Magelang, 8 September 2025 – Dunia industri kayu lapis menghadapi tantangan serius terkait kualitas bahan baku. Cacat seperti mata kayu, berlubang, pelos, hingga busuk kerap muncul dalam proses produksi dan berpotensi menurunkan daya saing produk. Permasalahan inilah yang mendorong Adi Hasan Ma’ruf Zabidi, mahasiswa Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Magelang, melakukan penelitian dengan pendekatan Six-Sigma di CV Margo Rukun, Kajoran, Magelang.

Tema Penelitian

Penelitian ini berjudul “Pengendalian Kualitas Statistik Bahan Baku Kayu Lapis Menggunakan Six-Sigma (Studi Kasus: CV Margo Rukun Kajoran Magelang)”. Tema utamanya adalah bagaimana metode Six-Sigma, melalui siklus DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control), dapat digunakan untuk mengendalikan kualitas bahan baku kayu lapis, khususnya produk barecore yang diproduksi CV Margo Rukun.

Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai Adi Hasan Ma’ruf Zabidi. Pertama, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab cacat pada produk barecore di CV Margo Rukun. Kedua, menghitung nilai Defects Per Million Opportunities (DPMO) dan level sigma pada produk tersebut, untuk mengetahui sejauh mana proses produksi perusahaan mampu menghasilkan produk bebas cacat.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacat yang paling banyak terjadi adalah mata kayu (409 unit), disusul pelos (238 unit), berlubang (234 unit), dan busuk (204 unit). Persentase kecacatan terbesar tercatat pada pelos sebesar 34,98%, diikuti cacat berlubang 33,7%, dan busuk 31,32%.

Dari perhitungan DPMO, diperoleh angka 722.222 dengan nilai sigma 2,73. Artinya, dalam produksi satu juta unit kayu lapis, diperkirakan terdapat 540 unit cacat. Angka ini masih berada di bawah rata-rata industri Amerika Serikat yang telah mencapai level sigma 4, namun lebih tinggi dibanding rata-rata industri di Indonesia yang berada di level sigma 2.

Implikasi Penelitian

Penelitian Adi menegaskan bahwa penerapan Six-Sigma dapat membantu perusahaan mengidentifikasi masalah kualitas secara lebih terstruktur. Faktor penyebab cacat dapat ditelusuri melalui pendekatan 7M (Man, Machine, Method, Materials, Media, Motivation, Money). Misalnya, faktor tenaga kerja yang kurang teliti, peralatan yang tidak sesuai spesifikasi, metode kerja yang belum standar, atau kualitas bahan baku yang kurang baik.

Dengan analisis ini, perusahaan dapat menyusun langkah perbaikan: meningkatkan standar bahan baku, memperkuat pengawasan pada tahap awal produksi, memperbaiki metode kerja, hingga memberikan pelatihan pada tenaga kerja.

Kesimpulan

Adi Hasan Ma’ruf Zabidi menyimpulkan bahwa CV Margo Rukun masih memiliki peluang besar untuk meningkatkan kualitas produksi dengan menerapkan Six-Sigma secara konsisten. Nilai sigma 2,73 memang menunjukkan adanya tingkat cacat yang cukup tinggi, namun penelitian ini memberikan peta jalan perbaikan yang jelas.

Dengan strategi perbaikan berkelanjutan, diharapkan perusahaan dapat menekan angka cacat, menurunkan biaya produksi akibat kerusakan, sekaligus meningkatkan daya saing produk kayu lapis di pasar.

Penelitian ini menjadi bukti bahwa pendekatan teknik industri mampu memberi solusi nyata bagi industri lokal, terutama dalam menjaga kualitas produk. Di tengah persaingan global yang semakin ketat, langkah-langkah pengendalian kualitas semacam ini menjadi kunci agar produk Indonesia tidak kalah bersaing.   (ed: Adella)

sumber: repository UNIMMA