Psikoedukasi Terbukti Efektif Tingkatkan Pemahaman Risiko Gangguan Jiwa Akibat Pernikahan Dini
14 August 2025

mimin

Magelang, 14 Agustus 2025 — Fenomena pernikahan dini masih menjadi sorotan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang. Meski sudah ada regulasi yang menetapkan batas usia minimal menikah, angka pernikahan di bawah umur masih cukup tinggi. Data dari Dinas Sosial PPKB PPPA Kabupaten Magelang mencatat pada tahun 2021 terdapat 576 kasus pernikahan dini di wilayah ini. Kondisi ini dinilai memprihatinkan karena membawa dampak serius bagi perkembangan psikologis, terutama pada remaja putri.

Pernikahan dini bukan hanya masalah sosial, tetapi juga berpotensi besar mengancam kesehatan mental pelakunya. Remaja yang menikah di usia terlalu muda rentan mengalami gangguan jiwa akibat ketidaksiapan mental dan kurangnya pemahaman akan risiko yang dihadapi. Berangkat dari permasalahan ini, penelitian yang dilakukan oleh Jasmine Nabila Maharani dari Universitas Muhammadiyah Magelang mencoba mencari solusi melalui metode psikoedukasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas psikoedukasi pernikahan dini dalam meningkatkan pemahaman remaja putri terkait risiko gangguan jiwa akibat menikah terlalu muda. Psikoedukasi yang diberikan menitikberatkan pada pemahaman tentang bahaya pernikahan dini bagi kesehatan mental, pentingnya kematangan emosi, dan kesadaran akan peran gender dalam pernikahan.

Menggunakan desain quasi-experiment dengan metode two group pretest-posttest, penelitian ini melibatkan 12 remaja putri berusia 13–21 tahun yang memiliki tingkat pemahaman rendah hingga sedang mengenai risiko gangguan jiwa akibat pernikahan dini. Mereka dibagi ke dalam dua kelompok: kelompok eksperimen yang mendapatkan psikoedukasi, dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan serupa.

Psikoedukasi dilakukan menggunakan information model, yakni pendekatan edukasi yang fokus memberikan pengetahuan menyeluruh tentang risiko pernikahan dini bagi kesehatan mental. Materi meliputi tugas perkembangan remaja, hubungan pernikahan dini dengan gangguan jiwa, serta strategi pencegahan.

Analisis data menggunakan paired sample t-test menunjukkan hasil yang signifikan. Pada kelompok eksperimen, terjadi peningkatan pemahaman yang berarti dengan nilai p = 0,001 (< 0,05). Sementara itu, kelompok kontrol tidak menunjukkan perubahan signifikan (nilai p = 0,603).

Temuan ini memperkuat bukti bahwa psikoedukasi dapat menjadi intervensi efektif untuk meningkatkan kesadaran remaja putri tentang risiko psikologis dari pernikahan dini. Peserta yang mengikuti program tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga mulai membentuk kesadaran kritis dan sikap waspada terhadap dampak jangka panjang pernikahan dini.

Gambaran Nyata Dampak Pernikahan Dini
Dalam studi pendahuluan, peneliti menemukan kisah nyata yang mempertegas urgensi masalah ini. Beberapa responden yang menikah di usia muda mengaku awalnya tidak menyadari bahwa keputusan tersebut dapat memicu masalah kejiwaan. Setelah menikah, mereka mulai mengalami tekanan seperti kecemasan berlebihan, kegelisahan, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Gejala ini berdampak pada fisik, seperti gangguan tidur dan hilangnya nafsu makan.

Responden yang belum menikah namun berencana menikah dini umumnya beralasan karena cinta dan keyakinan bahwa pernikahan akan menyelesaikan masalah. Mereka mengaku belum mampu mengendalikan emosi, tetapi percaya masalah itu akan teratasi setelah menikah—pandangan yang terbukti keliru dan berisiko tinggi.

Psikoedukasi Sebagai Langkah Pencegahan
Psikoedukasi dalam penelitian ini dirancang tidak hanya untuk memberikan informasi, tetapi juga membangun kesadaran diri, mengubah cara pandang, dan menumbuhkan keterampilan pengambilan keputusan yang sehat. Melalui sesi interaktif, peserta diajak untuk memahami bahwa kesiapan mental, emosi, dan sosial adalah syarat mutlak sebelum memasuki pernikahan.

Metode ini mengadopsi pendekatan kolaboratif, di mana peserta bebas mengemukakan pendapat, bertukar ide, dan berdiskusi mengenai pengalaman atau pandangan mereka. Proses ini memperkuat keterikatan dalam kelompok dan mendorong perubahan sikap secara kolektif.

Hasil penelitian ini memberi sinyal kuat bagi pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat untuk mengadopsi psikoedukasi sebagai strategi pencegahan pernikahan dini. Intervensi serupa dapat dilakukan di sekolah, pusat kegiatan remaja, atau melalui program pemberdayaan masyarakat.

Selain itu, penelitian ini membuka peluang kajian lanjutan dengan cakupan peserta yang lebih luas, variasi metode psikoedukasi, serta pengukuran dampak jangka panjang terhadap sikap dan perilaku remaja.

Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan angka pernikahan dini di Kecamatan Mungkid, bahkan di Indonesia secara umum, dapat ditekan. Lebih dari itu, generasi muda akan tumbuh dengan kesiapan mental yang matang, mampu mengambil keputusan hidup secara bijak, dan terhindar dari risiko gangguan jiwa yang dapat menghambat masa depan mereka. (ed. Sulistya NG)

Sumber: repositori UNIMMA

Bebas Pustaka

Persyaratan Unggah Mandiri dan Bebas Pustaka Wisuda periode 84 bisa di lihat pada link berikut