Magelang – Merawat pasien di ruang Intensive Care Unit (ICU) bukan hanya soal alat medis canggih dan keterampilan klinis. Penelitian terbaru yang dilakukan Ikhsan Kurniawan dari Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang membuktikan, perilaku caring perawat memainkan peran krusial dalam menurunkan tingkat kecemasan keluarga pasien yang sedang menghadapi situasi kritis.
Dalam latar belakang penelitiannya, Ikhsan menjelaskan bahwa kecemasan keluarga pasien ICU sering muncul akibat kondisi pasien yang kritis, penggunaan berbagai alat medis, informasi kesehatan yang terbatas, hingga keterbatasan waktu berkunjung. Tekanan psikologis ini dapat mengganggu kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan penting terkait perawatan pasien.
Ruang ICU sendiri merupakan unit dengan pengawasan ketat dan perawatan intensif bagi pasien yang mengalami penyakit atau cedera mengancam jiwa. Kondisi di ruangan ini, meski vital untuk keselamatan pasien, sering kali menimbulkan beban emosional yang berat bagi keluarga. Di sinilah caring perawat—yang mencakup sikap empati, komunikasi hangat, perhatian tulus, dan dukungan emosional—dapat menjadi faktor penentu dalam menenangkan kegelisahan keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU RS Harapan Kota Magelang. Secara khusus, penelitian menganalisis bagaimana interaksi dan sikap perawat dapat mempengaruhi perasaan aman dan nyaman keluarga.
Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif analitik dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan antara Maret hingga Juni 2024 dengan melibatkan 23 responden yang merupakan anggota keluarga pasien ICU. Pemilihan responden menggunakan teknik accidental sampling, dan data dianalisis dengan uji chi-square.
Hasil penelitian cukup mencolok. Secara univariat, lebih dari separuh responden (52,2%) berada dalam kategori “tidak cemas”, sementara tingkat kecemasan sedang hanya dialami oleh 8,7% responden. Analisis bivariat menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 (<0,05), yang berarti terdapat hubungan signifikan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien. Artinya, semakin baik perilaku caring yang ditunjukkan perawat, semakin rendah tingkat kecemasan yang dirasakan keluarga.
Perilaku caring yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada model Swanson, yang meliputi lima dimensi: maintaining belief (menumbuhkan harapan), knowing (memahami kebutuhan pasien dan keluarga), being with (hadir secara fisik dan emosional), doing for (membantu sesuai kebutuhan), dan enabling (memberdayakan keluarga untuk menghadapi situasi). Perawat yang menguasai kelima aspek ini mampu menciptakan iklim komunikasi positif, membangun rasa percaya, dan mengurangi tekanan psikologis keluarga.
Menurut Ikhsan, temuan ini menegaskan bahwa rumah sakit perlu memberi perhatian lebih pada pembinaan perilaku caring perawat. Pelatihan rutin, pembinaan sikap empati, serta penyediaan lingkungan kerja yang mendukung dapat menjadi strategi untuk meningkatkan kualitas interaksi antara perawat, pasien, dan keluarga.
Manfaat dari penelitian ini tidak hanya dirasakan oleh pihak rumah sakit, tetapi juga dunia pendidikan keperawatan. Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dan referensi pembelajaran tentang pentingnya aspek humanis dalam pelayanan kesehatan. Sementara bagi perawat di lapangan, penelitian ini menjadi pengingat bahwa keberhasilan perawatan tidak hanya diukur dari kondisi medis pasien, tetapi juga dari rasa nyaman dan tenang yang dirasakan keluarganya.
Dalam kesimpulannya, Ikhsan menekankan bahwa caring perawat bukan sekadar etika profesi, melainkan kebutuhan mendasar di ruang perawatan intensif. “Perilaku caring perawat dapat menurunkan kecemasan keluarga pasien dan berdampak positif pada proses penyembuhan,” ujarnya.
Dengan hasil ini, RS Harapan Kota Magelang diharapkan dapat memperkuat budaya pelayanan yang mengutamakan empati dan komunikasi efektif. Karena pada akhirnya, di balik deru mesin medis dan protokol ketat ICU, sentuhan kemanusiaan tetap menjadi obat yang tak tergantikan bagi pasien dan keluarganya. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA