Magelang, 03 September 2025 – Fenomena merokok di kalangan remaja Indonesia kerap menjadi perhatian serius, terlebih di daerah yang kental dengan tradisi tembakau seperti Kabupaten Temanggung. Meski rokok sudah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat, penelitian terbaru justru mengungkap sisi berbeda: banyak remaja mulai memiliki motivasi tinggi untuk berhenti merokok.
Penelitian ini dilakukan oleh Tomi Sri Wardani Purnomo, mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Magelang. Skripsinya bertajuk “Motivasi Berhenti Merokok pada Remaja di SMP Negeri 1 Kandangan, Kabupaten Temanggung”.
Penelitian ini berangkat dari keprihatinan, sebab hasil survei pendahuluan menemukan bahwa dari 283 siswa laki-laki di SMP tersebut, setidaknya 198 di antaranya adalah perokok aktif. Padahal sekolah sudah menetapkan kawasan bebas asap rokok. Kondisi itu mendorong Tomi untuk meneliti lebih jauh: apakah para siswa masih memiliki dorongan untuk meninggalkan rokok, atau justru pasrah dengan kebiasaan tersebut?
Dengan metode deskriptif kuantitatif, Tomi melibatkan 73 responden yang dipilih melalui teknik proporsional random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Richmond Test, kuesioner khusus untuk mengukur tingkat motivasi berhenti merokok. Skor jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi tiga: motivasi rendah, sedang, dan tinggi.
Hasilnya memberikan secercah harapan. Sebanyak 39 siswa (52,1%) menunjukkan motivasi tinggi untuk berhenti merokok. Sementara itu, 18 siswa (24,7%) berada pada kategori motivasi sedang, dan 16 siswa (23,2%) masih berada di level motivasi rendah. Artinya, meskipun praktik merokok sudah mengakar, lebih dari separuh responden sebenarnya memiliki keinginan kuat untuk berhenti.
Menurut Tomi, temuan ini menegaskan bahwa motivasi adalah kunci utama dalam upaya berhenti merokok. Dorongan dari dalam diri, seperti kesadaran akan bahaya rokok, keinginan hidup lebih sehat, dan tekad memperbaiki diri, menjadi faktor intrinsik yang penting. Di sisi lain, dukungan dari luar seperti keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah juga memberi pengaruh besar sebagai faktor ekstrinsik.
Penelitian ini juga menyoroti peran penting sekolah dan tenaga kesehatan. Tomi merekomendasikan adanya program edukasi kesehatan yang kreatif dan berkelanjutan. Tidak cukup hanya dengan peringatan tertulis, tetapi juga melalui gambar, poster, diskusi, serta kegiatan screening dini untuk mendeteksi perilaku merokok sejak awal.
Selain itu, peran puskesmas di wilayah setempat juga dinilai krusial. Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar intervensi berupa promosi kesehatan, penyuluhan tentang bahaya rokok, hingga program pendampingan bagi remaja perokok yang ingin berhenti.
Kesimpulan utama dari penelitian ini jelas: motivasi berhenti merokok pada remaja SMP N 1 Kandangan tergolong tinggi. Fakta ini menunjukkan adanya potensi besar untuk membentuk generasi muda yang lebih sadar kesehatan, asalkan ada pendampingan yang tepat dari lingkungan terdekat.
Dalam konteks yang lebih luas, penelitian ini menambah bukti bahwa meskipun Indonesia masih berada pada peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia, termasuk remaja, peluang untuk mengubah keadaan tetap terbuka. Selama motivasi internal remaja terus dipupuk dan diperkuat oleh dukungan eksternal, impian untuk mewujudkan sekolah bebas rokok bukanlah hal yang mustahil.(ed : fatikakh)
Sumber : repositori UNIMMA