Magelang, 13 Agustus 2025 – Sebuah penelitian dari Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang mengangkat cara unik memahami ajaran Islam melalui media populer: film. Zahida Solusia Khoirunnisa’, penulis skripsi berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film 99 Cahaya di Langit Eropa, meneliti bagaimana karya sinematik bisa menjadi sarana pendidikan yang menyentuh hati sekaligus membuka wawasan.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa pendidikan Islam tak hanya bisa diajarkan di ruang kelas, tetapi juga melalui media kreatif, salah satunya film religi. Menurut Zahida, di era teknologi dan globalisasi, masyarakat—terutama generasi muda—lebih banyak terpapar media audio-visual. Oleh karena itu, penting menghadirkan konten positif yang memuat nilai-nilai Islam dalam bentuk yang menarik.
99 Cahaya di Langit Eropa, film adaptasi dari novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, dipilih sebagai objek kajian. Film ini bercerita tentang pengalaman nyata Hanum dan Rangga selama di Eropa, menemukan jejak sejarah Islam yang masih tertinggal di benua tersebut, sekaligus menghadapi tantangan hidup sebagai Muslim di tengah mayoritas non-Muslim.
Tujuan utama penelitian ini ada tiga:
- Mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam film.
- Menggali pesan moral yang terkandung di dalamnya.
- Menilai relevansi nilai-nilai tersebut dengan ajaran Al-Qur’an.
Zahida menggunakan metode library research dengan analisis konten. Ia mengumpulkan data dari naskah film, literatur pendukung, dan dokumentasi terkait. Analisis dilakukan untuk mengekstrak nilai-nilai pendidikan Islam, mengkaji pesan moral yang disampaikan, dan membandingkannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
Nilai Pendidikan Islam dalam Film
Penelitian ini mengungkap empat kelompok besar nilai pendidikan Islam dalam 99 Cahaya di Langit Eropa:
- Nilai Akidah: Film ini menegaskan keyakinan kepada Allah, mengesakan-Nya, serta pentingnya memegang teguh iman di tengah lingkungan berbeda keyakinan. Adegan seperti tokoh Rangga yang tetap melaksanakan adzan di negeri minoritas Muslim menjadi simbol keteguhan tauhid.
- Nilai Ibadah: Praktik ibadah dalam film, seperti salat tepat waktu, menjaga kehalalan makanan, hingga berpuasa di negeri empat musim, menggambarkan ketaatan tanpa kompromi meski berada jauh dari tanah air.
- Nilai Akhlak: Tercermin dalam sikap tokoh-tokohnya yang santun, sabar, dan menghormati perbedaan. Dialog-dialog hangat dengan warga lokal dan sahabat lintas agama menunjukkan bahwa Islam mengajarkan keramahan dan toleransi.
- Nilai Muamalah: Interaksi sosial yang dilandasi saling menghormati, tolong-menolong, dan menjalin persahabatan lintas budaya menjadi contoh nyata penerapan ajaran habluminannas.
Pesan Moral yang Disorot
Zahida menekankan bahwa pesan moral utama film ini adalah Islam sebagai agama damai—bukan terorisme, bukan pula anti-Barat. Film ini mengajak penonton memahami bahwa seorang Muslim dapat hidup harmonis di tengah masyarakat yang berbeda keyakinan, tanpa kehilangan identitas dan prinsip.
Nilai-nilai ini juga memberi pelajaran bahwa dakwah tak selalu melalui mimbar atau ceramah formal, melainkan bisa lewat sikap, teladan, dan interaksi sehari-hari. Pesan toleransi, empati, dan persaudaraan lintas batas menjadi napas utama kisahnya.
Kesesuaian dengan Al-Qur’an
Peneliti menemukan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam film sepenuhnya selaras dengan ajaran Al-Qur’an. Misalnya, perintah untuk berbuat baik kepada sesama tanpa memandang latar belakang (QS. An-Nisa: 36) dan menjaga ibadah di segala situasi (QS. Al-Baqarah: 238). Film ini menjadi bukti bahwa seni dan media populer bisa menjadi medium dakwah yang sesuai syariat.
Relevansi di Era Modern
Penelitian ini menyimpulkan bahwa 99 Cahaya di Langit Eropa dapat menjadi media pembelajaran pendidikan Islam yang efektif di era modern. Melalui visual yang memikat dan alur cerita yang relatable, pesan-pesan Islam dapat diterima oleh audiens yang lebih luas, termasuk mereka yang mungkin kurang tertarik pada pembelajaran agama secara formal.
Refleksi Peneliti
Zahida berharap kajiannya bisa membuka wawasan pendidik, sineas, dan masyarakat luas bahwa film bukan sekadar hiburan, melainkan juga sarana membentuk karakter dan memperkuat keimanan. Ia menegaskan, “Pendidikan Islam tak boleh tertinggal oleh arus budaya global. Justru kita harus hadir di tengahnya, membawa nilai damai, toleran, dan menginspirasi.”
Dengan penelitian ini, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang menambah daftar kontribusi akademiknya dalam menggabungkan nilai religius dengan media populer. Harapannya, akan lahir lebih banyak karya yang menyebarkan nilai kebaikan, tidak hanya di layar lebar, tetapi juga di kehidupan nyata. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA