Magelang 1 September 2025 – Persoalan sampah masih menjadi tantangan besar di berbagai daerah di Indonesia. Tak terkecuali di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang setiap harinya menghasilkan sekitar 580 ton sampah. Dari jumlah tersebut, Kecamatan Borobudur—yang dikenal sebagai kawasan strategis pariwisata nasional—menjadi salah satu penyumbang terbesar. Besarnya arus wisatawan di kawasan Candi Borobudur membawa berkah ekonomi, namun di sisi lain menghadirkan masalah pelik berupa penumpukan sampah.
Melihat kondisi ini, Fajar Abdul Malik, mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Magelang, melakukan penelitian berjudul “Sustainability Assessment TPS 3R Kecamatan Borobudur dengan SWOT Analisis”. Penelitian ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dan dipertahankan pada tahun 2022.
Dalam paparannya, Fajar menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama pemerintah desa telah membangun infrastruktur berbasis masyarakat berupa TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) di 12 desa di Borobudur. Kehadiran TPS 3R sejatinya bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah, memaksimalkan pemilahan, serta mengolah kembali sampah agar tidak seluruhnya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Namun, kenyataannya pengelolaan TPS 3R masih menghadapi sejumlah kendala. Dari hasil pengamatan Fajar, kurang dari 50% sampah warga dapat terkelola, selebihnya masih berakhir di TPA. Proses pengumpulan pun hanya berlangsung tiga hingga empat hari sekali, sementara fasilitas yang tersedia belum digunakan secara optimal. Hanya sekitar 30–40% sampah yang benar-benar diolah, sementara 40–60% sisanya menjadi residu.
Melalui analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), Fajar berusaha menilai keberlanjutan pengelolaan TPS 3R dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, lingkungan, teknis, dan organisasi. Dari sisi internal, perhitungan IFAS (Internal Factor Analysis Summary) menunjukkan skor 3,17. Angka ini menandakan bahwa kekuatan TPS 3R lebih dominan dibandingkan kelemahannya. Di sisi eksternal, EFAS (External Factor Analysis Summary) menunjukkan skor peluang 1,57 dan ancaman 1,56, dengan total 3,11. Artinya, peluang masih tersedia, meski ancaman juga cukup besar.
Dengan hasil tersebut, posisi TPS 3R Borobudur berada di kuadran I, yang berarti organisasi ini dalam kondisi kuat sekaligus memiliki peluang untuk berkembang. Strategi yang direkomendasikan adalah strategi SO (Strength-Opportunities), yakni mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki untuk menangkap peluang yang ada.
Beberapa langkah konkret yang disarankan Fajar antara lain:
- Mengoptimalkan produksi kompos dan biogas agar sampah organik dapat memberikan nilai tambah ekonomi.
- Menerapkan teknologi ramah lingkungan berbasis listrik dalam pengolahan sampah, sehingga efisiensi meningkat.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat, baik dalam memilah sampah dari rumah tangga maupun dalam mendukung keberlangsungan program melalui iuran yang konsisten.
- Mendorong profesionalisme manajemen TPS 3R, sehingga pengelolaan tidak lagi bergantung pada sistem sukarela.
Fajar juga menyoroti bahwa salah satu persoalan mendasar adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah. Selain itu, pengelola TPS 3R masih banyak yang menerima upah di bawah UMR Kabupaten Magelang. Hal ini membuat keberlanjutan program kerap terkendala secara sosial maupun finansial.
Meski demikian, peluang tetap terbuka lebar. Semakin tingginya perhatian publik terhadap isu lingkungan dan dukungan regulasi pemerintah dapat menjadi modal penting. Borobudur sebagai destinasi wisata dunia pun dapat memanfaatkan momentum ini untuk membangun citra sebagai kawasan pariwisata berkelanjutan yang peduli lingkungan.
Penelitian yang dilakukan Fajar Abdul Malik menjadi catatan penting bagi pemerintah daerah, pengelola, dan masyarakat. Dengan strategi yang tepat, TPS 3R Borobudur berpotensi bukan hanya sebagai tempat pengolahan sampah, melainkan juga sebagai model kolaborasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Jika dikelola secara optimal, TPS 3R tidak hanya mampu menekan volume sampah, tetapi juga dapat menghadirkan nilai ekonomi baru bagi warga, sekaligus memperkuat posisi Borobudur sebagai ikon wisata ramah lingkungan. (ed : noviyanti)
sumber : repository UNIMMA