Magelang, 8 September 2025 – Pondok Pesantren Tahfidz Al-Barokah Merapi, yang berdiri sejak 2015 di lereng Gunung Merapi, menjadi rumah bagi para santri yang bercita-cita menjadi hafidz dan hafidzah. Setiap hari mereka berhadapan dengan tantangan berat: bagaimana menghafal Al-Qur’an dengan lancar sesuai makhraj dan tajwid, di tengah perbedaan kemampuan membaca dan daya serap. Dari latar belakang itu, Yuldiasih, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Magelang, memilih meneliti efektivitas metode wahdah sebagai jalan keluar.
Tema Penelitian
Penelitian Yuldiasih mengusung tema “Penerapan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Barokah Merapi”. Metode wahdah sendiri adalah cara menghafal dengan mengulang satu ayat berkali-kali, hingga benar-benar melekat dalam ingatan, sebelum berpindah ke ayat berikutnya. Santri membaca ayat dengan mushaf, mengulang 10–20 kali, lalu melafalkan tanpa melihat, hingga hafalan kokoh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, mendeskripsikan penerapan metode wahdah di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Barokah Merapi. Kedua, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaannya. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, Yuldiasih terjun langsung ke lapangan, melakukan wawancara dengan pengasuh, ustadz, serta santri, sekaligus mengamati praktik sehari-hari.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode wahdah sangat membantu santri dalam meningkatkan hafalan. Santri yang awalnya kesulitan membaca perlahan menunjukkan peningkatan signifikan. Mereka lebih percaya diri menyetorkan hafalan kepada ustadz, dan termotivasi untuk mencapai target hafalan harian.
Metode ini juga membuat hafalan lama lebih terjaga melalui muroja’ah (pengulangan hafalan) dan tasmi’ (memperdengarkan hafalan). Santri tidak hanya menambah hafalan baru, tetapi juga memastikan hafalan lama tetap kuat. Dari segi psikologis, metode wahdah mendorong santri memiliki disiplin, konsistensi, serta rasa tanggung jawab atas hafalannya.
Faktor pendukung keberhasilan penerapan metode ini meliputi: sarana-prasarana pondok yang memadai, peran aktif ustadz dan ustadzah yang sabar membimbing, serta motivasi pribadi para santri. Lingkungan pondok yang kondusif turut memberi dorongan semangat.
Namun, ada pula faktor penghambat. Perbedaan kemampuan antar santri membuat perkembangan hafalan tidak merata. Ada yang cepat, ada pula yang lambat. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam mendampingi muroja’ah di rumah sering kali kurang optimal, sehingga beberapa santri tertinggal dari target.
Implikasi dan Harapan
Penelitian ini menegaskan bahwa metode wahdah efektif, meskipun membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Pondok pesantren dapat menjadikannya sebagai strategi utama dalam pembelajaran tahfidz, dengan catatan perlu perhatian lebih terhadap santri yang lambat, serta membangun sinergi dengan orang tua agar hafalan santri terjaga di luar pondok.
Secara teoritis, penelitian Yuldiasih memperkaya literatur tentang metode pembelajaran Al-Qur’an. Secara praktis, hasil penelitian ini memberi kontribusi nyata bagi pondok dalam menyusun program tahfidz yang lebih terarah.
Dengan metode wahdah, perjalanan santri menuju predikat hafidz memang tidak instan, namun lebih kuat, konsisten, dan berakar. Di lereng Merapi, suara lantunan ayat suci itu pun menjadi saksi bahwa kesungguhan, metode yang tepat, dan dukungan lingkungan mampu mencetak generasi Qur’ani yang tangguh. (ed: Adella)
sumber: repository UNIMMA