Magelang, 22 Agustus 2025 – Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maulana Irfan Rahmanto menghadirkan temuan menarik mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Dalam dunia pendidikan, motivasi sering kali menjadi kunci keberhasilan, namun tidak jarang guru maupun orang tua hanya menyoroti aspek kognitif semata. Padahal, ada hal lain yang lebih halus namun tak kalah penting: pola asuh orang tua dan kecerdasan sosio-emosional anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pola asuh orang tua dan kecerdasan sosio-emosional berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Rahmanto mengawali studinya dengan asumsi bahwa proses belajar bukan sekadar rutinitas akademik, melainkan bagian dari pembentukan karakter dan interaksi sosial. Anak yang mendapat dukungan emosional dari orang tua dan mampu mengelola emosinya dengan baik diyakini akan lebih termotivasi dalam belajar.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis regresi berganda. Responden penelitian terdiri dari siswa sekolah menengah yang mewakili beragam latar belakang. Dari data yang dikumpulkan, Rahmanto ingin melihat bagaimana pola asuh yang diterapkan di rumah serta kemampuan anak dalam memahami dan mengelola emosi memengaruhi semangat mereka dalam menuntut ilmu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh demokratis, di mana ada komunikasi yang terbuka, aturan yang jelas namun tetap memberi ruang pada anak untuk berpendapat, cenderung memiliki motivasi belajar yang tinggi. Sebaliknya, pola asuh yang terlalu otoriter atau permisif justru menurunkan dorongan intrinsik anak untuk belajar.
Tak kalah penting, penelitian ini juga menemukan bahwa kecerdasan sosio-emosional memberi kontribusi nyata dalam meningkatkan motivasi belajar. Siswa yang mampu memahami perasaan diri sendiri, berempati pada orang lain, serta bisa mengendalikan emosi negatif, ternyata lebih tekun dan bersemangat dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan akademik bukan hanya soal kecerdasan intelektual (IQ), melainkan juga bagaimana seorang anak mampu berhubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya.
Yang menarik, ketika kedua faktor tersebut—pola asuh dan kecerdasan sosio-emosional—dikombinasikan, pengaruhnya terhadap motivasi belajar semakin kuat. Rahmanto menegaskan bahwa motivasi belajar siswa tidak bisa dilepaskan dari lingkungan rumah dan kemampuan personal dalam mengelola emosi. Dalam jangka panjang, hal ini berimplikasi pada kualitas pendidikan secara umum.
Penelitian ini memberi pesan penting bagi orang tua, guru, dan pemangku kepentingan pendidikan. Orang tua perlu menyadari bahwa pola asuh bukan hanya soal memberikan kebutuhan fisik, melainkan juga dukungan emosional dan bimbingan moral. Sementara itu, sekolah juga ditantang untuk tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler, pembelajaran kolaboratif, maupun konseling.
Rahmanto menutup penelitiannya dengan rekomendasi agar para pendidik dan orang tua lebih memberi ruang bagi anak untuk tumbuh dalam suasana yang sehat secara emosional. Dengan begitu, anak-anak tidak hanya belajar demi nilai, tetapi juga terdorong oleh rasa ingin tahu dan semangat intrinsik untuk berkembang.
Hasil penelitian ini semakin memperkuat pemahaman bahwa pendidikan yang berhasil adalah yang melibatkan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan dukungan lingkungan keluarga. Motivasi belajar bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja, melainkan buah dari sinergi pola asuh yang tepat dan kecerdasan sosio-emosional yang terasah. (ed. Sulistya NG)
sumber: repositori UNIMMA