Magelang, 01 September 2025 – Di tengah derasnya arus globalisasi dan derasnya pengaruh media sosial, pendidikan agama di sekolah dasar kian dituntut untuk hadir lebih kuat. Hal ini tercermin dari penelitian Sumin Abdussalam, mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Magelang, yang menyoroti “Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa pada Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah se-Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas”.
Penelitian ini berangkat dari kegelisahan sosial yang nyata: semakin lunturnya nilai moral dan agama di kalangan generasi muda. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan bimbingan spiritual sering kali terjebak dalam arus informasi tanpa filter di media sosial, pergaulan yang kurang terkontrol, hingga minimnya pembiasaan beragama di rumah. Dalam konteks inilah, sekolah, khususnya Madrasah Ibtidaiyah (MI), diharapkan mengambil peran lebih besar dalam membina akhlak dan religiusitas peserta didik.
Sumin merumuskan tiga tujuan utama penelitiannya. Pertama, untuk mengetahui kebijakan kepala sekolah dalam pembinaan guru, terutama dalam hal keteladanan dan pembiasaan nilai religius. Kedua, untuk menggali kebijakan kepala sekolah dalam pengembangan kurikulum religius, yang menjadi acuan program-program sekolah. Ketiga, untuk mengidentifikasi problematika serta solusi yang dihadapi dalam usaha menumbuhkan religiusitas siswa.
Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini melibatkan wawancara, dokumentasi, dan analisis data yang sistematis. Informannya terdiri dari kepala sekolah, guru, serta pihak terkait di tiga MI Muhammadiyah di Kecamatan Kemranjen: MI Muhammadiyah 1 Sirau, MI Muhammadiyah 2 Sirau, dan MI Muhammadiyah Sidamulya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kepala sekolah dalam pembinaan guru berjalan cukup efektif. Para guru dibina untuk menekankan aspek akhlak, ibadah harian, serta kedekatan dengan Al-Qur’an. Hal ini bukan semata teori, melainkan diwujudkan dengan guru yang menjadi teladan bagi siswa—mulai dari pembiasaan beribadah, membaca Al-Qur’an, hingga sikap sopan santun dalam keseharian.
Pada aspek pengembangan kurikulum, kepala sekolah mengarahkan program religius yang menekankan pembiasaan akhlak, pembiasaan membaca dan memahami Al-Qur’an, serta praktik fiqih ibadah. Contoh konkretnya adalah kegiatan tadarus pagi sebelum pelajaran, salat dhuha bersama, hingga penguatan pembelajaran fiqih yang tidak berhenti di teori, melainkan melalui praktik langsung. Dengan demikian, nilai agama tidak hanya diajarkan, tetapi juga dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
Namun, penelitian ini juga menemukan berbagai problematika yang dihadapi di lapangan. Kendala itu meliputi keterbatasan sarana dan finansial, pengelolaan sumber daya manusia, hingga perbedaan kondisi siswa yang tidak seragam baik dari sisi kemampuan maupun latar belakang keluarga. Tingkat religiusitas orang tua pun beragam, sehingga berdampak pada anak ketika berada di rumah.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kepala sekolah bersama madrasah menempuh sejumlah solusi. Dukungan finansial diperoleh melalui lembaga sosial seperti BAZNAS dan LAZISMU, serta kontribusi wali murid. Dukungan moral dan struktural diperkuat lewat jaringan Muhammadiyah dan Kementerian Agama, termasuk tokoh agama setempat. Sementara itu, untuk mengatasi perbedaan siswa, guru diarahkan untuk memaksimalkan potensi individu yang dimiliki anak. Madrasah juga menggelar program parenting bagi wali murid, agar pembinaan di rumah selaras dengan pembinaan di sekolah.
Penelitian Sumin Abdussalam memberikan gambaran nyata bahwa keberhasilan pendidikan religius di sekolah dasar tidak bisa dilepaskan dari strategi kepala sekolah. Kepemimpinan yang visioner, konsistensi program, serta keterlibatan seluruh elemen sekolah menjadi kunci. Religiusitas siswa bukanlah hasil instan, melainkan buah dari pembiasaan yang berulang dan teladan yang nyata.
Dalam simpulannya, Sumin menegaskan bahwa madrasah harus terus memperkuat sinergi dengan keluarga dan masyarakat. Sebab, pendidikan agama tidak bisa hanya dibebankan kepada sekolah, melainkan menjadi tanggung jawab bersama.
Di tengah tantangan moral anak bangsa hari ini, penelitian ini seakan mengingatkan kita pada urgensi membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh secara spiritual. Strategi kepala sekolah yang terarah dan berbasis nilai religius terbukti mampu menjadi benteng moral sekaligus pondasi karakter bangsa yang lebih bermartabat. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA