Magelang, 05 Agustus 2025 – Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi yang menantang nilai-nilai moral generasi muda, peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi kian penting dalam membina karakter siswa, khususnya sikap spiritual dan sosial. Hal ini menjadi fokus utama dalam penelitian yang dilakukan oleh Sholachuddin Al-Afghany dari Universitas Muhammadiyah Magelang, yang mendalami bagaimana guru PAI berperan dalam membentuk kepribadian siswa di SMP Muhammadiyah Pujotomo.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan atas berbagai penyimpangan moral yang marak di kalangan pelajar, seperti meningkatnya kasus menyontek saat ujian, sikap tidak disiplin, dan lemahnya kepedulian terhadap lingkungan sosial sekitar. Di sisi lain, sekolah sebagai institusi pendidikan kerap belum maksimal dalam menanamkan nilai spiritual yang kuat.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, penelitian ini berhasil memotret secara mendalam bagaimana guru PAI menjadi aktor kunci dalam pembinaan karakter siswa.
Penelitian ini menggarisbawahi tiga hal utama:
- Mengetahui secara konkret bagaimana guru PAI membina sikap spiritual siswa
- Menggambarkan upaya pembinaan sikap sosial yang dilakukan oleh guru
- Mengidentifikasi faktor pendukung dan hambatan dalam proses pembinaan tersebut
Guru PAI di SMP Muhammadiyah Pujotomo terbukti menjalankan sejumlah pendekatan positif untuk menanamkan nilai-nilai spiritual. Di antaranya adalah:
-
Membiasakan siswa berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.
-
Melaksanakan shalat berjamaah di sekolah.
-
Mengadakan kegiatan infak setiap hari Jumat.
-
Menyelenggarakan kegiatan keagamaan seperti pengajian dan ceramah keislaman.
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya mengajarkan rutinitas ibadah, tetapi juga dimaksudkan untuk membentuk kesadaran batin dan koneksi spiritual siswa dengan Tuhan. Peneliti mencatat bahwa siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan ini cenderung memiliki empati lebih tinggi dan perilaku lebih santun. Tak hanya pada ranah spiritual, pembinaan sikap sosial juga menjadi perhatian guru PAI. Strateginya antara lain:
-
Mengadakan kerja bakti dan kebersihan lingkungan sekolah setiap minggu.
-
Menerapkan budaya 3S: Senyum, Sapa, Salam.
-
Membangun kantin kejujuran sebagai sarana melatih kejujuran siswa.
-
Memberi sanksi edukatif kepada siswa yang terlambat sebagai bagian dari pembentukan disiplin.
Pembiasaan semacam ini ternyata efektif dalam membangun budaya sosial yang sehat di sekolah. Siswa diajarkan untuk peduli terhadap lingkungan dan sesama, serta membangun karakter mandiri dan bertanggung jawab.
Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembinaan. Fasilitas sekolah yang memadai seperti adanya mushola, media pembelajaran (LCD), dan metode aktif dari guru menjadi faktor pendukung yang signifikan.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Beberapa kendala turut dihadapi guru, antara lain keterbatasan alat bantu ajar, minimnya minat siswa dalam memperbaiki diri, dan kurangnya ketertarikan siswa terhadap guru PAI. Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang perlu disikapi dengan pendekatan yang lebih inovatif dan menyentuh aspek psikologis siswa.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa peran guru PAI sangat strategis dalam membentuk kepribadian siswa yang berakhlak mulia. Keberhasilan pembinaan tidak hanya tergantung pada materi yang diajarkan, tetapi pada keteladanan guru itu sendiri. Guru PAI bukan sekadar pengajar, melainkan pembimbing spiritual dan sosial yang dapat mengubah cara pandang siswa terhadap kehidupan.
Dengan demikian, penelitian ini memberi kontribusi penting bagi pengembangan strategi pembelajaran PAI yang lebih humanis, kontekstual, dan menyentuh aspek pembentukan karakter secara menyeluruh. Semangat membangun generasi “insan kamil” atau manusia seutuhnya harus terus dihidupkan oleh para guru di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA