Magelang, 19 September 2025 – Anita Diyah Sitawati, mahasiswi Program Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, menyajikan temuan menarik tentang peran spiritualitas di lingkungan sekolah terhadap kinerja guru. Dalam tesis berjudul Kontribusi Spiritualitas Tempat Kerja terhadap Kinerja dilihat dari Budaya Kerja dan Komitmen Organisasi (Guru SMA/SMK se-Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang), Anita menempatkan spiritualitas bukan sekadar nilai pribadi tetapi sebagai pendorong sistemik yang memengaruhi komitmen dan budaya kerja di sekolah—yang pada gilirannya menaikkan produktivitas pengajaran.
Penelitian ini lahir dari observasi bahwa tidak semua guru menunjukkan kinerja optimal meski mereka memegang kualifikasi dan kompetensi formal. Anita merumuskan enam tujuan penelitian: mengukur tingkat spiritualitas tempat kerja, komitmen organisasi, budaya kerja, dan kinerja guru; serta menelaah apakah spiritualitas berpengaruh pada kinerja melalui dua variabel intervening—komitmen organisasi dan budaya kerja. Populasi penelitian adalah seluruh guru SMA/SMK se-Kecamatan Salaman (185 guru) dengan sampel 30% atau 85 responden yang dipilih untuk analisis.
Secara metodologis, penelitian ini menggabungkan teknik deskriptif dengan analisis kuantitatif: regresi dan analisis jalur (path analysis). Data dikumpulkan melalui angket yang sudah diuji validitas dan reliabilitas; seluruh variabel menunjukkan reliabilitas tinggi — nilai Cronbach’s Alpha untuk spiritualitas, komitmen, budaya kerja, dan kinerja semuanya di atas 0,90, menandakan konsistensi instrumen yang baik. Wawancara juga digunakan untuk melengkapi data kuantitatif. Pelaksanaan lapangan terjadi pada Agustus–September 2021.
Hasil yang terang dan konsisten menjadi inti laporan Anita. Pertama, mayoritas guru menunjukkan tingkat spiritualitas tempat kerja yang sangat baik atau baik: 53,1% dinilai “sangat baik” dan 46,9% “baik” — tidak ditemukan kategori sedang atau rendah. Temuan ini menggambarkan guru-guru di Salaman merasakan kehidupan batin, makna pekerjaan, dan keterikatan komunitas yang kuat di tempat kerja mereka.
Lebih penting lagi, analisis jalur mengungkap mekanisme bagaimana spiritualitas “bekerja” pada kinerja. Koefisien jalur dari spiritualitas ke komitmen organisasi (X→Z1) sebesar 0,689, dan dari komitmen ke kinerja (Z1→Y) 0,451; perkalian keduanya menghasilkan pengaruh tidak langsung sekitar 31% — lebih besar daripada pengaruh langsung spiritualitas ke kinerja yang hanya 0,181. Dengan kata lain, spiritualitas meningkatkan kinerja guru secara signifikan melalui penguatan komitmen terhadap organisasi.
Temuan paralel muncul untuk jalur kedua: spiritualitas berpengaruh kuat pada budaya kerja (X→Z2 = 0,694), dan budaya kerja pada kinerja (Z2→Y = 0,374). Implikasi tidak langsungnya sekitar 26% — lagi-lagi lebih tinggi daripada efek langsung spiritualitas ke kinerja — yang menegaskan bahwa spiritualitas memperbaiki kualitas budaya kerja, dan budaya kerja yang sehat mendongkrak kinerja profesional guru.
Dari perspektif praktik, tesis Anita menawarkan pesan yang jelas bagi pengelola sekolah: upaya peningkatan kinerja guru tidak cukup hanya melalui peningkatan kompetensi teknis atau kesejahteraan materi. Memupuk iklim kerja yang memberi makna, menumbuhkan rasa kebersamaan, serta memperkuat nilai-nilai spiritual di lingkungan sekolah dapat memperkuat komitmen dan budaya kerja — yang pada akhirnya meningkatkan kinerja pengajaran. Anita menutup temuannya dengan rekomendasi agar sekolah merancang program pembinaan spiritualitas dan budaya profesional sebagai bagian dari pengembangan SDM.
Dalam bahasa jurnalistik: tesis ini bukan hanya laporan akademis—ia adalah undangan bagi dunia pendidikan untuk melihat kembali akar perilaku profesional guru. Lewat data dan analisis yang sistematis, Anita Diyah Sitawati menegaskan bahwa sumber daya paling strategis di sekolah mungkin bukan hanya kurikulum atau fasilitas, melainkan dimensi batiniah dan budaya kolektif yang memberi makna pada kerja sehari-hari. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA