Magelang, 01 September 2025 – Di tengah arus deras digitalisasi pendidikan akibat pandemi, sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Ulfa Nur Aeni, mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang. Penelitian ini menyoroti peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa di SMK Muhammadiyah 2 Borobudur, khususnya ketika proses pembelajaran berlangsung secara daring.
Tema penelitian ini lahir dari keprihatinan terhadap fenomena yang muncul selama pandemi. Tidak sedikit siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar, bahkan cenderung mengalami degradasi moral akibat keterbatasan interaksi langsung dengan guru. Ulfa Nur Aeni berangkat dari kegelisahan ini untuk mengetahui sejauh mana guru agama tetap mampu menanamkan nilai-nilai akhlak, meski hanya melalui layar gawai.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengungkap strategi, peran, serta tantangan guru agama dalam mendidik akhlak siswa di masa pembelajaran jarak jauh. Ulfa menekankan bahwa guru agama tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga menjadi teladan, motivator, sekaligus pembimbing rohani bagi peserta didik.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasilnya memberikan gambaran nyata bagaimana guru agama berupaya keras menjaga kualitas pembelajaran, sekaligus memastikan bahwa nilai-nilai moral Islam tetap terinternalisasi dalam diri siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran guru agama sangat krusial. Pertama, guru berperan sebagai pengajar yang mentransfer ilmu agama secara sistematis melalui platform daring. Kedua, guru bertindak sebagai pembimbing yang memberi arahan serta solusi ketika siswa menghadapi permasalahan belajar maupun kehidupan sehari-hari. Ketiga, guru tampil sebagai motivator, terus mendorong siswa agar semangat belajar tidak padam meski dihadang keterbatasan interaksi tatap muka. Keempat, guru menjadi teladan akhlak yang sikap dan perilakunya menjadi rujukan moral bagi siswa.
Namun, penelitian ini juga mengungkap adanya berbagai hambatan. Keterbatasan jaringan internet, minimnya sarana teknologi, hingga kurangnya kontrol orang tua menjadi tantangan nyata. Tidak jarang siswa mengalami kesulitan mengikuti pembelajaran karena kendala teknis. Di sisi lain, pengawasan akhlak di rumah sering kali tidak seketat di sekolah, sehingga guru agama harus bekerja lebih keras memastikan nilai moral tetap terjaga.
Meski demikian, ada pula faktor pendukung yang cukup signifikan. Komitmen guru dalam mengintegrasikan nilai akhlak ke dalam setiap materi, kerjasama dengan orang tua, serta kultur sekolah Muhammadiyah yang menjunjung tinggi nilai keislaman menjadi penopang kuat keberhasilan pembentukan akhlak siswa.
Dalam kesimpulannya, Ulfa Nur Aeni menegaskan bahwa guru agama memiliki peran vital yang tidak tergantikan, bahkan dalam situasi pembelajaran daring sekalipun. Melalui pendekatan yang adaptif, kreatif, dan penuh keteladanan, guru mampu menanamkan nilai-nilai moral Islam kepada siswa. Penelitian ini sekaligus memberikan refleksi bahwa pendidikan akhlak bukan sekadar persoalan ruang kelas, tetapi juga perjalanan panjang yang memerlukan sinergi antara guru, orang tua, dan lingkungan sekitar.
Karya ilmiah ini menegaskan pentingnya kehadiran guru agama sebagai penjaga moral generasi muda. Di era digital, ketika siswa dengan mudah mengakses berbagai informasi tanpa batas, guru agama hadir sebagai filter nilai yang membimbing mereka agar tidak terhanyut arus negatif. Sebagaimana diungkapkan Ulfa, pembentukan akhlak harus berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi, bukan justru tersisih olehnya.
Penelitian Ulfa Nur Aeni memberi pelajaran berharga: pendidikan agama tidak boleh berhenti hanya pada penguasaan teori, tetapi harus menyentuh ranah praksis kehidupan. Guru agama dituntut untuk terus berinovasi dalam metode pengajaran, sekaligus konsisten menampilkan keteladanan yang nyata.
Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak hanya relevan bagi dunia pendidikan Islam, tetapi juga bagi seluruh pemangku kepentingan yang peduli terhadap masa depan generasi bangsa. Sebab, membentuk akhlak bukanlah tugas instan, melainkan investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA