Magelang, 3 September 2025 – Pendidikan karakter menjadi salah satu isu penting dalam dunia pendidikan Indonesia, terlebih setelah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan bertujuan membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta bertanggung jawab sebagai warga negara. Sejalan dengan mandat itu, Eri Zuliansah Kurniawan, mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang, melakukan penelitian mendalam mengenai implementasi model manajemen pendidikan karakter religius di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD/MI) unggulan di Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Tema dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini berfokus pada bagaimana sekolah-sekolah Muhammadiyah di Mungkid merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi pendidikan karakter religius. Tiga sekolah menjadi lokus utama: SD Muhammadiyah Sirojudin, MI Muhammadiyah Blondo, dan MI Muhammadiyah Paremono. Tujuan utama penelitian adalah:
- Menggali perencanaan pendidikan karakter religius.
- Menelaah implementasi manajemen pendidikan karakter religius.
- Mengidentifikasi kendala serta mencari solusi dalam penerapan nilai-nilai religius di sekolah.
Metodologi yang Digunakan
Dengan pendekatan kualitatif lapangan, Eri mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dengan kepala sekolah, guru Pendidikan Agama Islam, hingga pengampu kegiatan ekstrakurikuler. Data juga diperoleh dari dokumen sekolah untuk memperkuat validitas penelitian. Metode deskriptif dipakai untuk menyajikan hasil secara faktual, akurat, dan sistematis, sehingga bisa menggambarkan realitas pendidikan karakter religius di lapangan.
Hasil Penelitian: Dari Perencanaan hingga Evaluasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga sekolah memiliki pola yang relatif serupa dalam mengintegrasikan pendidikan karakter religius ke dalam kurikulum dan budaya sekolah.
Di SD Muhammadiyah Sirojudin, perencanaan dilakukan sejak awal tahun ajaran dengan melibatkan semua guru. Kegiatan religius seperti doa pagi, pembacaan Asmaul Husna, serta pembiasaan 4S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan Santun) menjadi bagian dari rutinitas sekolah.
Sementara itu, MI Muhammadiyah Blondo menekankan integrasi nilai religius dalam setiap mata pelajaran, baik umum maupun keagamaan. Guru dituntut tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menjadi teladan nyata bagi siswa.
Adapun MI Muhammadiyah Paremono melibatkan seluruh pemangku kepentingan—dari guru, komite sekolah, hingga penjaga kantin—dalam membangun budaya religius. Evaluasi dilakukan secara rutin melalui rapat guru maupun buku penghubung yang ditandatangani wali siswa, sehingga perkembangan karakter anak dapat dimonitor bersama.
Kendala dan Solusi
Kendati pelaksanaan sudah berjalan cukup baik, penelitian ini menemukan sejumlah kendala. Salah satu hambatan utama adalah kurang sinkronnya pembiasaan religius di sekolah dengan kebiasaan siswa di rumah. Banyak siswa yang terbiasa berdisiplin di sekolah, namun longgar dalam melaksanakan ibadah atau aturan di rumah karena kurangnya perhatian orang tua.
Selain itu, pasca liburan panjang, siswa sering kali kesulitan kembali pada rutinitas religius yang sudah dibangun di sekolah.
Sebagai solusi, sekolah-sekolah Muhammadiyah di Mungkid menginisiasi berbagai program, seperti parenting day untuk melibatkan orang tua dalam sosialisasi program sekolah, pembuatan buku kontrol kegiatan religius di rumah, serta pembentukan grup komunikasi wali murid guna memantau perkembangan anak secara berkesinambungan.
Model Holistik Integratif
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah penggunaan model holistik integratif dalam implementasi pendidikan karakter religius. Artinya, nilai-nilai religius tidak hanya diajarkan pada mata pelajaran agama, tetapi juga diintegrasikan dalam seluruh proses pembelajaran, budaya sekolah, hingga kegiatan ekstrakurikuler. Dengan model ini, pendidikan karakter religius bukan sekadar wacana, tetapi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari siswa.
Kontribusi Penelitian
Penelitian Eri Zuliansah Kurniawan memberikan gambaran nyata bahwa penguatan pendidikan karakter religius tidak bisa hanya mengandalkan guru di sekolah, melainkan perlu sinergi dengan orang tua dan masyarakat sekitar. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengelola lembaga pendidikan, khususnya Muhammadiyah, dalam menyusun kebijakan untuk memaksimalkan kinerja guru dan membangun budaya sekolah yang religius.
Lebih jauh, penelitian ini menegaskan pentingnya evaluasi berkelanjutan dan inovasi dalam melibatkan orang tua agar pendidikan karakter religius benar-benar berakar dalam diri siswa. Dengan demikian, cita-cita pendidikan nasional untuk melahirkan generasi berkarakter mulia, beriman, dan bertanggung jawab dapat terwujud. (ed : noviyanti)
sumber: repository UNIMMA