. Afif juga menekankan bahwa sistem pakar semacam ini dapat menjadi alat edukasi praktis. Masyarakat yang awalnya tidak terbiasa memilah sampah, perlahan akan memahami pola dan logika dasar pengolahan sampah. “Harapannya, teknologi ini tidak hanya bermanfaat secara teknis, tetapi juga mendorong perubahan perilaku,” tulisnya.
Dalam laporan penelitian, Afif menegaskan bahwa tingkat akurasi sistem mencapai hasil yang sangat memuaskan. Setiap kali aturan logika diujikan pada kasus nyata, sistem dapat memberikan kesimpulan yang sesuai dengan standar klasifikasi sampah. Artinya, forward chaining benar-benar efektif diterapkan dalam konteks ini. Kekuatan sistem juga terletak pada fleksibilitasnya: aturan bisa terus ditambah atau diperbarui mengikuti perkembangan jenis sampah yang ditemukan di lapangan.
Meski begitu, Afif tidak menutup mata terhadap keterbatasan. Sistem ini masih sangat bergantung pada kelengkapan basis pengetahuan yang dimasukkan. Jika ada jenis sampah baru yang belum terdata, maka sistem tidak bisa langsung memberikan jawaban akurat. Oleh karena itu, penelitian lanjutan disarankan untuk memperkaya basis aturan dan memperluas cakupan data. Di samping itu, integrasi dengan aplikasi berbasis mobile juga dinilai penting agar hasil penelitian bisa benar-benar hadir di tengah masyarakat.
Riset ini patut diapresiasi karena memadukan disiplin ilmu komputer dengan isu lingkungan hidup. Pendekatan forward chaining yang biasanya diterapkan dalam bidang diagnosis medis atau sistem pakar lainnya, kini dipakai untuk isu keseharian: sampah. Hasilnya menunjukkan bahwa teknologi bukan hanya milik laboratorium atau industri besar, melainkan bisa menjadi solusi langsung bagi problem sosial-ekologis di sekitar kita.
Sebagai penutup, Afif Hanifudin menegaskan bahwa upaya mengatasi masalah sampah tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah atau pengelola lingkungan. Partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan. Sistem pakar berbasis forward chaining ini hanyalah satu pintu masuk, sebuah instrumen yang dapat mempermudah masyarakat dalam mengambil keputusan sederhana namun berdampak besar: memilah dan mengolah sampah dengan benar.
Melalui penelitian ini, Afif telah menunjukkan bahwa kecerdasan buatan dan teknologi logika dapat turun langsung membantu permasalahan riil. Di tengah meningkatnya kebutuhan akan solusi ramah lingkungan, inovasi semacam ini membuka harapan baru bahwa pengolahan sampah bisa menjadi lebih terstruktur, efisien, dan mendidik. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA