Magelang, 04 September 2025 – Angka penderita rheumatoid arthritis atau rematik di kalangan lansia terus meningkat seiring bertambahnya usia harapan hidup masyarakat. Penyakit autoimun yang menyerang persendian ini bukan hanya menimbulkan rasa nyeri, kaku, dan bengkak, tetapi juga mengurangi kualitas hidup penderitanya. Di Jawa Tengah, prevalensi penderita radang sendi mencapai 6,78 persen menurut Riset Kesehatan Dasar 2018. Di Kabupaten Magelang sendiri, angka tersebut sekitar 7,5 persen dari populasi lansia.
Melihat fenomena ini, Juni Setyaningsih, mahasiswi Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang, tergerak untuk melakukan penelitian sederhana namun berdampak besar: aplikasi kompres hangat (warm compress) sebagai terapi non-farmakologis untuk menurunkan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia
Latar Belakang Penelitian
Hipertensi, diabetes, dan penyakit degeneratif seperti rematik merupakan masalah umum yang dialami lansia. Rheumatoid arthritis sendiri ditandai dengan peradangan kronis, nyeri persendian, kekakuan terutama di pagi hari, hingga risiko deformitas sendi bila tidak ditangani dengan baik.
Selama ini, pengobatan rematik banyak mengandalkan terapi farmakologis seperti obat analgesik atau antiinflamasi. Namun penggunaan jangka panjang sering menimbulkan efek samping dan ketergantungan. Di sinilah pentingnya inovasi terapi non-obat. Kompres hangat dipilih karena mudah dilakukan, aman, ekonomis, dan dapat dipraktikkan baik secara mandiri maupun dengan bantuan keluarga
Tujuan Penelitian
Melalui karya ilmiahnya, Juni menetapkan tujuan utama untuk:
-
Menerapkan asuhan keperawatan pada lansia penderita rheumatoid arthritis dengan kompres hangat.
-
Mengetahui efektivitas kompres hangat dalam menurunkan intensitas nyeri sendi.
-
Memberikan edukasi kepada keluarga tentang perawatan non-farmakologis yang dapat diterapkan di rumah
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus deskriptif. Subjeknya adalah dua responden lansia penderita rheumatoid arthritis di wilayah Sawangan, Kabupaten Magelang.
Kompres hangat diberikan dengan prosedur standar: kain atau waslap dibasahi air bersuhu sekitar 40°C, kemudian ditempelkan pada sendi yang nyeri selama 15 menit setiap pagi, dilakukan enam hari berturut-turut. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS) untuk melihat perubahan intensitas nyeri
Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan signifikan intensitas nyeri pada kedua responden setelah terapi kompres hangat. Awalnya, nyeri dilaporkan berada pada skala sedang hingga berat. Namun setelah enam kali terapi, tingkat nyeri berangsur menurun hingga masuk kategori ringan.
Selain berkurangnya rasa sakit, lansia juga merasakan efek tambahan berupa tubuh yang lebih rileks, tidur lebih nyenyak, serta meningkatnya kemampuan bergerak. Kompres hangat terbukti membantu melancarkan sirkulasi darah, mengurangi ketegangan otot, dan memberi rasa nyaman secara psikologis.
Pembahasan dan Manfaat
Temuan Juni sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa panas mampu melebarkan pembuluh darah, meningkatkan aliran oksigen, dan menurunkan kekakuan otot. Bagi lansia, manfaat kompres hangat tidak hanya pada aspek fisik, tetapi juga meningkatkan rasa percaya diri untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari tanpa takut nyeri kambuh.
Lebih jauh, penelitian ini menunjukkan bahwa perawatan sederhana berbasis keluarga dapat menjadi solusi alternatif. Edukasi kepada keluarga tentang cara melakukan kompres hangat menjadi penting, agar terapi ini bisa berkesinambungan di rumah.
Kesimpulan
Penelitian Juni Setyaningsih menegaskan bahwa aplikasi warm compress efektif dalam menurunkan nyeri rheumatoid arthritis pada lansia. Dengan metode yang mudah, murah, dan tanpa efek samping, kompres hangat bisa menjadi pilihan terapi non-farmakologis yang mendukung kualitas hidup para lansia.
Di tengah meningkatnya angka penderita rematik di Indonesia, temuan ini menjadi angin segar: kesehatan lansia dapat ditingkatkan dengan langkah sederhana. Pesannya jelas: perawatan tidak selalu harus mahal atau rumit. Kadang, solusi terbaik justru ada pada metode tradisional yang dikemas secara ilmiah dan teruji. (ed-AIS)
Sumber: repository UNIMMA