Magelang 27 Agustus 2025 – Di balik lampu terang dan rak-rak penuh produk di toko ritel modern, tersimpan dinamika kerja yang kerap luput dari perhatian publik. Pekerja kasir dan pramuniaga, yang setiap hari melayani jutaan konsumen, ternyata menghadapi tekanan kerja yang tidak ringan. Fenomena inilah yang diteliti oleh Anggi Nur Alifah, mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Magelang, dalam skripsinya berjudul Pengaruh Keadilan Distributif terhadap Stres Kerja pada Karyawan Toko Ritel Modern.
Latar Belakang Penelitian
Industri ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret bukan sekadar bagian dari gaya hidup masyarakat urban, melainkan juga penyumbang besar bagi perekonomian Indonesia. Data menunjukkan, jumlah gerai ritel modern tumbuh ribuan setiap tahun dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah masif. Namun, di balik angka tersebut, realitas kerja karyawan kerap diwarnai dengan tuntutan berat: dari bongkar muat barang, target penjualan, hingga risiko pemotongan gaji akibat minus kasir atau barang rusak.
Dalam wawancara awalnya, Anggi menemukan sejumlah keluhan dari karyawan Alfamart. Mereka mengaku sering mengalami sakit kepala, pola makan tidak teratur, kelelahan akibat jumping shift, hingga stres psikologis karena beban kerja dan kebijakan pemotongan gaji. Kondisi itu menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana persepsi karyawan tentang keadilan distributif—yakni rasa adil dalam pembagian beban kerja, gaji, dan sanksi—mempengaruhi tingkat stres kerja mereka?
Tujuan dan Metode
Penelitian Anggi bertujuan menguji apakah ada pengaruh nyata antara persepsi keadilan distributif dengan stres kerja pada karyawan ritel modern. Ia melibatkan 112 responden yang bekerja sebagai kasir dan pramuniaga dengan masa kerja minimal satu tahun.
Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner berbasis skala psikologi: Skala Keadilan Distributif berdasarkan teori Greenberg & Colquitt, serta Skala Stres Kerja berdasarkan teori Robbins & Judge. Analisis dilakukan dengan metode kuantitatif menggunakan regresi linier sederhana melalui perangkat lunak SPSS.
Hasil Penelitian
Hasil analisis menunjukkan bahwa keadilan distributif berpengaruh signifikan terhadap stres kerja. Nilai uji regresi menghasilkan R = 0,236; R² = 0,056; F = 6,491; p = 0,012 (p < 0,05). Artinya, semakin tinggi persepsi keadilan distributif, semakin rendah tingkat stres kerja karyawan.
Namun, Anggi menekankan bahwa kontribusi keadilan distributif terhadap stres kerja hanya 5,6 persen. Artinya, ada 94,4 persen faktor lain di luar keadilan distributif yang berperan lebih besar—mulai dari kondisi fisik tempat kerja, hubungan interpersonal, hingga masalah pribadi karyawan. Menariknya, mayoritas responden menilai keadilan distributif berada pada kategori sedang hingga tinggi, tetapi tingkat stres kerja mereka juga terhitung tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rasa adil saja tidak cukup untuk menekan stres kerja.
Pembahasan dan Implikasi
Penelitian ini sejalan dengan temuan sebelumnya dari Choi dkk. (2013) yang menyebut ketidakadilan dalam pembagian imbalan dapat memicu stres kerja dan intensi resign. Pada konteks ritel modern, ketidakadilan muncul dalam bentuk beban kerja tidak seimbang, pemotongan gaji karena minus, serta tuntutan target yang kadang harus ditutup dengan dana pribadi karyawan.
Meski begitu, Anggi menilai solusi atas stres kerja karyawan tidak bisa berhenti pada aspek keadilan distributif semata. Perusahaan perlu memperhatikan faktor lain seperti fasilitas kerja (ruang istirahat, kursi untuk kasir, parkir karyawan), hubungan interpersonal antarrekan kerja dan atasan, hingga dukungan psikologis untuk menjaga kesehatan mental.
Ia juga memberi catatan bahwa penelitian dilakukan mendekati masa Lebaran, ketika toko ritel modern cenderung lebih sibuk dari biasanya. Kondisi ini mungkin memengaruhi tingkat stres responden yang relatif tinggi. Karena itu, penelitian lanjutan disarankan mengambil waktu pengambilan data di luar periode sibuk dan menambah variabel lain agar gambaran lebih komprehensif.
Kesimpulan
Penelitian Anggi Nur Alifah menyimpulkan bahwa keadilan distributif memang berpengaruh signifikan terhadap stres kerja karyawan ritel modern, meskipun pengaruhnya relatif kecil. Dengan kata lain, rasa adil dalam pembagian beban, gaji, maupun sanksi dapat membantu menurunkan stres, tetapi bukan satu-satunya faktor penentu.
Bagi karyawan, penelitian ini menjadi pengingat pentingnya menyuarakan isu ketidakadilan di tempat kerja. Sedangkan bagi perusahaan, hasil penelitian ini seharusnya menjadi dasar untuk merancang kebijakan manajemen yang lebih adil, humanis, dan berpihak pada kesehatan mental pekerja.
Di tengah pertumbuhan pesat ritel modern di Indonesia, riset seperti ini sangat relevan. Ia membuka mata bahwa kesejahteraan pekerja bukan hanya soal gaji, melainkan juga rasa adil, lingkungan kerja yang sehat, serta dukungan moral yang memadai. Pada akhirnya, menjaga kesehatan mental karyawan berarti menjaga keberlanjutan industri ritel itu sendiri. (ed : noviyanti)
sumber :repository UNIMMA