Magelang, 11 September 2025– Penyakit infeksi masih menjadi ancaman serius bagi anak-anak, terutama karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang. Tidak mengherankan jika antibiotik menjadi salah satu obat yang paling banyak diresepkan di ruang perawatan anak. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak bijak dapat berujung pada masalah yang jauh lebih serius: resistensi antibiotik. Kekhawatiran inilah yang mendorong Farida, mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk melakukan penelitian berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Inap di RSUD Temanggung Periode Maret–Desember 2020” .
Tema Penelitian
Penelitian Farida berfokus pada evaluasi kuantitatif penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap. Ia menggunakan metode ATC/DDD (Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose) yang direkomendasikan oleh WHO untuk menilai rasionalitas penggunaan antibiotik. Evaluasi ini penting untuk melihat jenis, dosis, golongan, serta rute pemberian antibiotik pada anak-anak di RSUD Temanggung .
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap dengan metode ATC/DDD.
Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk:
- Menggambarkan karakteristik pasien anak yang dirawat inap di RSUD Temanggung.
- Mengetahui profil penggunaan antibiotik, meliputi jenis, dosis, dan rute pemberian.
- Menghitung kuantitas penggunaan antibiotik dengan pendekatan ATC/DDD .
Hasil Penelitian
Dari 183 rekam medis pasien anak yang dianalisis, penelitian ini menemukan beberapa temuan utama:
-
Karakteristik pasien: Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (57%) dengan kelompok usia terbanyak 1–3 tahun (55%). Penyakit terbanyak yang diderita adalah demam (34%), diikuti bronkiolitis (11%), diare akut dehidrasi sedang (10%), dan ISPA (9%) .
-
Profil antibiotik: Terdapat 8 jenis antibiotik yang digunakan dengan total 218 kali peresepan. Golongan sefalosporin menjadi yang paling dominan (54%), dengan cefotaxim sebagai antibiotik yang paling sering diresepkan (34%). Disusul oleh ampisilin (28%), ceftriaxon (16%), metronidazol (9%), dan gentamicin (8%) .
-
Rute pemberian: Sebagian besar antibiotik diberikan secara intravena (95%), mengingat banyak kasus infeksi anak memerlukan terapi cepat dan efektif.
-
Lama penggunaan: Rata-rata penggunaan antibiotik berkisar antara 3–4 hari. Sebagian pasien mendapatkan kombinasi antibiotik, terutama ampisilin dan gentamicin, yang diketahui efektif menurunkan suhu tubuh serta jumlah leukosit .
-
Nilai DDD (Defined Daily Dose): Antibiotik dengan nilai DDD tertinggi adalah ampisilin (5,9). Sementara itu, beberapa antibiotik tercatat melebihi standar DDD WHO, yakni cefotaxim, ceftriaxon, gentamicin, dan metronidazol. Hal ini mengindikasikan adanya potensi penggunaan berlebih pada antibiotik tertentu .
Kesimpulan
Penelitian Farida menyimpulkan bahwa penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap di RSUD Temanggung masih didominasi golongan sefalosporin, khususnya cefotaxim. Meskipun sebagian besar penggunaan antibiotik sesuai dengan indikasi klinis, terdapat beberapa jenis antibiotik yang penggunaannya melebihi standar DDD WHO. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik di masa mendatang.
Dengan temuannya, Farida menekankan pentingnya penggunaan antibiotik secara bijak dan rasional. Rumah sakit diharapkan dapat memperkuat kebijakan penggunaan antibiotik, meningkatkan evaluasi secara berkala, serta memberikan edukasi bagi tenaga medis agar terapi yang diberikan tidak hanya efektif, tetapi juga aman untuk jangka panjang.
Penutup
Melalui penelitiannya, Farida telah memberikan gambaran nyata bagaimana pola penggunaan antibiotik pada anak di salah satu rumah sakit daerah. Penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada dunia akademik, tetapi juga menjadi bahan evaluasi penting bagi pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan. Dengan semakin meningkatnya ancaman resistensi antibiotik, langkah-langkah preventif melalui evaluasi semacam ini mutlak diperlukan agar generasi mendatang tidak kehilangan senjata penting dalam melawan penyakit infeksi. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA