Mahasiswa Farmasi Masih Minim Pemahaman soal Perawatan Paliatif
22 August 2025

mimin

Magelang, 22 Agustus 2025 – Perawatan paliatif, yang sejatinya ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit serius maupun terminal, ternyata masih dipandang sempit oleh sebagian mahasiswa farmasi. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Riska, mahasiswa Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Magelang, pada awal 2024.

Dalam skripsinya yang berjudul Penilaian Kesadaran Perawatan Paliatif di Kalangan Mahasiswa Farmasi, Riska menyoroti sejauh mana calon tenaga farmasi memahami konsep dasar, tujuan, hingga praktik perawatan paliatif. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner yang disebarkan secara daring kepada 145 mahasiswa farmasi dan profesi apoteker dari Universitas Muhammadiyah Magelang serta Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Data kemudian dianalisis dengan perangkat lunak SPSS untuk mendapatkan gambaran kuantitatif.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat pengetahuan dan kesadaran mahasiswa farmasi terhadap perawatan paliatif, mengingat bidang farmasi memegang peran penting dalam pemberian obat dan dukungan terhadap pasien dengan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan.

Hasil penelitian menyingkap temuan menarik sekaligus mengkhawatirkan. Sebanyak 74,5 persen mahasiswa masih menganggap perawatan paliatif sekadar pemberian obat pereda nyeri. Hanya sekitar 32,5 persen responden yang mampu menjawab dengan tepat bahwa perawatan paliatif adalah perawatan aktif yang diberikan pada pasien di tahap akhir kehidupan, mencakup aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.

Tak hanya itu, pemahaman mengenai penggunaan morfin dalam perawatan paliatif juga masih rendah. Sebanyak 89,7 persen responden keliru beranggapan bahwa morfin dapat meredakan semua jenis rasa sakit dan berpotensi menimbulkan ketergantungan. Padahal, dalam praktik klinis, morfin berfungsi mengurangi nyeri tertentu serta sesak napas, dan justru dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Meski terdapat banyak kekurangan, penelitian ini juga menyoroti sisi positif. Mayoritas mahasiswa menunjukkan pemahaman baik mengenai komponen kematian yang baik, seperti pentingnya manajemen nyeri, pengambilan keputusan yang jelas, dan persiapan menghadapi akhir hayat. Sebanyak 76,1 persen responden menjawab benar pada aspek ini. Selain itu, 68,8 persen mahasiswa menyadari pentingnya komunikasi terbuka mengenai prognosis penyakit, termasuk keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan medis.

Temuan lain menunjukkan bahwa mahasiswa relatif memahami gejala non-nyeri yang sering muncul pada pasien paliatif, seperti sesak napas, muntah, dan konstipasi. Namun, masih banyak yang salah kaprah dalam menilai anggota tim multidisiplin perawatan paliatif. Misalnya, sebagian besar mengira radioterapis merupakan bagian dari tim inti, padahal peran utama justru berada pada dokter, perawat, apoteker, pekerja sosial, serta tenaga psikolog dan spiritual.

Riska menegaskan bahwa hasil studinya dapat menjadi bahan refleksi bagi institusi pendidikan kesehatan, khususnya program studi farmasi, untuk memperkuat materi mengenai perawatan paliatif dalam kurikulum. “Masih ada kesenjangan pemahaman yang cukup lebar. Padahal, farmasis memiliki peran vital dalam memastikan pasien mendapat terapi obat yang tepat sekaligus dukungan menyeluruh dalam perawatan paliatif,” ungkapnya dalam kesimpulan penelitian.

Ia juga menyarankan agar edukasi terkait definisi perawatan paliatif, filosofi, serta penggunaan morfin lebih diperluas. Menurutnya, dengan pemahaman yang benar, mahasiswa farmasi dapat tumbuh menjadi tenaga kesehatan yang lebih siap menghadapi tantangan di lapangan, terutama dalam menangani pasien dengan penyakit kronis yang membutuhkan pendampingan intensif hingga akhir hayat.

Penelitian ini pun menambah daftar kajian akademik tentang perawatan paliatif di Indonesia. Sebelumnya, kajian lebih banyak berfokus pada mahasiswa keperawatan, sementara penelitian terhadap mahasiswa farmasi masih jarang dilakukan. Dengan demikian, studi yang dilakukan Riska dapat menjadi pijakan awal untuk memperluas riset lintas disiplin mengenai perawatan paliatif di kalangan tenaga kesehatan muda.

Kesimpulannya, penelitian ini menyoroti sebuah paradoks: mahasiswa farmasi yang diharapkan memiliki pengetahuan memadai soal perawatan paliatif ternyata masih memiliki pemahaman terbatas, terutama terkait definisi dan penggunaan morfin. Namun, mereka juga menunjukkan kesadaran yang baik pada aspek komunikasi dan etika dalam mendampingi pasien menuju akhir kehidupan. Hasil ini menegaskan pentingnya integrasi pendidikan paliatif dalam kurikulum farmasi agar tenaga kesehatan di masa depan lebih siap memberikan pelayanan yang menyeluruh dan manusiawi. (ed. Sulistya NG)

sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut

  • VIPBET88 menjadi situs judi bola online terpercaya yang menawarkan kenyamanan bermain via mobile serta layanan resmi untuk setiap member.
  • VIPBET88 menjadi pilihan tepat situs SBOBET88 online terpercaya dengan keamanan tinggi, layanan profesional, dan bonus eksklusif setiap hari.
  • VIPBET88 adalah link terbaru dari situs judi bola online resmi dari provider sbobet88 yang merupakan agen taruhan bola terbaik tahun 2025 memiliki ratusan pilihan game judi bola yang dapat dimainkan.
  • VIPBET88 merupakan pusat judi bola online resmi Sbobet88 dengan akses link terbaru, fitur modern, dan layanan profesional sepanjang waktu.