Magelang, 02 September 2025 – Praktik pungutan liar (pungli) masih menjadi masalah serius yang merusak tatanan birokrasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Fenomena yang seolah sudah menjadi budaya ini mendorong lahirnya gerakan nasional melalui pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 sebagai payung hukum lahirnya Satgas, yang memiliki empat fungsi utama: intelijen, pencegahan, penindakan, dan yustisi.
Semangat pemberantasan pungli ini kemudian menjadi perhatian seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang, Muhammad Iqbal Ardiansyah. Melalui skripsinya berjudul “Efektivitas Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Kabupaten Temanggung dalam Mewujudkan Reformasi Birokrasi”, Iqbal menyoroti bagaimana kerja nyata Satgas Saber Pungli di daerahnya mampu memberikan dampak bagi pelayanan publik. Penelitian ini diselesaikannya pada tahun 2021 sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Iqbal menilai, Temanggung menjadi contoh menarik karena pemerintah kabupaten segera menindaklanjuti instruksi pusat dengan membentuk Satgas Saber Pungli melalui Keputusan Bupati Nomor 710/500 Tahun 2016. Satgas ini tidak hanya dibentuk di atas kertas, tetapi juga melaksanakan kewenangan secara nyata. Salah satu bukti keberhasilan mereka adalah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap perangkat desa yang kedapatan melakukan pungli dalam pengurusan administrasi kependudukan, seperti pembuatan akta kelahiran, KTP, hingga persyaratan pernikahan. Selain itu, Satgas juga menindak sejumlah juru parkir yang memungut biaya di luar ketentuan peraturan daerah.
Melalui penelitiannya, Iqbal menegaskan bahwa tujuan utama kajian ini adalah menilai efektivitas kerja Satgas Saber Pungli sekaligus mengidentifikasi hambatan yang dihadapi di lapangan. Dengan menggunakan metode sosio-legal, ia menggabungkan studi hukum dengan pendekatan sosial, sehingga hasil penelitian tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga praktis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Satgas Saber Pungli Temanggung sudah bekerja cukup efektif. Dari sisi pencegahan, sosialisasi dan penyuluhan tentang bahaya pungli mulai membuka kesadaran masyarakat. Sementara dari sisi penindakan, keberhasilan OTT membuktikan bahwa Satgas mampu menjalankan tugas sesuai mandat peraturan. Keberadaan Satgas memberi sinyal kuat bahwa pemerintah daerah serius menegakkan hukum dan menciptakan birokrasi yang bersih.
Namun, Iqbal juga mencatat sejumlah hambatan penting. Pertama, keterbatasan personel dan sarana prasarana membuat pengawasan tidak dapat menjangkau semua lini pelayanan publik. Kedua, masih ada resistensi dari oknum aparat yang justru merasa terganggu oleh kehadiran Satgas. Ketiga, faktor budaya birokrasi yang sudah lama terjebak dalam praktik pungli membuat masyarakat sering kali enggan melapor karena takut berhadapan dengan pelaku, apalagi jika pelaku memiliki posisi berpengaruh.
Dari kesimpulan penelitiannya, Iqbal menilai keberadaan Satgas Saber Pungli tetap patut diapresiasi. Meski belum sempurna, upaya mereka sudah membuahkan hasil nyata dalam mempersempit ruang gerak pungli. Untuk meningkatkan efektivitas, ia menyarankan adanya penambahan sumber daya manusia, koordinasi yang lebih kuat antarinstansi, serta perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat pelapor.
Penelitian ini tidak hanya relevan bagi Kabupaten Temanggung, tetapi juga memberi gambaran penting bagi daerah lain di Indonesia. Pemberantasan pungli ternyata tidak bisa hanya mengandalkan penindakan hukum, melainkan harus dibarengi perubahan budaya birokrasi serta keberanian masyarakat untuk melawan. Tanpa kesadaran kolektif, pungli akan sulit diberantas, meskipun aparat penegak hukum sudah bekerja keras.
Melalui kajian ini, Muhammad Iqbal Ardiansyah berhasil menunjukkan bagaimana sebuah penelitian mahasiswa hukum dapat memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Skripsinya tidak hanya menjadi karya akademis, tetapi juga cermin dari harapan masyarakat akan hadirnya pelayanan publik yang bersih, transparan, dan berkeadilan. (ed. Sulistya NG).
Sumber: repositori UNIMMA