Magelang, 03 September 2025 – Tekanan darah tinggi atau hipertensi masih menjadi salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia. Selain memicu komplikasi fisik, penyakit ini juga erat kaitannya dengan gangguan psikologis, terutama kecemasan. Hal inilah yang mendorong Mei Lutfi Aryani, mahasiswa Program Studi Keperawatan D3 Universitas Muhammadiyah Magelang, untuk meneliti efektivitas teknik pernapasan slow deep breathing sebagai upaya nonfarmakologis dalam meredakan kecemasan pasien hipertensi.
Dalam karyanya yang berjudul “Aplikasi Slow Deep Breathing pada Pasien Hipertensi untuk Mengurangi Kecemasan”, Mei Lutfi menguraikan bahwa hipertensi bukan hanya perkara tekanan darah yang tinggi, tetapi juga berdampak luas terhadap kualitas hidup penderitanya. Rasa cemas, khawatir berlebihan, hingga gangguan konsentrasi sering muncul sebagai efek psikologis yang memperburuk kondisi pasien.
Melalui studi kasus ini, peneliti ingin menggambarkan dan menganalisis bagaimana penerapan teknik slow deep breathing dapat membantu mengurangi kecemasan pada pasien hipertensi. Metode yang dipilih bukan sekadar terapi pernapasan sederhana, melainkan teknik relaksasi napas dalam dan perlahan yang dilakukan secara teratur.
Mei Lutfi menekankan bahwa penelitian ini bertujuan ganda. Pertama, memberikan gambaran nyata tentang asuhan keperawatan yang mengintegrasikan terapi relaksasi ke dalam perawatan hipertensi. Kedua, menilai efektivitas slow deep breathing dalam menurunkan tingkat kecemasan, yang diukur menggunakan instrumen Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).
Subjek penelitian ini adalah seorang pasien wanita berusia 45–54 tahun yang tinggal di Kecamatan Muntilan, Magelang. Pasien dipilih dengan kriteria mengalami hipertensi disertai kecemasan, sesuai hasil pengukuran dengan kuesioner HARS.
Teknik slow deep breathing dilakukan selama 15 menit, dua kali sehari, dengan frekuensi empat kali dalam seminggu. Proses ini melibatkan instruksi menarik napas dalam secara perlahan, menahannya sejenak, kemudian menghembuskannya secara perlahan pula. Aktivitas tersebut bertujuan menciptakan rasa rileks, menurunkan ketegangan otot, dan menstabilkan fungsi saraf otonom.
Hasil yang diperoleh menunjukkan penurunan signifikan pada tingkat kecemasan pasien. Sebelum dilakukan terapi, skor kecemasan pasien mencapai 22, yang tergolong pada tingkat sedang. Setelah menjalani beberapa sesi slow deep breathing, skor kecemasan turun menjadi 16, masuk dalam kategori ringan.
Selain berpengaruh pada kondisi psikologis, terapi ini juga membawa dampak positif terhadap tekanan darah. Awalnya, tekanan darah pasien tercatat 170/100 mmHg. Setelah menjalani rangkaian intervensi, tekanan darah berangsur turun hingga mencapai 140/80 mmHg, yang mendekati batas normal.
Respon pasien pun positif. Ia merasa lebih rileks, tenang, dan kooperatif dalam menjalani terapi. Bahkan pasien menyatakan senang karena tekanan darahnya ikut menurun setelah terapi dilakukan.
Menurut Mei Lutfi, temuan ini diharapkan memberikan manfaat luas, tidak hanya bagi pasien tetapi juga untuk dunia pendidikan dan praktik keperawatan. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan referensi dalam mengembangkan intervensi keperawatan nonfarmakologis. Bagi profesi keperawatan, metode ini bisa menjadi alternatif tambahan dalam memberikan asuhan pada pasien hipertensi.
Sementara itu, bagi masyarakat, teknik slow deep breathing dapat menjadi terapi sederhana yang bisa dipraktikkan secara mandiri di rumah sebagai cara mengendalikan kecemasan sekaligus membantu menjaga tekanan darah tetap stabil.
Penelitian Mei Lutfi Aryani menegaskan bahwa teknik slow deep breathing bukan sekadar latihan pernapasan biasa. Lebih dari itu, ia terbukti mampu mengurangi kecemasan sekaligus menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Dengan penerapan yang konsisten, metode ini bisa menjadi salah satu strategi nonfarmakologis yang efektif, murah, dan mudah dilakukan, baik di fasilitas kesehatan maupun secara mandiri di rumah.
Studi ini juga memberi pesan penting: dalam menangani hipertensi, perhatian tidak hanya ditujukan pada aspek fisik semata, tetapi juga pada kondisi psikologis pasien. Kombinasi perawatan medis dan intervensi relaksasi seperti slow deep breathing diyakini mampu meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi secara menyeluruh. (ed. Sulistya NG)
Sumber: repositori UNIMMA