Magelang, 3 September 2025 – Di tengah semakin meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan berbasis Alquran, dua madrasah ibtidaiyah di Kecamatan Kutasari, Kabupaten Purbalingga, menjadi bahan kajian menarik. Adalah Ali Mubarok, mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang, yang meneliti secara mendalam manajemen pembelajaran tahfidz di MI Muhammadiyah Limbangan dan MI Muhammadiyah Kedungjampang.
Dalam tesis berjudul “Manajemen Pembelajaran Tahfidz Alquran di MI Muhammadiyah Limbangan dan MI Muhammadiyah Kedungjampang Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga (Studi Komparasi)”, Mubarok berangkat dari keresahan akan metode pengajaran hafalan Alquran yang monoton. Menurutnya, cara yang berulang tanpa variasi membuat siswa cepat bosan, sehingga hafalan terasa membebani alih-alih menyenangkan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan observasi, wawancara, serta dokumentasi di lapangan. Tujuan utama kajian ini ada dua: pertama, menggambarkan proses manajemen pembelajaran tahfidz di kedua madrasah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Kedua, mengidentifikasi faktor pendukung maupun penghambat yang memengaruhi keberhasilan program tahfidz.
Persamaan dan Perbedaan Strategi
Mubarok menemukan sejumlah kesamaan dalam perencanaan program tahfidz. Kedua sekolah sama-sama belum memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baku, serta belum mempunyai guru khusus tahfidz. Kegiatan hafalan biasanya dimulai pada jam nol atau sebelum pelajaran utama dimulai.
Namun, perbedaan terlihat pada target dan metode. MI Muhammadiyah Limbangan fokus pada juz 30 dengan metode talaqqi, yaitu membaca langsung di hadapan guru. Sementara itu, MI Muhammadiyah Kedungjampang menargetkan hafalan juz 29 dan 30 dengan metode Ummi, yang lebih sistematis dan berbasis buku panduan.
Dalam praktik sehari-hari, tahapan pembelajaran berjalan dengan struktur pembukaan, inti, dan penutup. Siswa menyetorkan hafalan per surat, disertai ujian tiap semester. Meski begitu, tahfidz belum dijadikan syarat kelulusan di kedua madrasah.
Evaluasi dan Peran Orang Tua
Evaluasi tahfidz juga memiliki variasi. Di MI Muhammadiyah Limbangan, hasil hafalan dicatat dalam rapor sebagai kegiatan ekstrakurikuler tanpa rincian surat yang dikuasai. Sebaliknya, MI Muhammadiyah Kedungjampang menuliskan capaian surat secara detail lengkap dengan penilaian angka.
Menariknya, peran orang tua sangat menentukan. Di Kedungjampang, sebagian besar wali murid aktif membimbing anak-anak mengulang hafalan di rumah. Hal ini menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan program. Sebaliknya, di Limbangan, kurangnya keterlibatan orang tua justru menjadi penghambat utama, sehingga banyak siswa tidak mencapai target hafalan.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Dari hasil observasi, Mubarok merinci beberapa faktor yang memperkuat program tahfidz. Antara lain adanya reward bagi siswa berprestasi, pemberian insentif kepada guru tahfidz, serta ketersediaan sarana, seperti murottal yang diputar setiap pagi di Kedungjampang dan tersedianya mushaf serta buku Iqra di Limbangan. Dukungan moral dari wali murid juga menjadi penopang penting.
Di sisi lain, hambatan terbesar adalah belum adanya guru khusus tahfidz. Mayoritas pengampu hafalan masih wali kelas, yang tidak semuanya menguasai tajwid dengan baik atau hafal juz yang ditargetkan. Selain itu, keterbatasan waktu, beragamnya kemampuan siswa, serta rendahnya motivasi pribadi turut menghambat kelancaran hafalan. Pandemi Covid-19 bahkan memperparah kondisi, sebab pembelajaran jarak jauh membuat proses muroja’ah (mengulang hafalan) menjadi terhambat.
Sumbangan Pemikiran untuk Pendidikan Islam
Melalui penelitiannya, Mubarok berharap hasil kajian ini memberi manfaat praktis maupun teoritis. Secara teoritis, penelitian ini menjadi kontribusi pengetahuan dalam manajemen pendidikan Islam, khususnya pengelolaan program tahfidz di tingkat dasar. Secara praktis, ia berharap temuannya dapat membantu madrasah lain yang hendak merancang program serupa, sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi MIM Limbangan dan MIM Kedungjampang.
Lebih dari sekadar kajian akademik, penelitian ini menyiratkan pesan penting: tahfidz Alquran bukan sekadar soal hafalan, melainkan tentang pengelolaan yang tepat, dukungan guru, keterlibatan orang tua, serta manajemen pendidikan yang berkelanjutan.
Dengan demikian, kedua madrasah ini dapat terus menjadi rujukan dan inspirasi bagi lembaga pendidikan Islam lain di Indonesia, dalam upaya melahirkan generasi Qurani yang berakhlak mulia sekaligus berprestasi. (ed : noviyanti)
sumber : repository UNIMMA