Magelang, 19 September 2025 – Luxita Sistianingsih mengangkat isu sensitif di balik meja produksi UMKM: sejauh mana politik organisasi memengaruhi kemampuan karyawan untuk berkreasi—dan apakah kebiasaan menyembunyikan pengetahuan (knowledge hiding) memainkan peran sebagai perantara. Dalam skripsi berjudul “Pengaruh Persepsi Politik Organisasi Terhadap Kreativitas yang Dimediasi Knowledge Hiding (Studi Empiris Karyawan UMKM di Kabupaten Magelang)”, Luxita menelusuri hubungan itu dengan data lapangan dari 70 karyawan UMKM sektor manufaktur di Kabupaten Magelang.
Pendekatan penelitian bersifat eksplanatif-kuantitatif dengan teknik purposive sampling; kuesioner disebar secara langsung dan melalui Google Form antara 22–26 Juli 2022. Variabel yang diuji meliputi: Persepsi Politik Organisasi (POP) diukur lewat 12 item; Kreativitas karyawan (4 item); dan Knowledge Hiding (3 item). Validitas (KMO > 0,5) dan reliabilitas (Cronbach’s Alpha > 0,60) instrumen dilaporkan memadai sehingga data layak dianalisis lebih lanjut. Demografi responden menunjukkan mayoritas laki-laki (75,7%), rentang usia dominan 20–30 tahun, dan pendidikan terakhir kebanyakan SMA/SMK.
Apa yang ditemukan penelitian ini memunculkan gambaran kompleks — dan beberapa inkonsistensi dalam pelaporan internal yang peneliti catat sendiri. Secara ringkas, ada empat temuan utama yang tercantum dalam bagian kesimpulan:
- Persepsi politik organisasi (POP) berpengaruh negatif terhadap kreativitas.
- POP berpengaruh positif terhadap knowledge hiding.
- Knowledge hiding berpengaruh positif terhadap kreativitas.
- Knowledge hiding tidak memediasi hubungan antara POP dan kreativitas.
Namun, membaca tabel statistik dan pembahasan, pembaca akan menemukan nuansa penting: analisis regresi menunjukkan POP memang berkorelasi positif dan signifikan terhadap knowledge hiding (koefisien = 0,160; t = 3,007; p = 0,004), artinya pengaruh politik yang dirasakan karyawan mendorong kecenderungan menyembunyikan pengetahuan. Sebaliknya, pada hubungan POP → kreativitas, koefisien tercatat negatif tetapi tidak signifikan (β = -0,012; t = -0,302; p = 0,764) — sehingga secara statistik hipotesis langsung bahwa POP menurunkan kreativitas tidak didukung oleh uji t. Sementara itu, koefisien antara knowledge hiding dan kreativitas dilaporkan positif (β ≈ 0,148) dengan t = 1,747 dan p = 0,085, yakni mendekati signifikansi namun tetap di atas batas 0,05.
Karena salah satu kondisi (hubungan langsung POP→kreativitas) tidak signifikan, peneliti tidak melakukan uji mediasi Sobel—sehingga klaim bahwa knowledge hiding tidak memediasi adalah hasil yang terkait dengan keterbatasan signifikansi statistik dalam model. Peneliti menegaskan bahwa, meskipun ada hubungan yang jelas antara persepsi politik dan kecenderungan menyembunyikan pengetahuan, efek berantainya terhadap kreativitas karyawan tidak terbukti secara meyakinkan pada sampel 70 responden ini.
Dari sisi implikasi praktis, skripsi ini menyarankan agar pengelola UMKM memperjelas kebijakan internal, menjamin keadilan dalam penghargaan dan promosi, serta menciptakan iklim kerja yang menurunkan praktik politik yang merusak—langkah-langkah yang diharapkan dapat menekan perilaku menyembunyikan pengetahuan dan, akhirnya, mendukung ruang bagi kreativitas. Di sisi akademis, peneliti merekomendasikan studi lanjutan dengan sampel lebih besar dan variabel tambahan agar pola hubungan yang ditemukan dapat diuji ulang dengan kekuatan statistik lebih tinggi.
Kesimpulannya: penelitian Luxita membuka jendela penting ke dinamika internal UMKM — memperlihatkan bahwa politik organisasi tampak mendorong praktek knowledge hiding, tetapi bukti bahwa rangkaian itu menurunkan kreativitas masih lemah pada data ini. Temuan ini berguna bagi pemilik dan manajer UMKM yang ingin memperkuat budaya berbagi pengetahuan dan mendorong inovasi, serta menjadi panggilan bagi riset berikutnya untuk menyempurnakan temuan awal ini. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA