Guru PAI, Garda Depan Penguatan Karakter di Tengah Pandem
2 September 2025

Admin perpustakaan

Magelang, 02 September 2025  – Pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal 2020 tidak hanya meninggalkan jejak pada bidang kesehatan dan ekonomi, tetapi juga mengguncang dunia pendidikan. Sekolah-sekolah ditutup, pembelajaran dipindahkan ke ruang-ruang virtual, dan interaksi tatap muka antara guru dan siswa nyaris hilang. Namun, di balik tantangan besar itu, para guru tetap dituntut untuk tidak sekadar menyampaikan materi, melainkan juga menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.

Isu inilah yang dikaji oleh Rani Nur Apriana, mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, dalam skripsinya berjudul Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Peserta Didik Selama Pandemi Covid-19 di SMA Muhammadiyah 1 Muntilan”.

Rani menegaskan bahwa keberhasilan seorang individu tidak cukup diukur dari kecakapan akademis semata. Karakter yang kuat justru menjadi kunci dalam membentuk generasi yang unggul dan berakhlak mulia. Karena itu, ia terdorong untuk meneliti bagaimana guru PAI menjalankan peran strategisnya dalam program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di masa pandemi, ketika proses pembelajaran dilakukan tanpa tatap muka.

Tujuan penelitian ini jelas: menggambarkan pelaksanaan program PPK selama pandemi, mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung, serta mendeskripsikan peran guru PAI dalam menjalankan misi pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 Muntilan.

Dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, Rani mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasilnya memperlihatkan potret yang menarik: meski pandemi memaksa pembelajaran bergeser ke ruang digital, sekolah tetap berkomitmen menjalankan program PPK secara terintegrasi.

Penelitian mencatat, pelaksanaan PPK dilakukan melalui tiga basis gerakan. Pertama, berbasis kelas, yakni dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam kegiatan belajar mengajar. Kedua, berbasis budaya sekolah, yang menanamkan nilai religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas dalam keseharian siswa. Ketiga, berbasis masyarakat, melalui program pendampingan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an), kegiatan kesenian, serta keterlibatan aktif masyarakat sekitar.

Namun, upaya itu tentu tidak lepas dari berbagai tantangan. Faktor penghambat yang ditemui antara lain kendala sinyal internet, keterbatasan perangkat teknologi, ketiadaan pembelajaran tatap muka, serta menurunnya motivasi belajar siswa akibat jenuh belajar dari rumah. Meski demikian, ada pula faktor pendukung yang menguatkan, seperti bantuan kuota internet dari pemerintah, dukungan program sekolah, kesabaran dan komitmen para guru, kerja sama antar pendidik, serta kolaborasi dengan wali murid.

Di tengah kondisi sulit itu, guru PAI tampil sebagai figur sentral. Penelitian Rani menemukan bahwa peran guru PAI setidaknya terbagi menjadi tiga. Pertama, sebagai pendidik, mereka menjadi teladan, motivator, inspirator, sekaligus organisator yang menggerakkan suasana belajar. Kedua, sebagai pengajar, guru PAI tidak hanya menyiapkan dan menyampaikan materi, tetapi juga melakukan penilaian dengan tetap menekankan aspek karakter. Ketiga, sebagai pembimbing, mereka mengamati dan mencatat perilaku siswa, kemudian memberikan arahan serta bimbingan agar nilai-nilai karakter benar-benar melekat dalam kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pandemi justru mempertegas pentingnya peran guru PAI. Mereka tidak sekadar mengajarkan pengetahuan agama, melainkan juga menjaga agar siswa tetap berpegang pada nilai religius, jujur, disiplin, mandiri, dan bertanggung jawab, meski pembelajaran dilakukan dari balik layar gawai.

Lebih dari sekadar laporan akademis, karya Rani Nur Apriana memberi pelajaran berharga: pendidikan karakter tidak boleh berhenti meski dunia dihantam krisis. Justru dalam situasi sulit, nilai-nilai karakter seperti religius, gotong royong, dan integritas semakin dibutuhkan untuk membentuk generasi tangguh.

SMA Muhammadiyah 1 Muntilan, sebagai lokasi penelitian, tampil sebagai contoh nyata bagaimana sekolah bisa beradaptasi. Dengan kurikulum nasional, Al-Islam, dan keterampilan hidup, sekolah ini mampu menanamkan nilai karakter secara konsisten melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Peran guru PAI di dalamnya menjadi kunci keberhasilan.

Melalui penelitian ini, Rani menyimpulkan bahwa meski pandemi membawa keterbatasan, semangat guru PAI dalam menanamkan nilai karakter tetap menyala. Mereka membuktikan bahwa pendidikan sejati bukan sekadar soal transfer ilmu, melainkan pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, siap menjadi generasi unggul bagi bangsa. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut