Magelang, 06 Agustus 2025 – Pelajaran matematika sering kali menjadi momok bagi siswa sekolah dasar, terutama dalam memahami operasi hitung bilangan bulat. Banyak siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan soal-soal penjumlahan dan pengurangan, terutama jika disajikan dalam bentuk soal cerita. Di SD Negeri 3 Jampiroso, Kecamatan Temanggung, kondisi ini menjadi perhatian serius, terutama karena hasil Ujian Tengah Semester menunjukkan hanya 36% siswa kelas I yang mencapai standar ketuntasan belajar.
Melihat kenyataan ini, Novita Lika Anggraeni, mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Muhammadiyah Magelang, menghadirkan inovasi pembelajaran yang menarik dalam skripsinya. Ia meneliti pengaruh model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang dibantu dengan media permainan ular tangga terhadap kemampuan menghitung siswa.
Penelitian ini menggunakan desain Pre-Experimental dengan tipe One Group Pretest-Posttest Design. Sebanyak 13 siswa kelas I menjadi responden dalam studi ini. Mereka diberikan pretest terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan awal, lalu mengikuti proses pembelajaran dengan metode TPS yang dikombinasikan dengan media ular tangga, dan diakhiri dengan posttest untuk mengukur peningkatan kemampuan.
Model Think Pair Share adalah metode pembelajaran kooperatif yang melibatkan tiga tahapan penting: berpikir sendiri (think), berdiskusi berpasangan (pair), dan berbagi hasil diskusi ke seluruh kelas (share). Dalam penelitian ini, model tersebut diintegrasikan dengan media permainan ular tangga yang dirancang khusus, lengkap dengan soal-soal matematika di setiap kotaknya. Setiap kelompok siswa bergiliran melempar dadu dan menggerakkan pion sesuai angka yang keluar, lalu bersama-sama menyelesaikan soal yang ditemui dalam kotak tersebut. Siswa tidak hanya belajar berhitung, tetapi juga dilatih bekerja sama, berdiskusi, dan menyampaikan pendapat.
Hasilnya sangat mencolok. Berdasarkan uji statistik menggunakan Paired Sample t-Test, ditemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara hasil pretest dan posttest siswa. Nilai signifikansi sebesar 0,000 (≤ 0,05) menunjukkan bahwa metode TPS berbantuan media ular tangga secara nyata mampu meningkatkan kemampuan menghitung operasi bilangan bulat siswa. Mereka menjadi lebih teliti, aktif, dan percaya diri dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
Yang menarik dari temuan ini bukan hanya peningkatan nilai secara angka, tetapi juga perubahan suasana belajar di kelas. Siswa yang sebelumnya tampak pasif dan cenderung bingung, menjadi lebih bersemangat karena suasana belajar yang interaktif dan menyenangkan. Permainan ular tangga yang biasanya dianggap hiburan, ternyata efektif jika dikemas sebagai media pembelajaran yang edukatif.
Dalam refleksinya, Novita menegaskan bahwa pembelajaran matematika tidak harus selalu kaku dan penuh tekanan. Justru dengan pendekatan yang kreatif dan kolaboratif, siswa dapat menyerap materi dengan lebih mudah dan menyenangkan. Ia merekomendasikan agar guru-guru SD mempertimbangkan penggunaan model TPS dan media permainan seperti ular tangga dalam proses pembelajaran, terutama untuk siswa kelas rendah yang berada pada fase operasional konkret dan lebih suka belajar sambil bermain.
Penelitian ini menambah khazanah inovasi dalam dunia pendidikan dasar, khususnya dalam pembelajaran matematika. Ini membuktikan bahwa perubahan kecil dalam metode dan media pembelajaran dapat memberikan dampak besar terhadap hasil belajar siswa.
Dengan demikian, skripsi ini bukan hanya sekadar pemenuhan syarat akademik, tetapi juga kontribusi nyata dalam menjawab tantangan pembelajaran matematika di sekolah dasar. Semoga inovasi sederhana ini bisa menginspirasi guru-guru di seluruh penjuru Indonesia untuk terus berkreasi dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. (ed. Sulistya NG)